Close Menu

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Nasi Pecel Legendaris Sleman yang Tetap Ramai Sejak 1959, Hanya 1 Jam dari Klaten

    13 Juli 2025

    Harga Emas Hari Ini di Pegadaian Selasa (8/7): UBS dan GALERI 24

    13 Juli 2025

    5 Rawon Legendaris di Malang yang Wajib Dicoba, Selain Rawon Nguling

    13 Juli 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Trending
    • Nasi Pecel Legendaris Sleman yang Tetap Ramai Sejak 1959, Hanya 1 Jam dari Klaten
    • Harga Emas Hari Ini di Pegadaian Selasa (8/7): UBS dan GALERI 24
    • 5 Rawon Legendaris di Malang yang Wajib Dicoba, Selain Rawon Nguling
    • Viktor Gyokeres Diultimatum Presiden Sporting CP
    • Makanan Lezat dan Terjangkau di Trenggalek 2025, Pernah Coba?
    • Jangan Ketinggalan! Live D’Academy 7 Top 40 di Indosiar: Siapa yang Lolos ke Top 21?
    • Gudang Penyimpanan Bekatul di Sukosari Bondowoso Terbakar, Kerugian Capai Rp200 Juta
    • Alfamart Run 2025 Kembali, Hadiah Rp3 Juta Dukung Produk Lokal
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
      • KOTA MALANG
      • KABUPATEN MALANG
      • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • OLAHRAGA
    • RAGAM
      • TEKNOLOGI
      • UNDANG-UNDANG
      • WISATA & KULINER
      • KOMUNITAS
      • IMR ENGLISH
    • OPINI
    • COVER HARIAN IMR
    • LOGIN
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
    • KOTA MALANG
    • KABUPATEN MALANG
    • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
    • OPINI
    • RAGAM
    • KOMUNITAS
    • WISATA & KULINER
    • KAJIAN ISLAM
    • TEKNOLOGI
    • UNDANG-UNDANG
    • INFO PROPERTI & LOWONGAN KERJA
    • TIPS & TRIK
    • COVER HARIAN IMR
    • IMR TV
    • LOGIN
    Home»INTERNASIONAL»Idul Adha Tidak Harus Ikut Saudi, Ini Alasanya 
    INTERNASIONAL

    Idul Adha Tidak Harus Ikut Saudi, Ini Alasanya 

    By admin25 Juni 2023
    Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    KH Jeje Zaenudin Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam Persis

    InfoMalangRaya.com— Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis), KH Jeje Zaenudin mengatakan, sejak wafatnya Rasulullah hingga abad ke dua puluh, tidak ada satupun negeri muslim yang menyesuaikan penanggalan mereka kepada ru’yat  negara Saudi. Kecuali setelah diketemukannya alat komunikasi dan transformasi yang canggih sekarang ini.
    “Bagaimana mungkin akan memberi tahukan hasil ru’yat  di Saudi ke pusat khalifah Islam di Bagdad dan Qordova pada masa itu, atau ke pusat Islam di Jawa dan Sumatra, atau ke pusat Islam di India, dan lain sebagainya. Kecuali ke negeri-negeri Islam yang berada di sekeliling Mekah atau Jazirah Arab, dan itu memang hal yang rasional serta realistis,” ujarnya hari Sabtu  (24/6/2023) menjelaskan bolehnya pelaksanaan puasa Arafah dan Idul Adha mengikuti penanggalan dan hasil ru’yat di negeri masing-masing.
    Jeje menjelaskan, penyebutan istilah hari Arafah pada asalnya adalah untuk tanggal, bukan pada tempat ataupun aktivitas tertentu. Hari Arafah adalah tanggal sembilan Dzulhijah, baik ada yang wukuf ataupun tidak, baik ada yang puasa ataupun tidak.
    “Karena penyebutan nama hari jika pada nama hari-hari dalam sepekan maka maksudnya adalah benar-benar nama hari tersebut secara hakiki. Umpamanya “yaum isnaen” artinya Hari Senin, tidak ada kaitannya dengan tanggal. Hari Senin bisa tanggal berapa saja,” katanya.
    Tetapi jika disebut nama hari yang bukan kepada nama hari yang tujuh dalam seminggu itu maknanya adalah tanggal. Umpamanya dikatakan, “ayyamul bid” (hari-hari purnama) maksudnya adalah tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan; “yaum tarwiyah” artinya tanggal delapan Dzulhijah, “yaum tasyrik” artinya tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, tidak peduli ia jatuh pada hari apa saja.
    “Maka demikian juga jika dikatakan “shaum yaum ‘arafah” maksudnya puasa tanggal sembilan Dzulhijah, tidak peduli jatuh pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, ataupun Ahad,” ujarnya.
    Dr Jeje menjelaskan, perintah puasa ‘Arafah adalah “Shaum yaum ‘arafah”. Artinya “puasa pada hari ‘Arafah” bukan puasa karena adanya perbuatan jamaah haji yang sedang melaksanakan wukuf di ‘Arafah, bukan pula “puasa karena tempat ‘Arafah”. Perhatikanlah perbedaannya dengan cermat karena di sinilah letak perselisihannya.
    “Sebab jika ‘Arafah sebagai tempat dan sebagai aktivitas wukuf menjadi syaratnya, maka puasa Arafah hanya ada jika ada yang wukuf di ‘Arafah. Padahal syariat ibadah shaum Arafah berlaku baik ada yang sedang wukuf ataupun tidak ada yang wukuf,” jelas dia.
    Maka pelaksanaan wukufnya jamaah haji dan keberadaan tanah Arafah, tidak termasuk kedalam rukun, syarat, sabab, maupun mâni’ dari adanya perintah dan pelaksanaan puasa Arafah. Seandainya puasa Arafah dikaitkan secara langsung dengan aktivitas wukufnya jamaah haji ataupun karena keberadaan tempat Arafah, mestilah ia menjadi salah satu bagian dari terlaksananya hukum taklify (yang dibebankan, red).
    “Apakah ia sebagai syarat, rukun, atau sabab? Atau jikatidak ada yang wukuf menjadi penghalang (mâni’) terlaksananya puasa Arafah. Pada faktanya tidak ada satupun dalil bahkan fatwa ulama sekalipun, yang menjadikan aktivitas wukuf sebagai rukun, syarat, maupun sabab pensyariatan puasa Arafah,” tuturnya.
    Ia melanjutkan bahwa puasa ‘Arafah sudah disyariatkan sejak tahun kedua Hijrah sedang syariat ibadah haji baru pada tahun ke enam atau ke sembilan Hijrah. Jadi selama empat atau tujuh tahun, kaum muslimin puasa ‘Arafah tanpa memperhatikan kapan jamaah haji wukuf, atau tanpa memperhatikan ada atau tidak adanya yang wukuf di ‘Arafah.
    “Pelaksanaan puasa ‘Arafah dengan tidak memperhatikan penanggalan setempat akan menimbulkan permasalahan baru yang lebih sulit, yaitu penentuan hari lebaran Idul Adha nya. Kalau memang ada dalil yang diperselisihkan tentang pengertian puasa ‘Arafah, apakah untuk Idul Adhanya juga harus mengikuti penanggalan Saudi?,” tanyanya.
    “Maka akan terjadi kekacauan penanggalan bulan Dzulhijah selanjutnya yaitu setelah tanggal sepuluh. Kecuali kalau mau konsisten untuk sepanjang tahun tidak menggunakan penanggalan negeri masing-masing tetapi menggunakan penanggalan tunggal mengikuti hasil ru’yat  Saudi dengan konsekuensi negeri-negeri muslim seluruh dunia tidak akan punya kalender melainkan menunggu ketetapan ru’yat  negara Saudi pada setiap awal bulan,” jelasnya.
    Fakta ilmiyah juga menunjukan bahwa negeri-negeri muslim terbagi pada dua wilayah mathla’ (tempat munculnya hilal) yang terkadang berbarengan terkadang berbeda. Karena munculnya hilal tidak menetap pada posisi dan ketinggian yang sama setiap awal bulan nya.
    Demikian juga perbedaan waktu antara satu negeri muslim di wilayah barat dengan negeri muslim di wilayah timur ada yang terpaut sampai 12 jam. Sementara pelaksanaan wukuf hanya sekitar enam jam, yaitu dari ba’da Dhuhur sampai Magrib.
    Sehingga jika kaum muslimin yang tinggal di sebagian benua Amerika yang beda waktunya antara tujuh sampai delapan jam, maka ia tidak dapat menunaikan ibadah puasa ‘Arafah karena pelaksanaan wukufnya sudah selesai.
    “Sebaliknya kaum muslimin yang ada di Australia juga tidak bisa puasa ‘Arafah karena ketika wukuf baru mulai mereka sudah waktu malam,” ujarnya.
    Fakta historis bahwa selama berabad-abad lamanya kaum muslimin di dunia melaksanakan puasa Ramadhan maupun Arafah berpatokan kepada penanggalan negara masing-masing.
    Ia menambahkan, tidak ada dalil yang mengkhususkan atau yang membedakan antara ketentuan ru’yat  untuk Idul fitri dengan ru’yat  Idul Adha. Rasul bahkan bersabda, “Siapa di antara kamu yang sudah melihat Hilal Dzulhijah dan hendak berqurban, maka janganlah ia mencukur rambut dan jangan menggunting kukunya” (hadits Sahih Muslim).
    Demikian pula sabda Rasulullah ﷺ , “Lebaran adalah pada saat kalian berlebaran dan berkurban adalah pada saat kalian berqurban”. (terke,ajam hadits sahih riwayat Tirmidzi).
    “Kedua hadits tersebut berlaku bagi setiap negeri muslim, bukan hanya untuk Saudi Arabia saja,” ujar dia. “Dengan demikian, maka pelaksanaan puasa Arafah dan Idul Adha mengikuti penanggalan dan hasil rukyat negeri masing-masing -Insya Allah- telah sah memenuhi kriteria ijtihadiyah-ilmiyah menurut syariat Islam. Wallahu ‘Alam bishawab,” imbuhnya.*

    Jumlah Pembaca: 231

    #INI Adha Alasanya Harus Idul Ikut Saudi tidak
    Share. Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link

    Berita Terkait

    Dai Belanda Dicopot jadi Imam setelah Bertemu Presiden ‘Israel’

    13 Juli 2025

    Mod HDMI ini memungkinkan Anda memainkan Nintendo Switch Lite di layar lebar

    13 Juli 2025

    Dai Eropa yang Diundang ke ‘Israel’ ternyata Pendukung Penjajah dan Sekularisme

    12 Juli 2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    banner 300250
    banner 300250
    banner 250250
    Search
    BERITA POPULER

    Bupati Malang Hadiri Kanjuruhan Street Race Edisi 13

    30 Maret 20241

    Ironi Psywar: Arema FC yang Dulu Dilecehkan, Kini Justru Menendang PSS Sleman

    24 Mei 20252

    10 Aplikasi Musik Tanpa Iklan Terbaik, Diunduh Jutaan Pengguna!

    25 April 2024149

    Pantun Pj. Walikota Malang Bikin Suasana Meriah di Acara Malang Raya Shopping Adventure 2024

    1 April 20242
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    • DISCLAIMER
    • INDEX BERITA
    • PEDOMAN MEDIA SIBER
    • REDAKSI
    © 2016 Infomalangraya. Designed by Mohenk.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.