Ikuti Kurikulum China, Muslim Tak Boleh Sembarangan Shalat di Masjid  Id Kah

InfoMalangRaya.com—“Maaf, Anda tidak bisa shalat sekarang. Kalau mau menunggu sampai jam 3 sore, akan ada imam yang memimpin shalat,” demikian seorang petugas kepada jurnalis surat kabar Arab Saudi Okaz Ali Mohammed Alghandi yang hendak menunaikan shalat sunnah dan tahiyatul masjid di Masjid Id Kah di Kashgar, di wilayah otonomi Xinjiang.
Penulis yang berdiri di samping Ali awalnya tertegun mendengar jawabannya, namun mencoba berpikir positif karena padatnya jadwal tur serta minimnya waktu rombongan media untuk berpindah ke destinasi lain di sekitar kota kuno yang terletak di barat laut China belakangan ini.
Begitu petugas itu pergi, Ali menatap tajam dengan menunjuk dua jarinya sambil berkata; “Tidak lama (sholat), kurang dari dua menit.”
Namun, beberapa praktisi media Muslim yang mengunjungi masjid berusia hampir 700 tahun itu akhirnya berkesempatan untuk shalat Dzuhur bersama jamaah setempat, demikian dikutip Afdah Mujab, dari Sinar Harian.
Perempuan dan pengunjung tidak diperbolehkan untuk shalat atau melakukan kegiatan keagamaan apa pun di masjid yang kini menjadi bagian dari ikon pariwisata Kashgar.
Berdasarkan pengamatan, rata-rata jamaah yang memenuhi baris pertama dan sebagian baris kedua adalah orang-orang tua, tidak terlihat anak muda dan anak-anak.
Penulis yang berada di masjid bersamaan dengan tim “Perjalanan Menuju Zona Inti Jalur Ekonomi Jalur Sutra” yang diselenggarakan oleh Kantor Penerangan Majelis Nasional Tiongkok, tak mau berasumsi apa pun karena delegasi media yang diundang ke masjid tersebut di hari kerja.
Sebelumnya, Imam Mamat Juma mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, jumlah jamaah di masjid yang dibangun pada era Dinasti Ming itu menurun drastis karena padatnya jam kerja.
Mamat menolak asumsi dan laporan media Barat bahwa masjid-masjid dihancurkan dan umat Islam di Xinjiang ditindas atau kebebasan beragama mereka dibatasi. “Di masjid ini siapa saja boleh shalat lima waktu, apalagi shalat Jumat,” ujarnya.
Ia menampik laporan masjid ini dihancurkan rezim China, namun ini membela dengan mengatakan tempat ibadah ini dalam proses perbaikan untuk menggantikan bangunan yang rusak, kata putra imam Juma Tahir yang terbunuh pada Juli 2014.
Juma diserang oleh tiga pria yang diyakini merupakan faksi ekstremis di luar Masjid Id Kah setelah beberapa kali menyelesaikan shalat Subuh mengutuk ekstremisme dan kejahatan kekerasan di Xinjiang.  Sebaliknya, mereka yang tidak terafiliasi dengan Juma mengaku sebagai pejabat yang ditunjuk pemerintah China.
Ikuti Kurikulum China
Mamat menceritakan bahwa ia hanya mengajarkan fardu ‘ain dan fardu kifayah kepada individu yang berusia 18 tahun ke atas. Menurutnya, hal ini dikarenakan anak-anak Muslim di Kashgar terikat dengan silabus ata kurikulim yang disiapkan pemerintah China.
“Anak-anak kecil bersekolah dan mereka mengikuti kurikulum umum yang telah disiapkan pemerintah,” ujarnya. “Jadi di sini ilmu fardu ain dan fardu kifayah hanya diajarkan kepada individu yang berusia 18 tahun ke atas,” tambah dia.
“Dan tidak ada paksaan untuk mengikutinya,” kata Mamat.
 Masjid Id Kah atau Eidgah merupakan masjid terbesar di wilayah otonom Xinjiang dan dibangun oleh Saqsiz Mirza pada tahun 1442. Namun, bangunan lamanya telah ada sejak tahun 996 dan luasnya mencapai 16.800 meter persegi.
Masjid ini dapat menampung hingga sekitar 10.000 jamaah untuk shalat Jumat. Untuk ke sini, pengunjung dikenakan biaya masuk dan jam berkunjung ditutup setiap waktu shalat.
Masjid ini menjadi salah satu daya tarik ketika mengunjungi Kashgar.*/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *