Kampus UNIRA Malang dan Dampaknya terhadap Perekonomian Sekitar
Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) di Malang tidak hanya menjadi pusat pendidikan, tetapi juga berkontribusi besar dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya. Banyak usaha kecil menengah (UMKM) yang berkembang di sekitar kampus ini. Para pedagang menjual berbagai jenis makanan dan barang kebutuhan harian dengan lokasi yang strategis.
Sejarah UNIRA dimulai dari sebuah lembaga pendidikan yang bernama Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) pada tahun 1986. Setelah beberapa tahun berkembang, institusi ini berubah nama menjadi STAI Raden Rahmat pada tahun 2010. Kini, UNIRA telah berkembang menjadi universitas yang memiliki reputasi baik dan berada di Jalan Mojosari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Di sekitar kampus UNIRA, terdapat berbagai fasilitas umum seperti SMK dan Pondok Pesantren NU Miftahul Huda. Selain itu, ada juga hotel dan tempat olahraga yang memperkaya lingkungan sekitar kampus. Keberadaan berbagai fasilitas tersebut membuat area sekitar UNIRA semakin ramai dan dinamis.
Salah satu contoh nyata dampak positif dari keberadaan UNIRA adalah Nur, seorang pedagang nasi pecel dan lodeh. Ia sudah berjualan di lokasi ini sejak 30 tahun silam, tepatnya sejak tahun 1995. Awalnya, tempat tersebut masih dikelilingi oleh sawah. Nur mengungkapkan bahwa dulu, saat ia pertama kali berjualan, suasana masih sepi dan tidak banyak orang yang datang.
Pada masa itu, Nur merupakan penjual satu-satunya di dekat kampus. Hal ini membuatnya tidak menghadapi persaingan berarti. Bahkan, selama masa wisuda, warung sederhananya yang dibangun dari bahan bambu sering dipenuhi oleh orang tua murid yang ingin menunggu anak mereka atau sekadar menikmati makanan.
Menurut Nur, pada waktu-waktu tertentu, ia bisa menjual hingga berpanci-panci rawon dalam sehari. Namun, seiring perkembangan kampus dan munculnya banyak pedagang baru, situasi mulai berubah. Saat ini, banyak penjual nasi yang berdiri di sekitar tempat Nur. Akibatnya, pembeli mulai memilih warung sesuai dengan preferensi mereka.
Nur menyadari bahwa kondisi ini berbeda dengan dulu. Ia mengatakan, dulu jumlah nasi yang bisa dijual mencapai 9 kilogram per hari, sedangkan sekarang hanya sekitar 3 kilogram. Meski begitu, ia tetap optimis dan berusaha mempertahankan usahanya.
Untuk tetap menarik konsumen, Nur menjual makanannya dengan harga yang terjangkau. Ia menekankan bahwa target pasar utamanya adalah pelajar. Contohnya, nasi pecel dengan lauk telur, tempe, dan kerupuk dijual dengan harga Rp 9 ribu. Menurutnya, meskipun harga murah, kualitas makanan tetap memenuhi kebutuhan pelanggan.
Dengan harga yang murah dan rasa yang enak, Nur berhasil mempertahankan bisnisnya meski harus bersaing dengan banyak pedagang lain. Ia percaya bahwa keberadaan UNIRA sebagai pusat pendidikan akan terus memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya.