Wali Kota Palembang Tangani Jalan Berlubang di Parameswara
Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, segera menanggapi keluhan warga terkait kondisi jalan Parameswara yang berlubang dan membahayakan pengendara. Banyak laporan dari masyarakat menyebutkan bahwa jalan tersebut sering kali menjadi tempat kecelakaan, khususnya bagi pengendara motor yang terjatuh akibat lubang dalam.
Perbaikan darurat telah dilakukan oleh pihak terkait, dan Ratu Dewa mengumumkan melalui akun Instagram bahwa jalan yang sebelumnya berbahaya kini sudah diperbaiki. Meski demikian, perbaikan permanen masih dalam proses koordinasi dengan Dinas PUPR Palembang dan Balai Jalan Nasional. Hal ini dilakukan karena saat hujan, lubang-lubang tersebut tergenang dan sulit terlihat oleh pengendara.
“Alhamdulillah semalam sudah dilakukan perbaikan jalan berlobang di daerah jalan Parameswara yang kemarin sempat terjadi kecelakaan. Banyak laporan dari medsos terkait di daerah sini jalan yang berlobang cukup dalam, kalo hujan tergenang dan tidak terlihat oleh pengendara,” tulis Ratu Dewa dalam postingannya.
Sementara itu, masalah serupa juga terjadi di wilayah Dempo. Proyek Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di Jalan Dempo II RT 19 RW 04, Kelurahan 20 Ilir II, Kecamatan Kemuning, Palembang, kembali menimbulkan keluhan dari warga sekitar. Pada Senin (20/10/2025), suara dentuman keras terdengar dari lokasi proyek, yang diduga disebabkan oleh tanah timbunan yang turun di sekitar galian proyek IPAL.
Proyek yang merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Australia ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sanitasi dan air di Kota Palembang. Namun, proses pembangunan yang berjalan di tanah rawa-rawa ini ternyata menimbulkan sejumlah masalah teknis dan kekhawatiran bagi warga setempat.
Koko, salah satu warga yang rumahnya terletak tepat di depan proyek IPAL, mengungkapkan bahwa suara dentuman keras tersebut disebabkan oleh pasir timbunan yang digunakan untuk menutup bekas galian yang dalam. “Kemarin ada suara dentuman keras di depan rumah saya, karena tanah timbunan turun jauh,” ujar Koko, yang khawatir akan keselamatan dan kestabilan tanah di sekitar proyek.
Menurutnya, tanah di lokasi proyek bukanlah tanah asli, melainkan tanah timbunan yang labil dan mudah longsor. Koko menilai bahwa penimbunan yang dilakukan dengan pasir urug tidak tepat untuk kondisi tanah tersebut. Seharusnya, tanah timbunan perlu dicampur dengan pasir urug agar lebih padat dan stabil.
“Tanahnya labil, mudah longsor. Seharusnya mereka harus tahu kultur tanah awal,” tambah Koko.
Masalah lain yang dikeluhkan warga adalah kurangnya pengawasan dari pihak terkait selama proses pembangunan. Warga mengaku sering kali melihat pekerjaan yang sudah dilakukan terpaksa dibongkar lagi dan dikerjakan ulang. Hal ini menambah kekhawatiran warga mengenai kualitas proyek dan dampaknya terhadap lingkungan sekitar.
“Kerjanya berulang-ulang, dan tidak ada satu pun pengawas yang memantau di sini. Begitu pekerjaan salah, dibongkar lagi,” ujar Koko. Dia berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan masalah ini agar tidak menambah beban masyarakat yang sudah lama merasakan dampak dari proyek ini.







