Nabi ﷺ telah menjanjikan balasan surga kepada sesiapa yang mencapai tahap mabrur dalam pelaksanaan ibadah hajinya, karena itu berusahalah haji sekali seumur hidup jika mampu
InfoMalangRaya.com | IBADAH haji merupakan salah satu rukun Islam yang lima, yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mukallaf. Hendaknya, setiap Muslim menanamkan dalam diri dan hatinya, serta berazam untuk menunaikan ibadah haji dan senantiasa berusaha sebisa mungkin dalam melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.
Pada dasarnya semua ulama menyepakati kewajiban menunaikan ibadah haji sebagaimana Al-Qur an, sunnah dan ijma’. Hal ini jelas sebagaimana firman Allah SWT:
يْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS: Ali Imron: 97).
Syeikh al-Maraghi ketika menafsirkan ayat di atas, menerangkan bahwa haji adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu. Hal ini karena perintah haji merupakan kehormatan besar bagi Baitullah mulai dari zaman Nabi Ibrahim AS sampai zaman Nabi Muhammad ﷺ. Dengan demikian, pelaksanaan haji dan umrah dapat menjadi tonggak dan bukti pengabdian setiap hamba kepada Penciptanya. (Lihat Tafsir al-Maraghi, 2/853).
Selain itu, Allah SWT berfirman:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ
“Dan serukanlah umat manusia untuk mengerjakan ibadah Haji.” (Surah al-Hajj: 27)
Syeikh al-Sa‘di ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan, maksudnya adalah beritahu kepada mereka mengenai ibadah haji tersebut, dan ajaklah mereka kepadanya. Sampaikan kepada mereka baik orang yang dekat maupun yang jauh tentang kewajiban haji dan keutamaannya. Hal ini karena jika Anda telah memanggil mereka, pasti mereka akan datang kepada Anda sebagai orang yang menunaikan haji atau umrah. (Lihat Tafsir al-Sa’di, 1/536).
Seterusnya, Nabi ﷺ turut menegaskan berkenaan hal tersebut melalui sabdanya:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam didirikan di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah SWT dan Nabi Muhammad ﷺ adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, menunaikan haji ke Baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR: Muslim)
Muhammad al-Amin al-Harari ketika menjelaskan lafaz “وَحَجِّ الْبَيْتِ” menyatakan, tujuannya adalah untuk mengerjakan ibadah khusus, bagi mereka yang mampu untuk menunaikannya. (Lihat al-Kaukab al-Wahhaj Syarh Sahih Muslim, 2/132).
Para ulama telah sepakat untuk memutuskan bahwa haji itu wajib, tidak ada perselisihan soal ini. Oleh karena itu, mereka menghukumi kafir siapa saja yang mengingkari sesuatu yang telah ditetapkan oleh al-Quran, al-Sunnah dan ijma’. (Lihat al-Fiqh al-Manhaji, 2/115).
Mengenai hal ini, Ibn Hazm menyatakan, para ulama telah bersepakat bahwa seorang Muslim yang merdeka, berakal, baligh, dan memiliki tubuh badan yang sehat dengan dua tangan, penglihatan (yang baik) dan dua kaki, serta yang mempunyai perbekalan dan kendaraan, serta sesuatu (yakni nafkah) yang ditinggalkan kepada ahli keluarganya selama perjalanannya, karena tidak ada lautan atau ketakutan di jalannya, dan tidak ada orang tuanya atau salah satu dari mereka yang mencegahnya, maka haji wajib baginya. (Lihat Maratib al-Ijma’, hal. 41).
Para ulama telah bersepakat bahwa hukum mengerjakan ibadah haji adalah wajib ‘ain. Dalam arti kata lain, jika ia adalah hajjah al-Islam (haji kali pertama) dan memenuhi syarat-syarat wajib untuk mengerjakan haji, maka ia adalah wajib ain ke atasnya. Syarat-syarat tersebut ialah; Islam, mumayyiz, baligh, merdeka dan istita‘ah (berkemampuan). (Lihat al-Taqrirat al-Sadidah, hlm. 470-472).
Justru, ibadah haji adalah wajib dikerjakan sekali seumur hidup bagi mereka yang berkemampuan atau berkecukupan harta. Selain itu, para ulama juga bersepakat mengatakan bahwa seseorang itu hanya diwajibkan haji sekali saja seumur hidupnya, yakni hajjah al-Islam kecuali jika dia bernazar, maka ia wajib ditunaikan. (Lihat al-Ijma‘ oleh Ibn al-Munzir, hlm. 51; al-Fiqh al-Manhaji, 2/116).
Hal ini berdasarkan hadis Nabi ﷺ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحَجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَفِي كُلِّ عَامٍ يَا رسول الله؟ فَسَكَتَ عَنْهُ حَتَّى أَعَادَهُ ثَلاَثًا، ثُمَّ قَالَ: ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، وَلَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ، وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءِ فَأتُوا مِنْه مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ
“Wahai manusia, Allah telah mewajibkan haji kepada kalian, maka laksanakanlah”. Seseorang berkata: apakah dilakukan setiap tahun wahai Rasulullah?, lalu beliau terdiam, sampai orang tadi mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Lalu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Seandainya aku mengatakan ya, maka akan diwajibkan setiap tahun, dan kalian tidak akan mampu melaksanakannya”. Lalu beliau menlanjutkan: “Biarkan saja apa yang tidak aku perintahkan; karena binasanya umat terdahulu sebelum kalian, disebabkan mereka banyak bertanya, dan menyelisihi para Nabi mereka. Apabila aku perintahkan kepada kalian tentang sesuatu maka kerjakanlah sesuai kemampuan, dan apabila aku melarang kalian dengan sesuatu maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim 1337)
Namun, sebagian menilai haji dan umrah sunah dilakukan berulang kali. Sebab, di dalambya banyak kelebihan yang dijanjikan.
Daripada Abu Hurairah R.A, Rasulullah ﷺ bersabda:
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
”Dari satu umrah ke umrah yang lain adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannnya melainkan Surga.” (HR. Malik (767), Ahmad (9949), al-Bukhari (1683), Muslim (1349), at-Tirmidzi, an-Nasa’i)
Hadis di atas jelas menunjukkan kepada kita bahwa syariat ibadah haji dan umrah merupakan satu syariat yang agung di sisi Allah SWT. Hal ini jelas dapat dilihat berdasarkan hadis yang telah dinyatakan seperti di atas.
Nabi ﷺ telah menjanjikan balasan surga kepada sesiapa yang mencapai tahap mabrur dalam pelaksanaan ibadah hajinya. Begitu juga kepada siapa saja yang melaksanakan ibadah umrah secara berulang kali, dosa-dosa kecil mereka akan dihapuskan sepanjang tempoh jarak ibadah umrah tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan kepada kenyataan dan perbincangan di atas, kami berpandangan bahwa wajib ke atas setiap Muslim yang berkemampuan untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah paling kurang sekali seumur hidup mereka.
Namun, bagi mereka yang mempunyai kecukupan dan kemampuan yang lebih, disunahkan bagi mereka untuk mengulangi ibadah haji dan umrah pada tahun-tahun berikutnya.
Semoha kita semua menjadi jiwa yang diberi kemudahan menjadi dhuyuf al-Rahman(tamu agungnya Allah) walaupun sekali seumur hidup. Karena itu terus berdoa dan berusahalah untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah sebaik mungkin, sambil mempersiapkan bekal dari segi mental dan fisikal agar kita dapat menumpukan sepenuh perhatian dalam pelaksanaan ibadah mulia ini.* Dr. Zulkifli Mohamad Al-Bakri
Leave a Comment
Leave a Comment