InfoMalangRaya.com— Beberapa hari terakhir banyak warga Mesir sibuk memantau media sosial terkait beredarnya video pengerahan kendaraan militer Mesir di Sinai Utara, dekat perbatasan Rafah dengan Jalur Gaza, menimbulkan banyak pertanyaan.
Pengerahan kendaraan militer yang bertepatan dengan eskalasi atas pernyataan Presiden Donald Trump tentang pemindahan penduduk Jalur Gaza, menyebabkan beberapa pengamat di ‘Israel’ khawatir dan cemas.
Pakar militer dan strategis Mesir, Mayor Staf Umum Mohamed Refaat Gad, menjelaskan bahwa Mesir memperkuat pasukan dan langkah-langkah keamanannya di perbatasan, sejalan dengan persyaratan keamanan nasional dan ukuran ancaman yang ada.
Dia juga menunjukkan bahwa bala bantuan keamanan Mesir telah dilakukan secara berkala sejak awal Genosida ‘Israel’ di Jalur Gaza pada Oktober 2023.
“Mesir mengambil tingkat keamanan tertinggi di perbatasannya dan mengintensifkan pengintaian dan pemantauan situasi keamanan yang cermat dan berkelanjutan,” katanya.
Selain itu, ia menekankan bahwa gerakan militer di Sinai dianggap sebagai hak berdaulat dan sah negara Mesir dalam kerangka menjaga stabilitas internal dan keamanannya di Sinai atau menjaga ketertiban umum.
Tetapi dia mengatakan langkah-langkah itu bisa mengganggu dari perspektif ‘Israel’ jika mereka melampaui aturan yang ditetapkan oleh perjanjian damai atau jika mereka menimbulkan keraguan tentang niat militer Mesir.
Mantan jenderal militer Mesir dan pemikir strategis Samir Farag mengaitkan pengerahan kendaraan militer ini dengan sikapPresiden Al-Sisi dalam posisi tegasnya menolak pengungsian warga Palestina, yang digagas Donald Trump.
Ia menekankan peran kuat Kementerian Luar Negeri dalam mengkomunikasikan posisi tegas Mesir tentang masalah Palestina.
Dikutip Russian Times (RT) edisi Bahasa Arab, Farag menunjukkan bahwa ada tuntutan public untuk agar Presiden al-Sisi tidak menghadiri undangan Trump ke Amerika Serikat, guna mempresentasikan dan menunjukkan pada dunia terkait posisi Mesir yang tidak berubah terhadap perjuangan Palestina.
“Tentara ‘Israel’ tidak siap untuk berperang melawan tentara kami, tidak dapat masuk ke dalam perang dua tahun lalu, kami adalah salah satu negara paling kuat di dunia, tentara kami siap, setiap minggu dalam aktivitas, dan angkatan bersenjata sepenuhnya siap,” ujarnya hari Rabu (12/2/2025).
Sementara itu, Mantan Wakil Duta Besar ‘Israel’ untuk Mesir Ruth Wasserman Landa memperingatkan tentang runtuhnya hubungan dengan Mesir.
“Saya tidak berpikir ada alasan untuk membatalkan perjanjian damai secara drastis, meskipun saya pikir perkembangan terakhir benar-benar dramatis dan tidak dapat diremehkan sama sekali,” kata Landa saat diwawancarai jurnalis ‘Israel’, Gadi Ness di Radio 104.5 FM.
“Namun saya sarankan untuk mencoba melihatnya secara rasional, karena kita tahu bahwa alasan perang terdiri dari dua komponen utama: yang pertama adalah kemampuan, dan komponen kedua adalah kemauan untuk berperang. Sangat disayangkan bahwa Mesir memiliki kemampuan hebat dan tingkat kesiapan tempur yang tinggi yang membutuhkan penjelasan,” ujar dia.
“Dari sudut pandang yang sama sekali tidak tersirat, skenario acuan yang menjadi sasaran latihan Mesir adalah ‘Israel’. Dalam hal kemampuan, mereka menempatkan pasukan di Semenanjung Sinai dan memiliki bala bantuan tingkat tinggi, yang menurut saya sangat mengkhawatirkan,” tambahnya.
Ia melanjutkan penumpukan dan penguatan militer Mesir di Smenanjung Sinai dinilai sangat nyata, yang bukan masalah sederhana dan memerlukan penjelasan.
Ia menambahkan, sejak 7 Oktober 2023, Mesir telah berada di level tertinggi dan mengekspresikan dirinya dengan kuat, yang berarti tidak menyisakan ruang untuk keraguan tentang ketakutannya terhadap kerusuhan dan “pemindahan warga Palestina ke tanahnya, yang dianggapnya sebagai dalih untuk perang.”
Kementerian Luar Negeri Mesir telah memperingatkan untuk pertama kalinya dalam sebuah pernyataan resmi mengenai bahaya visi Amerika untuk menghilangkan perjuangan Palestina dan mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza yang akan mengancam perdamaian di kawasan tersebut.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Mesir menekankan bahwa “setiap visi untuk menyelesaikan masalah Palestina harus mempertimbangkan upaya menghindari membahayakan pencapaian perdamaian di kawasan tersebut, sejalan dengan upaya untuk membendung dan menangani penyebab dan akar konflik.”
Pejabat militer dan politik ‘Israel’ lain membunyikan “peringatan keras” atas apa yang mereka gambarkan sebagai ‘pengerahan’ militer Mesir di Semenanjung Sinai, menyerukan kehati-hatian dan peringatan terhadap potensi konfrontasi ‘Israel’ dengan Mesir di masa mendatang.
Menurut The New Arab, Mesir juga khawatir tentang tentara ‘Israel’ yang menurut seruan oleh sayap kanan ‘Israel’ untuk memindahkan penduduk Gaza yang berjumlah lebih dari 2,3 juta jiwa ke Sinai, sebuah prospek yang, menurut Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi pada Oktober 2023, akan mengancam hubungan Mesir-’Israel’.
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump telah mengancam akan memotong bantuan AS ke Mesir dan Yordania jika mereka menolak menerima warga Palestina. Berbicara di Gedung Putih, Trump juga memperingatkan bahwa dia akan membatalkan gencatan senjata di Gaza kecuali Hamas membebaskan semua sandera ‘Israel’ pada hari Sabtu ini.
Donald Trump juga mengatakan pada hari Ahad bahwa dia berkomitmen untuk “membeli dan memiliki Gaza”, tetapi dapat mengizinkan bagian dari tanah itu dibangun kembali oleh negara-negara lain di Timur Tengah.
Donald Trump juga sempat mengancam akan memotong bantuan ke Mesir dan Yordania jika mereka tidak menerima pengungsi Palestina berdasarkan rencananya untuk menggusur penduduk Jalur Gaza.
Pinjaman IMF ke Mesir
Penasihat di Sekolah Tinggi Komandan dan Staf Mesir mengatakan bahwa kemungkinan Donald Trump akan memainkan kartu IMF dan pinjaman yang diberikan kepada Mesir untuk menekan dan membatasi Kairo.
Donald Trump akan memainkan “kartu ekonomi” dengan kuat, tetapi soliditas dan kohesi rakyat Mesir dan menunjukkan logam sejati kepada Mesir akan menggagalkan skema ini.
Bagaimanapun, Rencana Trump telah menuai kecaman global, dengan para pemimpin regional dan dunia mengatakan langkah seperti itu akan mengancam stabilitas regional.*