Pemerintah India berencana mempercepat pengembangan energi nuklir nasional dengan memangkas waktu pembangunan proyek, memperkuat pasokan bahan bakar uranium jangka panjang, serta memperluas kapasitas pemrosesan ulang bahan bakar bekas.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar India untuk meningkatkan kapasitas tenaga nuklir hingga 100 gigawatt (GW) pada tahun 2047, naik signifikan dari 8,88 GW saat ini.
Rencana tersebut diungkapkan dalam laporan panel yang dibentuk oleh Kementerian Energi (Ministry of Power) India. Dikutip dari laporan Reuters, panel tersebut menekankan waktu rata-rata pembangunan reaktor nuklir dari tahap persetujuan lokasi hingga operasional yang saat ini memakan waktu 11 hingga 12 tahun, sehingga harus dipangkas secara signifikan.
Selain percepatan proyek, India juga akan memanfaatkan lokasi pembangkit listrik tenaga termal yang sudah tidak aktif untuk dikonversi menjadi fasilitas energi nuklir baru.
- Inggris dan AS Bakal Tandatangani Pakta Kerja Sama Energi Nuklir
- ESDM Sebut Aturan Pembentukan Badan Energi Nuklir Masuk Tahap Harmonisasi
- Indonesia Berencana Bangun 7 Gigawatt Pembangkit Nuklir hingga 2040
Tingkatkan Produksi Uranium
Pemerintah diminta untuk meningkatkan produksi uranium dalam negeri, mengakuisisi tambang di luar negeri, dan membuka peluang bagi perusahaan swasta untuk terlibat dalam pengadaan uranium serta fabrikasi bahan bakar.
Panel juga merekomendasikan agar India menimbun bahan bakar nuklir untuk kebutuhan operasional reaktor hingga 60 tahun masa pakai.
Selanjutnya dalam hal pemrosesan ulang bahan bakar bekas, panel menilai proses tersebut harus tetap dikendalikan oleh lembaga pemerintah untuk menjamin keamanan dan kepatuhan terhadap standar yang ada.
Meski India berencana tetap mengandalkan desain reaktor buatan dalam negeri untuk sebagian besar pembangkit baru, komite mendorong penggunaan reaktor generasi baru dari luar negerigenerasi baru dan lebih canggih.
Selain itu, panel mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang skema asuransi nuklir nasional, dengan menetapkan cakupan senilai 15 miliar rupee (sekitar Rp 2,8 triliun) per insiden per operator, menggantikan batas tanggung jawab tahunan total yang berlaku saat ini.
India juga tengah melonggarkan aturan yang selama ini membatasi partisipasi swasta dalam sektor nuklir, termasuk menghapus monopoli negara dan merevisi ketentuan tanggung jawab hukum yang dinilai terlalu ketat.