Penghargaan Jenderal Kehormatan untuk Lima Purnawirawan TNI
Presiden Prabowo Subianto memberikan penghargaan jenderal kehormatan kepada lima purnawirawan TNI. Penganugerahan ini dilakukan dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer yang digelar di Lapangan Suparlan Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung, Jawa Barat, pada Minggu, 10 Agustus 2025 pagi. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi para purnawirawan dalam menjaga keamanan dan kedaulatan bangsa.
Dari lima purnawirawan yang menerima anugerah jenderal kehormatan bintang empat, tiga di antaranya adalah Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Kepala BIN Letjen TNI (Purn) M Herindra, dan mendiang eks Gubernur DKI Letjen KKO (Purn) Ali Sadikin. Berikut adalah profil singkat dari ketiga tokoh tersebut:
1. Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin
Sjafrie Sjamsoeddin adalah seorang purnawirawan TNI dengan pangkat Letnan Jenderal. Ia berdinas di TNI sejak tahun 1974 hingga 2010. Selama masa dinasnya, ia pernah bertugas di satuan Infanteri dan Kopassus serta terlibat dalam beberapa operasi besar. Sjafrie juga memiliki hubungan dekat dengan Presiden Prabowo sejak keduanya menjadi taruna Akabri Darat.
Karier Sjafrie di TNI sangat panjang, termasuk menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jakarta Raya, Panglima Kodam Jaya, Kepala Pusat Penerangan TNI, dan Sekretaris Jenderal Kemehamn. Ia juga pernah menjadi Komandan Paspampres pada masa Presiden Soeharto. Sebagai Menteri Pertahanan, Sjafrie telah menunjukkan dedikasi tinggi dalam menjalankan tugasnya.
Presiden Prabowo mengumumkan Kabinet Merah Putih yang terdiri dari 48 menteri, salah satunya adalah Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menteri Pertahanan. Ia sebelumnya pernah menjabat sebagai Asisten Khusus Menteri Pertahanan di bawah Prabowo. Pada 21 Oktober 2024, Prabowo melantik menteri-menteri baru ini.
2. Kepala BIN Letjen TNI (Purn) M Herindra
Letjen TNI (Purn) M Herindra menjadi Kepala Badan Intelijen Negara atau Kepala BIN setelah menggantikan Budi Gunawan pada Oktober 2024 lalu. Lahir di Magelang pada 30 November 1964, Herindra lulusan Akademi Militer 1987 dan pernah menjabat sebagai Wamenhan di bawah Prabowo.
Herindra memiliki pengalaman luas di bidang infanteri dan pernah menjabat sebagai Kepala Staf Umum TNI. Karier militer Herindra cukup panjang di Kopassus, termasuk menjabat sebagai Komandan Satuan Penanggulangan Teror, Wakil Komandan Resimen Taruna Akmil, dan Kasdam III/Siliwangi. Ia juga pernah menjabat sebagai Wadanjen Kopassus dan Danrem 101/Antasari.
Pada 2015, Herindra menjabat sebagai Danjen Kopassus hingga 2016. Setelah itu, ia dipromosikan sebagai Pangdam III/Siliwangi (2016-2017). Ia kemudian bertugas di Mabes TNI sebagai Pa Sahli Tk. III Bid. Hubint Panglima TNI (2017-2018) dan Irjen Mabes TNI (2018-2020). Pada 2020, ia menjabat sebagai Kasum TNI sebelum akhirnya dilantik sebagai Wamenhan.
3. Eks Gubernur DKI Letjen KKO (Purn) Ali Sadikin
Ali Sadikin adalah Letnan Jenderal Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada 1966. Ia lahir di Sumedang, Jawa Barat, pada 7 Juli 1926 dan meninggal pada 20 Mei 2008 di Singapura.
Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Bang Ali—sapaan akrabnya—pernah menjabat Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Sukarno.
Ali Sadikin dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 28 April 1966. Ia dikenal sebagai gubernur yang berpengaruh dalam pengembangan Jakarta menjadi kota metropolitan modern. Di bawah kepemimpinannya, Jakarta mengalami perkembangan pembangunan kota, termasuk berdirinya Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, dan Taman Impian Jaya Ancol. Ia juga mencetuskan perayaan hari jadi Kota Jakarta setiap 22 Juni.
Ali Sadikin juga menginisiasi Pekan Raya Jakarta (Jakarta Fair) sebagai sarana hiburan dan promosi dagang. Ia memperbaiki transportasi kota dengan mendatangkan bus kota dan membangun halte yang nyaman. Namun, kebijakannya untuk mengembangkan hiburan malam, mengizinkan perjudian, dan membangun lokalisasi pelacuran di Kramat Tunggak menjadi kontroversi.
Setelah jabatannya berakhir pada 1977, Ali Sadikin tetap aktif menyumbangkan pemikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan Indonesia. Ia bergabung dengan Petisi 50, sebuah kelompok yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Soeharto di masa Orde Baru.
Delfi Ana Harahap, Hendrik Yaputra, Alif Ilham Fajriadi, Daniel A. Fajri, dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.