Posisi seperti rukuk, sujud, dan duduk membantu memberikan istirahat pada jantung, bahkan sujud selama 20 detik melahirkan perubahan signifikan dalam aktivitas otak di wilayah prefrontal
InfoMalangRaya.com | SUJUD adalah posisi atau sikap unik dalam shalat wajib, yang harus dilakukan seorang Muslim setidaknya lima kali dalam sehari. Meskipun tujuan dasar shalat wajib bukanlah untuk berolahraga, namun para peneliti membuktikan ada banyak manfaat medis bagi tubuh manusia.
Sujud merupakan bagian dari doa harian umat Islam dan memiliki efek positif terhadap fungsi otak dan jantung. Ia bisa berfungsi mendinginkan otak, memberikan ketenangan, dan memiliki efek membumi.
Sujud adalah posisi tubuh yang membungkuk hormat atau tunduk sebagai suatu isyarat.
Agama-agama besar dunia menggunakan sujud sebagai tindakan penyerahan diri atau pemujaan kepada sosok yang lebih tinggi atau entitas yang disembah (yakni Tuhan atau para Dewa).
Dalam berbagai budaya dan tradisi, sujud juga digunakan untuk menunjukkan rasa hormat kepada penguasa, pejabat, atau orang yang lebih tua. Kowtow ala China atau proskynesis ala Persia Kuno adalah contohnya.
Sujud yang juga dikenal sebagai Idobale merupakan praktik di antara masyarakat Yoruba di Nigeria Barat. Budaya atau praktik ini menandakan rasa hormat atau penghormatan kepada otoritas yang lebih tinggi.
Sujud dalam Islam
Sujud merupakan bagian penting dari lima shalat wajib yang dilakukan setiap hari; hal ini dianggap wajib bagi setiap Muslim, baik shalat yang dilakukan sendiri maupun berjamaah.
Selain itu, surah ke-32 dalam Al-Qur’an berjudul “As-Sajdah”. Sujud disebut sekitar 90 kali dalam Kitab Suci Al-Qur’an.
Lazimnya, sujud dibedakan dari tindakan membungkuk atau berlutut yang lebih rendah, melibatkan bagian tubuh di atas lutut yang menyentuh tanah, terutama tangan.
Umat Islam berdoa 5 kali sehari, mereka menundukkan kepala ke tanah dalam sujud dan tunduk kepada satu-satunya entitas yang layak disembah, yakni Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam posisi ini, dahi, hidung, telapak tangan, lutut, dan jari kaki menyentuh tanah secara langsung, umat Islam berbisik tiga kali, “Subhaana Robbiyal A la Wabihamdih” (Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi, Memujilah aku kepadaNya).
Nabi, ﷺ menyebutkan dalam sebuah hadis yang dikumpulkan oleh Ibnu Majah bahwa shalat adalah obat bagi banyak penyakit.
Posisi sujud di mana dahi menyentuh tanah secara eksklusif dikaitkan dengan bentuk ibadah bagi orang beragama Islam. Sujud adalah puncak ibadah shalat seorang Muslim, dalam sebuah hadis posisi ini seorang Muslim paling dekat dengan Allah SWT.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya: “Momentum terdekat seorang hamba dan Tuhannya adalah ketika sujud. Oleh karena itu, perbanyaklah doa saat itu.” (HR Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i).
Aisyah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa “Rasulullah ﷺ biasa memanjangkan sujud sedemikian rupa sehingga seseorang dapat membaca lima puluh ayat (Al-Qur’an) sebelum mengangkat kepalanya.” (HR. Al-Bukhari).
Sujud dan kesehatan
Dr. Stephen Sinatra, ahli jantung, psikoterapis, dan spesialis nutrisi dan penuaan, telah melakukan banyak penelitian tentang efek positif groungding pada kesehatan Anda.
Menurutnya, bumi adalah planet yang memiliki listrik dan tubuh kita adalah makhluk bioelektrik. Saat kita bersentuhan secara fisik dengan Bumi, kita menyerap elektron dari permukaan Bumi yang membantu menetralkan radikal bebas bermuatan positif dalam tubuh kita yang merusak sel-sel kita.
Aktivitas radikal bebas yang merusak dalam tubuh telah dikaitkan dengan banyak penyakit dan percepatan penuaan. Groungding dapat mengurangi peradangan, nyeri, kecemasan, dan stres.
“Groungding dapat memulihkan dan menstabilkan sirkuit bioelektrik yang mengatur fisiologi dan organ Anda, menyelaraskan ritme biologis dasar Anda, meningkatkan mekanisme penyembuhan diri, mengurangi peradangan dan nyeri, serta meningkatkan kualitas tidur dan perasaan tenang Anda.”
Dr. Sinatra juga melakukan penelitian tentang efek groungding pada viskositas (ketebalan dan penggumpalan) darah. Penelitiannya menemukan bahwa groungding memiliki kemampuan yang sangat besar untuk mengencerkan darah, mengurangi penggumpalan sel darah, dan meningkatkan aliran darah, yang mengurangi risiko serangan jantung dan stroke.
Sementara Dr. Andrew Weil juga mengomentari manfaat kesehatan dari groungding. “Sejumlah penelitian kecil telah menemukan bahwa groungding tampaknya memberikan beberapa manfaat kesehatan umum, seperti tidur yang lebih baik, lebih sedikit rasa sakit, mengurangi stres dan ketegangan, dan fungsi kekebalan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan peserta penelitian yang tidak melakukan groungding,” ujarnya dikutip Saudi Gazette.
Earthing adalah teknik terapi dengan melakukan aktivitas yang membuat seseorang terhubung ke bumi. Groungding atau earthing adalah teknik terapi yang melibatkan aktivitas tertentu di ruang terbuka dinilai punya banyak manfaat untuk kesehatan karena terapi ini dipercaya bisa mengalirkan energi positif dari bumi, yang berdampak baik terhadap kesehatan fisik maupun mental.
Sujud meningkatkan gelombang alfa di otak
Ketika seseorang melakukan sujud, maka kecil kemungkinan tubuhnya akan mengalami gangguan seperti kejang otot, sakit leher, dll. karena dalam posisi ini tubuh menyentuh tanah yang akan melepaskan muatan elektrostatik.
Sekelompok peneliti dari Malaysia membantu menjawab pertanyaan ini dengan mempelajari bagaimana shalat Muslim memengaruhi gelombang alfa di otak, dan hasil penelitian mereka menunjukkan hubungan yang mendalam antara pikiran dan tubuh.
Sebuah tim dari Departemen Teknik Biomedis Universitas Malaya yang dipimpin oleh Dr Hazem Doufesh dkk (sekarang asisten profesor di Departemen Fisika di Fakultas Sains dan Teknologi /Universitas Al-Quds), mencoba mendeteksi aktivitas listrik di otak orang yang sedang sujud.
Bersama kawan-kawan satu tim; Dr Tarig Faisal (sekarang di Departemen Teknik Elektro, Sekolah Tinggi Teknologi, Abu Dhabi, UEA), Dr Kheng-Seang Lim (sekarang Guru Besar Neurologi di Fakultas Kedokteran, Universitas Malaya), dan Dr. Fatimah Ibrahim (Universitas Malaya), mereka meneliti 9 relawan.
Sembilan relawan Muslim ini diminta melakukan empat rakaat gerakan shalat Dhuha, lalu aktivitas mereka direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk mengukur aktivitas otak alfa di penempatan elektroda frontal (F3-F4), sentral (C3-C4), parietal (P3-P4), dan oksipital (O1-O2) menggunakan Sistem Internasional 10-20.
Uji analisis varians (ANOVA) mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam daya relatif alfa rata-rata (RP(α)) antara amplitudo alfa dalam shalat Dhuha dan kondisi diperankan di semua delapan posisi elektroda.
Namun, rerata RP(α) menunjukkan amplitudo alfa yang lebih tinggi selama posisi sujud pada shalat Dhuha dan kondisi yang bekerja pada daerah parietal dan oksipital dibandingkan dengan kondisi istirahat.
Penelitian yang telah dipublikasikan di jurnal Applied Psychophysiology and Biofeedback bulan Oktober 2011 ini menyimpulkan, bahwa aktivitas gelombang alfa yang jauh lebih tinggi tercatat selama posisi sujud.
Untuk mempelajari bagaimana postur yang berbeda ini dapat memengaruhi gelombang otak, peneliti memasang monitor EEG pada relawan di sekitar daerah frontal, sentral, temporal, parietal, dan oksipital dan meminta mereka untuk menyelesaikan serangkaian siklus shalat lengkap.
Para relawan menyelesaikan satu set shalat lengkap (terdiri dari beberapa siklus) yang mencakup postur tubuh dan doa secara lisan. Kemudian mereka menyelesaikan set lain dengan semua postur, tetapi tanpa doa lisan.
Para peneliti berhipotesis bahwa otak para relawan akan menunjukkan lonjakan aktivitas gelombang alfa selama fase shalat tertentu, karena penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara gelombang alfa – yang terkait dengan relaksasi – dan aktivitas keagamaan seperti sholat atau meditasi.
Dan memang, mereka menemukan peningkatan signifikan dalam aktivitas alfa di korteks parietal dan oksipital relawan (daerah di dekat bagian atas dan belakang otak) – tetapi, yang mengejutkan, hanya selama fase sujud dalam shalat.
Sebaliknya, tingkat gelombang alfa tidak jauh berbeda antara keadaan istirahat dan shalat dalam posisi berdiri, membungkuk, atau berlutut. Temuan menunjukkan adanya peningkatan aktivitas alfa selama sujud baik mereka benar-benar mengucapkan doa yang tepat atau tidak.
Secara ilmiah, sujud memiliki efek positif pada sistem pernapasan, peredaran darah, dan sistem saraf. Seluruh berat badan, yaitu dada, punggung, leher, perut, ditopang oleh otot-otot tangan, kaki, dan jari kaki.
Sebuah penelitian lain menunjukkan, sujud selama 20 detik menghadap kiblat akan menunjukkan sebuah perubahan signifikan dalam aktivitas otak di wilayah prefrontal.
Temuan lain juga menunjukkan, sujud memiliki efek berlawanan pada jenis kelamin yang berbeda. Pada jenis kelamin wanita, pita kekuatan, terutama γ dan β osilasi dan kompleksitas sinyal menurun, terutama dalam perekaman mata terbuka.
Sedangkan efek sujud menunjukkan peningkatan kekuatan absolut β atau γ pita frekuensi EEG pada pria.
Jenis kelamin menunjukkan perbedaan dasar yang signifikan dalam fitur linear dan non-linear aktivitas otak di daerah prefrontal setelah sujud.
Keistimewaan shalat (termasuk rahasia sujud) juga menarik minat sekelompok peneliti Universiti Malaya (UM) setelah menerima tantangan Tun Abdullah Ahmad Badawi saat menjabat perdana menteri kala itu.
Sebuah penelitian tentang gerakan sholat dilaksanakan oleh Departemen Teknik Biomedik Fakultas Teknik Universiti Malaya (UM) dipimpin Prof. Rekan Dr. Fatimah Ibrahim dan Prof. Dr. Wan Abu Bakar Wan Abas dan Ng Siew Cheok melalui pendanaan dari Departemen Perdana Menteri (JPM).
Penelitian kala itu dilakukan bertujuan untuk mempelajari pengaruhnya terhadap hal-hal seperti komposisi tubuh dan kandungan kolesterol dalam tubuh, jantung dan sistem kardiovaskular, gelombang otak saat berdoa, kekuatan otot-otot tubuh manusia, sakit punggung pada orang dewasa serta kesehatan dan energi batin pria.
“Pengukuran parameter ini sangat penting dalam menentukan tingkat metabolisme, kebugaran dan kesehatan seorang individu,” ujarnya yang melakukan penelitian tentang komposisi tubuh.
Kajian komposisi tubuh terbagi menjadi dua, yaitu manfaat shalat dzuhur dan shalat Tarawikh terhadap komposisi tubuh.
Dr. Fatimah mengatakan, gerakan shalat yang terdiri dari berdiri tegak, rukuk, duduk, dan sujud secara teratur dan berulang-ulang dapat diibaratkan seperti olah raga ringan.
“Kami melakukan studi komposisi tubuh pada seseorang yang shalat Dzuhur berjamaah dengan 47 peserta berusia 18 hingga 28 tahun,” ujarnya.
Pengukuran bioimpedance analysis (BIA) (metode yang digunakan untuk mengukur komposisi tubuh) dilakukan sebelum dan sesudah shalat Dzuhur berjamaah.
Namun lima kebiasaan umum peserta yang patut diperhatikan antara lain amalan shalat yang sempurna, tingkat pemahaman bacaan, shalat berjamaah atau sendiri, posisi tulang belakang saat rukuk dan kondisi jari-jari kaki saat sujud, duduk di antara dua sujud dan Tahiyat terakhir.
Dr. Fatimah mengatakan, hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang mengamalkan shalat dengan sempurna memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak melakukannya dengan sempurna.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa shalat lima waktu sehari semalam selain ibadah dapat mengurangi lemak dalam tubuh.
“Ketika gumpalan lemak di tubuh berkurang, jaringan otot baru bertambah, mengisi ruang, imemperlambat proses penuaan dan jaringan kendur,” ujarnya.
Selain itu, kebiasaan mempraktekkan posisi tulang belakang lurus horizontal sambil ruku’ memperlambat proses penuaan, jaringan menjadi lebih aktif, proses keseimbangan air dalam tubuh menjadi lebih baik dan fungsi ginjal membaik.
Sedangkan bagi jantung dan sistem kardiovaskular sangat penting bagi kesehatan manusia dan dipengaruhi oleh elastisitas arteri. Jika elastisitas pembuluh darah arteri, terutama jantung, berkurang maka dapat menyebabkan arteriosklerosis koroner.
Komponen sholat, kata Dr. Fatimah, tidak hanya membacakan Surah al-Quran saja namun juga gerakan tubuh penting lain; seperti berdiri, ruku’, sujud dan duduk tahiyat.
“Penelitian menunjukkan bahwa posisi seperti rukuk, sujud, dan duduk membantu memberikan istirahat pada jantung.
Riset menemukan, ahli medis menyarankan kita untuk memperpanjang durasi posisi sujud karena posisi ini menghasilkan detak jantung paling rendah, ujarnya.
Ng Siew Chok yang melakukan penelitian tentang otak dalam doa (sholat) mengatakan bahwa setiap gerakan manusia menghasilkan pola gelombang otak yang spesifik dan unik. Gelombang otak yang dihasilkan selama pergerakan antara lain gelombang alfa, beta, dan gamma.
Kajian dilakukan terhadap gelombang otak yang dihasilkan saat shalat pada setiap posisi seperti rukuk, sujud, iktidal dan duduk saat tahiyat.
“Doa (sholat) yang baik pada umumnya meliputi pembacaan dan pemahaman ayat suci Al-Qur’an, doa dan gerakan-gerakan yang mirip dengan meditasi.”
“Saat shalat, berhenti sejenak sebelum berganti posisi atau tumakninah bisa dikatakan tenteram,” ujarnya.
Dalam penelitian ini, sinyal otak subjek Muslim saat sholat dicatat dan dianalisis, dimana dua penelitian dilakukan yaitu melihat perubahan sinyal otak saat tumakninah dan pengaruh shalat terhadap sinyal otak.
Hasilnya, kata Siew Cheok, ditemukan bahwa doa (sholat) menciptakan keadaan tenang pada otak manusia dan berdoa sangat baik dalam menjaga tingkat kestabilan mental dan emosional seseorang.
Penelitian juga menunjukkan bahwa doa (sholat) dapat meningkatkan konsentrasi dan daya ingat. Jadi doa (sholat) bisa mempersiapkan otak agar lebih siap menghadapi tugas yang lebih menantang.
“Dan biasanya setelah shalat, seseorang akan lebih sigap dalam menyikapi rangsangan apa pun,” ujarnya.
Gerakan shalat yang dimaksud penelitian ini meliputi berdiri tegak, ruku’, sujud dan duduk yang melibatkan gerakan seluruh otot tubuh.*