Surabaya (IMR) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur secara resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg yang kini marak digunakan dalam berbagai kegiatan di masyarakat. Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg, tersebut diumumkan melalui unggahan akun Instagram resmi MUI Jatim, Senin (14/7/2025).
Sound horeg merupakan sistem audio bervolume tinggi yang menonjolkan frekuensi rendah atau bass yang kuat, hingga membuat getaran pada lingkungan sekitar. Istilah “horeg” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti bergetar atau bergerak. Secara harfiah berarti “suara yang membuat bergetar”.
Di mana aktivitas tersebut dianggap tidak hanya melanggar norma sosial dan agama, tetapi juga mengancam ketertiban umum dan ketentraman warga.
“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar (tertera dalam konsideran) sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, dan atau merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain, memutar musik diiringi joget pria wanita dengan membuka aurat dan kemunkaran lain, baik dilokalisir pada tempat tertentu maupun dibawa berkeliling pemukiman warga hukumnya haram,” isi fatwa tersebut.
Poin-poin Penting yang disebutkan dalam Fatwa MUI Jatim tentang Sound Horeg
1. Haram
Sound horeg dinyatakan haram jika digunakan secara berlebihan, mengganggu lingkungan, merusak fasilitas umum, serta memicu kemaksiatan seperti joget campur antara pria dan wanita yang membuka aurat.
2. Boleh
MUI Jatim juga menjelaskan bahwa penggunaan sound horeg dengan intensitas suara secara wajar untuk berbagai kegiatan positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian, shalawatan dan lain-lain, serta steril dari hal-hal yang diharamkan hukumnya boleh.
3. Wajib Ganti Rugi
“Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian,” tulis MUI Jatim dalam unggahan tersebut.
4. Kebebasan Berekspresi dengan Batasan
Teknologi audio boleh dimanfaatkan untuk kegiatan sosial-budaya selama tidak melanggar perundang-undangan dan tidak melampaui hak orang lain.
Dalam penjelasan tambahan, MUI Jatim menekankan pentingnya menjaga hak masyarakat untuk hidup tenang dan sehat. Volume suara yang melebihi ambang batas desibel normal tidak hanya berisiko terhadap kesehatan pendengaran, tetapi juga dapat merusak fasilitas umum maupun pribadi seperti yang selama ini viral di media sosial.
Fatwa yang dikeluarkan MUI Jatim ini pun mendapatkan banyak respon positif dari warganet.
“Alhamdulillah kami mendukung MUI Jatim, bukan hanya mengganggu telinga, kadang ada kaca rumah pecah ketika mereka lewat, tpi gk mau tanggung jawab, kadang malah merusak fasilitas umum supaya mobil horegnya masuk ke jalan yg sempit,” ujar (et) dai***. (fyi/kun)