Surabaya (IMR) – Perekonomian Jawa Timur menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah perlambatan ekonomi global. Hal ini terungkap dalam perhelatan The 12th East Java Economic (Ejavec) 2025 yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw) Bank Indonesia Jatim bersama Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga serta Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jatim di Hotel Ciputra, Surabaya.
Tahun ini para akademisi telah menetapkan fokus penelitian “East Java Economic (EJAVEC) Forum 2025” pada penguatan transformasi ekonomi nasional untuk stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan menghimpun masukan, pemikiran, dan solusi inovatif bagi penguatan ekonomi Jawa Timur.
Deputi Kepala BI Jatim Muhammad Noor Nugroho, menjelaskan bahwa pasca kenaikan tarif lokal di Amerika Serikat, ekonomi global diperkirakan melambat, khususnya di AS dan Tiongkok. Kondisi ini menyebabkan pergeseran aliran modal yang mendorong pelemahan dolar AS. Di tengah dinamika tersebut, ekonomi Indonesia tumbuh cukup kuat, mencapai 5,12% secara tahunan pada triwulan II 2025, ditopang oleh kenaikan investasi dan ekspor.
Perekonomian Jawa Timur tercatat tumbuh 5,23% pada triwulan II 2025, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional dan tertinggi di Pulau Jawa. Pertumbuhan ini didorong oleh akselerasi kinerja investasi dan ekspor, yang berimplikasi pada peningkatan lapangan usaha di sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan. Inflasi Jawa Timur juga tetap terkendali di angka 2,21% per Juli 2025, sejalan dengan sasaran nasional.
“Jawa Timur memiliki pondasi kuat sebagai kontributor utama industri pengolahan dan pertanian di Indonesia,” ujar M. Noor Nugroho. Posisi strategisnya sebagai ‘center of gravity’ untuk Indonesia Timur, didukung oleh infrastruktur memadai seperti Pelabuhan Tanjung Perak dan kawasan industri, menjadi modal utama. Sektor pertanian yang kuat, dengan pemanfaatan lahan yang optimal dan tersedianya alat-alat modern, juga membuka ruang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi.
Acara Ejavec 2025 mengusung tema ‘Meningkatkan Produktivitas, Inovasi, dan Kapasitas Ekonomi Jawa Timur di Tengah Berbagai Tantangan Global’. Tema ini didasari pada komitmen BI untuk merumuskan strategi kebijakan yang mendorong ketahanan ekonomi. Antusiasme tinggi terlihat dari 376 paper yang masuk, meningkat 230% dari tahun sebelumnya. Penelitian ini mencakup strategi peningkatan produktivitas di sektor industri, pertanian, UMKM, pariwisata, serta ketahanan pangan dan stabilitas harga.
Sektor Manufaktur dan Kebutuhan Transformasi Ekonomi
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak, mengapresiasi forum Ejavec sebagai wadah bagi para pakar untuk menyumbangkan pemikiran. Ia menyoroti kontribusi ekonomi Jawa Timur yang mencapai seperempat dari total perekonomian di Indonesia. Namun, ia juga memberikan catatan penting terkait dinamika ekonomi.
Emil menggarisbawahi pentingnya melihat tren ekonomi secara rasional. Ia tidak menampik kemungkinan adanya percepatan produksi di beberapa pabrik untuk mengantisipasi kebijakan global, yang bisa saja memengaruhi pola pertumbuhan di kuartal berikutnya. Data pertumbuhan sektor di Jawa Timur menunjukkan kontribusi signifikan dari akomodasi, makanan minuman (8,38%), transportasi, dan pergudangan (9,76%), menandakan sektor jasa masih bergeliat.
Tantangan terbesar yang dihadapi, menurut Emil, adalah spesialisasi perekonomian. Meskipun industri pengolahan menyumbang 30% dari tenaga kerja, kontribusinya terhadap perekonomian hanya sekitar 11-12%. Sementara itu, sektor pertanian yang memiliki banyak tenaga kerja, menghadapi tantangan keterbatasan lahan dan potensi kemiskinan.
Emil juga menyoroti potensi penurunan kontribusi industri tembakau, yang selama ini menjadi primadona kedua setelah makanan dan minuman. Ia menyebut beberapa sektor lain yang berpotensi naik, seperti industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, serta industri padat karya seperti alas kaki dan tekstil, terutama di area yang terhubung oleh jalan tol.
Strategi “Gerbang Baru Nusantara” dan Daya Saing Jangka Panjang
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memetakan strategi yang disebut “Gerbang Baru Nusantara.” Strategi ini bertujuan memperbarui proposisi nilai Jawa Timur sebagai orkestrator nilai tambah. “Kita tidak bisa lagi mengandalkan daerah luar mengirim barang mentah ke Jawa Timur lalu kita mengolahnya,” jelas Emil.
Sebaliknya, Jawa Timur harus lebih aktif menjalin kerja sama investasi dengan provinsi lain di Indonesia, memperkuat rantai pasok, dan melakukan hilirisasi produk-produk yang ada. Salah satu contoh yang diberikan adalah diversifikasi produk getah pinus menjadi produk turunan lain.
Emil juga menekankan pentingnya konektivitas ekonomi dan infrastruktur. Ia mencontohkan inisiatif peningkatan kapasitas penyeberangan di Ketapang-Gilimanuk, yang diharapkan dapat mengatasi antrean truk dan melancarkan arus logistik. “Konektivitas ini yang harus kita perkuat,” tegasnya.
Tantangan ekonomi lain yang diidentifikasi adalah disrupsi digital yang mengubah pola belanja masyarakat, seperti belanja daring dan penggunaan kupon diskon. Perubahan ini menuntut pelaku usaha, termasuk properti dan ritel, untuk beradaptasi dengan cepat. “Pemerintah harus tetap berikhtiar maksimal,” pungkas Emil.[rea]