Infomalangraya.com Kasus tragis mengguncang dunia pendidikan Indonesia setelah seorang guru olahraga di Nusa Tenggara Timur (NTT) memukul siswa sekolah dasar berusia 10 tahun hingga meninggal dunia.
Insiden ini terjadi di Kecamatan Santian, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan kini menjadi sorotan publik nasional.
Pelaku diketahui berinisial YN (51), guru olahraga di salah satu SD di wilayah tersebut.
Berdasarkan penyelidikan kepolisian, YN mengumpulkan 10 siswa, termasuk korban berinisial RT, karena dianggap tidak mengikuti gladi upacara dan absen saat kegiatan sekolah pada hari Minggu.
Dalam proses “pendisiplinan”, YN diduga memukul kepala RT menggunakan batu.
Korban sempat mendapatkan perawatan medis, namun nyawanya tidak tertolong akibat luka parah di bagian kepala.
Polres Timor Tengah Selatan telah menetapkan YN sebagai tersangka dan menahannya sejak Senin, 13 Oktober 2025.
Ia dijerat Pasal 80 ayat (3) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp3 miliar.
Peristiwa ini menimbulkan gelombang kemarahan publik setelah video dan foto kejadian tersebar luas di media sosial.
Banyak pihak menyoroti lemahnya pengawasan terhadap metode disiplin guru di sekolah, serta pentingnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan.
Menanggapi kasus ini, Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, menegaskan bahwa pelaku harus dihukum seberat-beratnya agar menjadi efek jera.
Ia menilai kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan, terutama di dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak untuk belajar dan tumbuh dengan layak.
“Saya tidak anti hukuman, tapi hukuman yang mendidik. Jangan hukuman dengan kekerasan. Ini menjadi pelajaran bagi kita semua,” kata Soedeson kepada Tribunnews.com, Selasa (14/10/2025).
Politikus Partai Golkar ini meminta aparat penegak hukum untuk segera memproses kasus tersebut.
“Saya minta aparat penegak hukum untuk memperhatikan kasus ini dan memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada oknum yang melakukan pelanggaran seperti ini,” ujar Soedeson.
Bagi Soedeson, aksi kekerasan tersebut merupakan sebuah tragedi. Oleh karena itu, kasus tersebut harus diusut tuntas.
“Ini kan dua kejahatan ini; pertama itu melakukan kekerasan fisik. Kedua kepada anak-anak. Yang ketiga anak didik sendiri, gimana itu? Sangat menyedihkan,” tegasnya.
Kronologi
Kasat Reskrim Polres TTS, Akp I Wayan Pasek Sujana mengatakan, penganiayaan tersebut terjadi pada Jumat (26/9/2025) sekitar pukul 12.00 WITA di halaman SD Inpres One, Desa Poli Kecamatan Santian.
“Penganiayaan ini terjadi pada Jumat (26/9/2025) di Halaman SD Inpres One. Saat ini korban bersama sembilan temannya dikumpulkan oleh saudara YN karena tidak melaksanakan gladi upacara hari Sabtu dan tidak masuk sekolah Minggu,” kata Wayan di Ruang Satuan Reskrim Polres TTS pada Senin (13/10/2025).
Wayan mengatakan, tersangka YN mengambil batu dan memukul kepala korban sebanyak empat kali, juga memukul kepala sembilan anak lainnya.
“Korban saat itu mengeluh sakit dan pulang. Kemudian keesokan harinya pada Sabtu (27/9/2025), korban tidak ke sekolah karena mengalami demam tinggi. Pada saat itulah korban menceritakan penganiayaan yang dialaminya tersebut kepada saudari Sarlina Toh yang selama ini merawatnya,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa pada (29/9/2025), korban mengalami demam dan sakit kepala. Korban meminta Sarlina Toh untuk memijat kepalanya.
Saat itulah Sarlina memeriksa dan melihat kepala korban bengkak dan memar. Di mana ketika ditanya Sarlina, korban mengatakan bengkak dan memar tersebut karena dipukul pakai batu oleh YN.
“Pada Kamis (2/10/2025) pukul 08.00 WITA, Sarlita Toh dan Margarita Tanaem merawat korban dirumahnya, karena korban tidak mau diajak ke puskesmas. Suhu tubuh korban semakin panas tinggi hingga korban berbicara sendiri seperti orang tidak waras,” ucap Wayan.
Menurut Wayan, korban menghembuskan napas terakhir pada pukul 18.00 WITA, di pangkuan Margarita Tanaem. Korban disemayamkan pada Minggu (5/10/2025) di pekuburan umum Desa Poli.
“Pada Kamis (9/10/ 2025), karena merasa kematian korban tidak wajar sehingga saksi Sarlita Toh melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Boking. Setelah menerima laporan tersebut pihak Kepolisian Polsek Boking yang di Back Up oleh Satuan Reskrim Polres TTS melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan juga terlapor, penyidik juga melakukan pemeriksaan TKP dan melaksanakan gelar Perkara,” jelasnya.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Polres TTS menetapkan YN sebagai tersangka dengan dugaan tindak pidana penganiayaan anak yang berakibat meninggal.
“Sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat (3) Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman Hukumaan Pidana Penjara paling lama 15 Tahun, dan atau denda paling banyak 3 Milyar rupiah. Penyidik juga berhasil menyita dan mengamankan barang bukti berupa Pakaian Sekolah milik korban yang korban pergunakan saat kejadian, dan juga sebuah batu yang di pergunakan oleh tersangka saat memukul kepala korban,” jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Guru di NTT Diduga Pukul Siswa SD Pakai Batu hingga Tewas, Anggota DPR: Hukum Seberat-beratnya