Kritik Warga Terhadap Jalan Rusak Berujung Intimidasi di Indramayu
Media sosial kembali dihebohkan oleh sebuah video yang menunjukkan kondisi jalan rusak di salah satu desa di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Video tersebut viral setelah dibagikan melalui akun Facebook seseorang yang mengaku mendapat tekanan dari pihak yang diduga merupakan perangkat desa. Kejadian ini memicu berbagai tanggapan dari warganet, termasuk tentang kebebasan berekspresi dan dugaan penyalahgunaan wewenang.
Unggahan video tersebut disebarkan oleh akun Facebook bernama Herman Bae. Meski tidak menyebutkan nama desa atau alamat lengkap lokasi jalan rusak, konten tersebut langsung menarik perhatian publik. Dalam video tersebut, terlihat jalan yang dalam kondisi buruk, yang tentu menjadi keluhan masyarakat sekitar.
Namun, apa yang membuat unggahan ini menjadi sorotan adalah adanya dugaan intimidasi terhadap pengunggah. Menurut informasi yang diberikan, keluarga pemilik akun sempat dipanggil dan diancam akan dibawa ke polisi karena dianggap menyinggung aparat desa. Insiden ini terjadi saat waktu magrib, sehingga membuat orang tua pengunggah merasa kaget dan takut.
Pengunggah video tersebut menanyakan apakah kritik terhadap kondisi infrastruktur bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik atau pelanggaran UU ITE. Ia menegaskan bahwa unggahan tersebut hanya menyampaikan fakta tanpa menyebutkan pihak tertentu secara eksplisit. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana hukum digunakan untuk menekan warga yang ingin menyampaikan keluhan mereka.
Video tersebut telah mendapatkan lebih dari 1.000 komentar di media sosial, dengan banyak warganet mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat desa. Beberapa komentar bahkan menyatakan ketidakpuasan terhadap cara pemerintah desa menangani keluhan masyarakat. Salah satu pengguna menulis, “Jika tidak ingin dikritik, jangan jadi pemdes. Jadi pengangguran saja. Posting terus ke sosmed, biar dana desa diaudit.”
Selain itu, ada juga netizen yang memberikan dukungan kepada pengunggah agar tidak takut menghadapi tekanan. Mereka menilai bahwa jika postingan benar adanya, maka tidak seharusnya ada laporan pencemaran nama baik. Bahkan, beberapa dari mereka menyarankan agar pengunggah melaporkan balik jika ada tindakan yang tidak sesuai.
Fenomena jalan rusak yang viral di media sosial bukanlah hal baru. Namun, kasus di Indramayu ini memiliki ciri khas karena adanya dugaan intimidasi terhadap pengunggah. Hal ini mencerminkan bahwa pemerintah desa mungkin tidak siap menerima kritik dari masyarakat. Selain itu, kasus ini juga menyoroti penggunaan pasal UU ITE dalam menangani kritik sosial, yang sering kali dianggap sebagai bentuk pembungkaman suara rakyat.
Kasus ini juga memperkuat isu tentang transparansi penggunaan dana desa. Banyak warganet mendesak agar inspektorat dan aparat penegak hukum melakukan audit terhadap penggunaan anggaran pembangunan jalan di wilayah tersebut. Mereka khawatir ada indikasi penyelewengan yang tidak terlihat oleh masyarakat.
Selain itu, banyak komentar yang menyentuh soal transparansi. Seorang pengguna menulis, “Kalau jalan benar-benar diperbaiki, tidak mungkin warga komplain. Justru yang menutup kritik biasanya ada sesuatu yang disembunyikan.” Ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai curiga terhadap tindakan pemerintah desa yang tidak transparan.
Sampai saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak pemerintah desa maupun kepolisian terkait polemik ini. Namun, masyarakat tetap menantikan kejelasan agar tidak ada lagi praktik pembungkaman suara rakyat di media sosial.
Kasus ini menjadi contoh bagaimana kritik warga bisa berubah menjadi masalah hukum. Publik berharap agar kejadian seperti ini menjadi pelajaran penting bagi aparatur desa untuk lebih terbuka dan menerima masukan demi perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Pada akhirnya, viralnya video jalan rusak ini menunjukkan bahwa media sosial tetap menjadi ruang penting bagi warga dalam menyuarakan aspirasi. Namun, kasus intimidasi semacam ini justru berpotensi mencederai demokrasi dan memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.