Infomalangraya – MALANG KOTA – Meski kadar atau kualitas udara di Kota Malang masuk kategori baik, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Itu bisa dilihat dari beberapa aplikasi pengecek kualitas udara. Seperti Aqicn, IQAir, dan AccuWeather. Dari ketiga aplikasi tersebut, bisa dilihat bila kualitas udara di Kota Malang sering menurun saat akhir pekan.
Pada aplikasi Aqicn, ada indikator warna kuning yang sering terjadi di akhir pekan. Warna itu mengindikasikan bila kualitas udara di level sedang. Warna yang digunakan untuk menunjukkan kualitas udara baik adalah warna hijau.
Dari aplikasi Aqicn, juga diketahui bila kualitas udara di Kota Malang sering ditandai dengan warna kuning mulai bulan Mei sampai Juni ini. Padahal di bulan-bulan sebelumnya lebih sering dilabeli dengan indikator warna hijau.
Dosen Prodi Teknik Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Aulia Nur Mustaqiman MSc mengindikasikan bila peningkatan mobilitas warga di akhir pekan turut memicu penurunan kualitas udara tersebut. ”Saat weekend kan banyak masyarakat dari luar Kota Malang yang melewati atau mengunjungi Kota Malang sebagai destinasi wisata,” kata dia.
Contohnya lainnya bisa dilihat di aplikasi IQAir. Dari aplikasi itu, diketahui bahwa kualitas udara di Kota Malang cukup fluktuatif di pekan ini. Mulai 13 sampai 16 Juni, kualitas udara di kisaran 37-47 (baik). Namun, di akhir pekan ini diprediksi kualitas udara menurun, dan berada di angka 95-141.
Indikator yang dipakai di aplikasi IQAir itu sesuai dengan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang digunakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. ISPU tersebut menjabarkan lima kategori kualitas udara. Angka 0-50 berarti kualitas udara sangat baik. Angka 51-100 berarti kualitas udara sedang.
Angka 101-200 berarti kualitas udara tidak sehat. Bisa merugikan manusia, hewan, dan tumbuhan. Sementara angka 201-300 berarti kualitas udara sangat tidak sehat. Yang terakhir, apabila angkanya lebih dari 300, itu berarti kualitas udaranya berbahaya dan butuh penanganan cepat.
Perihal kualitas udara, Aulia mengaku pernah melakukan penelitian. Pada 2020 lalu, dia bersama Bambang Rahadi melakukan uji kualitas udara di jalan-jalan besar di Kota Malang. Penelitian berjudul ”Analisis Sebaran Polutan SO2, NOx, dan PM10 dari sumber bergerak pada jalan arteri Kota Malang” menjabarkan bila kualitas udara di Kota Malang bagian utara kurang baik.
Khususnya pada indikator NOx. NOx sendiri merupakan gas hasil pembakaran. Asalnya bisa dari hasil-hasil pembakaran diesel dan solar. ”Konsentrasi emisi di sana sekitar 5.000 m.s. Padahal, jumlah kampus di Malang utara tidak banyak. Berarti di sana ada hasil pembakaran seperti bahan bakar kendaraan besar bus dan truk,” terang dia.
Sejumlah kawasan di Malang utara yang menjadi target uji coba saat itu adalah Jalan Ahmad Yani, Blimbing, Jalan Raya Malang-Gempol, dan Jalan Raya Pandaan-Pasuruan. ”Ada tiga jenis polutan yang perlu diperhatikan karena berbahaya untuk pernapasan. Yakni SO2 NOx, dan PM 10,” sebut Aulia. Ketiga jenis polutan itu berkaitan dengan kesehatan manusia seperti kanker.
Terkait dengan kualitas udara di Kota Malang yang berada di angka 7, Aulia mengapresiasi upaya Pemkot Malang yang bisa meningkatkan persentase RTH (Ruang Terbuka Hijau) tahun ke tahun. Sebab, tidak mudah untuk meningkatkan luasan RTH. ”Secara sosial, tidak mudah untuk membebaskan suatu lahan menjadi RTH. Dan itu sudah dilakukan pemkot hingga satu sampai tiga persen. Itu merupakan prestasi yang sangat membanggakan,” lanjut Aulia.
Di samping perluasan RTH, Aulia juga menyebut ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan pemkot. Seperti pembatasan jumlah kendaraan bermotor dan mesin di industri. ”Boleh tapi harus ada kontrol teknologi. Contoh misalnya bus atau truk. Mesin diesel boleh beroperasi jika ada kontrol teknologi misalnya diesel particulate filter (DPF) dan diesel oxidation catalyst (DOC),” papar Aulia.
Di tempat lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang Noer Rahman Wijaya mengatakan, selama tiga tahun terakhir, indeks pencemaran udara masih masuk di kategori sangat baik. Mayoritas berada di rentang angka 20-40. ”Jadi meskipun sekarang perkuliahan sudah mulai kembali, dan pastinya ada pertambahan jumlah kendaraan. Tetap kualitas udara masih di kategori sangat baik. Dari data ISPU itu semuanya masih warna hijau,” jelas Rahman.
Dia menambahkan, terjaganya kualitas udara itu karena salah satunya Kota Malang bukan wilayah industri. Menurut dia, sumber polusi udara terbesar selain kendaraan bermotor adalah operasional industri. Itu bisa dilihat dari daerah-daerah lain di Jawa Timur.
Menurut data BPS Kota Malang, jumlah kendaraan di tahun 2022 mencapai 452.786 unit. Terdiri dari roda dua sebanyak 348.960 unit, truk berjumlah 15.395 unit, bus 872 unit, dan mobil 89.559 unit. Sedangkan, untuk industri di Kota Malang, jumlahnya 6.722. Sementara kota paling polusi menurut IQAir, yakni Tangerang Selatan, diketahui memiliki 4 juta kendaraan roda dua.
Rahman menambahkan, adanya RTH juga cukup membantu mengurangi polusi udara. Saat ini, persentase RTH di Kota Malang mencapai 17 persen. ”Standarnya RTH itu sebenarnya 20 persen. Tapi, kami dari tahun ke tahun ada peningkatan. Ini yang membantu dalam mengurangi polusi,” tandasnya. (mel/adk/by)