Surabaya (IMR) – Kasat Reskrim dan Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Madiun dilaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Timur. Laporan ini dilakukan karena diduga terjadi pelanggaran prosedur dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan anak di bawah umur.
Dua anggota Polres Madiun yang dilaporkan adalah AKP Agus Andi Anto Prabowo, selaku Kasat Reskrim, dan Ipda Fuad Hasyim, selaku Kanit PPA.
Ahmat Sutrisno, kuasa hukum keluarga anak yang menjadi terlapor, menyebutkan bahwa laporan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya advokasi untuk mencari keadilan. Ia mengatakan, anak dari pengadu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Satreskrim Polres Madiun dalam kasus yang dinilai banyak kejanggalan.
“Banyak kejanggalan dan dugaan pelanggaran prosedur dalam penanganan perkara pidana pada anak, oleh anggota Reskrim Polres Madiun,” terang Sutrisno, yang juga anggota Kompartemen Hukum DPW Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) Jawa Timur.
Sutrisno yang tergabung dalam PMA (Panca Muda Abadi) Law Firm menyatakan, pihaknya telah mengumpulkan data-data perkara tersebut, termasuk kronologi dan fakta-fakta yang mereka nilai tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sementara itu, Anies Prijo Ansharie, kuasa hukum anak di bawah umur itu, membeberkan alasan pelaporan ke Propam Polda Jatim. Ia menyebutkan, kliennya menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tertanggal 23 Juni 2025 yang ditandatangani Kasat Reskrim AKP Agus Andi Anto Prabowo.
Dalam surat SPDP nomor B/53/SPDP/VI/RES.1.6./2025/SATRESKIM, terdapat rujukan ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun di bagian lain, disebutkan dugaan tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP.
Menurut Anies, hal itu menjadi salah satu alasan pihaknya menilai penyidik tidak profesional.
Kliennya diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang nenek berusia 70 tahun, Sinem, pada 8 Mei 2025 sekitar pukul 15.30 WIB. Pemeriksaan terhadap anak tersebut dilakukan pada 29 Mei 2025 di Unit Reskrim Polres Madiun dan 23 Juni 2025 di Unit PPA Polres Madiun yang dipimpin Ipda Fuad Hasyim.
“Dalam pemeriksaan di dua waktu tersebut, klien kami tidak pernah mendapatkan surat panggilan resmi dari penyidik Satreskrim Polres Madiun,” ujar Anies.
Ia menambahkan, Pasal 112 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa pemanggilan saksi harus dilakukan dengan surat panggilan resmi. Pasal 227 KUHAP juga menyatakan pemanggilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah.
Anies menegaskan, tindakan Kasat Reskrim dan Kanit PPA yang memeriksa kliennya tanpa surat panggilan adalah pelanggaran KUHAP dan menunjukkan ketidakprofesionalan aparat penegak hukum.
Lebih lanjut, Anies menyebutkan adanya pelanggaran lain terkait tidak adanya pendampingan hukum bagi anak di bawah umur saat pemeriksaan. Hal ini, menurutnya, melanggar Pasal 23 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Pasal 64 ayat (1) KUHAP, dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.
“Klien saya yang masih anak di bawah umur, menjadi terlapor. Tapi pada saat pemeriksaan, tidak diberikan bantuan hukum, dan tidak didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan atau pendamping lain,” ujarnya.
Anies menegaskan, tindakan kedua penyidik tersebut tidak mencerminkan prinsip Melayani, Mengayomi, dan Melindungi masyarakat. “Justru tindakan teradu itu merugikan klien kami. Oleh karena itu, Kami memohon kepada Bidang Propam Polda Jatim untuk melakukan tindakan hukum terhadap Teradu 1 dan Teradu 2,” tegasnya.
Sebelumnya, pada Kamis 8 Mei 2025, sekitar pukul 15.30 WIB, seorang pelajar kelas VIII MTs disuruh ibunya menggiling padi. Saat melintas di depan rumah Sinem, nenek itu mendorong gerobak berisi kotoran sapi ke arah motor pelajar tersebut. Pelajar itu pun berhenti dan bertanya, “Maksudnya apa?” Namun, Sinem justru melempar kotoran sapi hingga mengenai wajah, tubuh, dan motor pelajar itu.
Ketika Sinem berusaha mengambil batu, pelajar tersebut mencoba menghalau dan membuat Sinem tersenggol hingga terjatuh ke selokan. Sinem kemudian melempari pelajar itu dengan batu. Pelajar itu melarikan diri ke rumahnya yang berjarak sekitar 15 meter dari tempat kejadian.
Kasus ini kemudian diproses oleh penyidik Satreskrim Polres Madiun. Setelah gelar perkara pada 23 Juni 2025, pelajar tersebut ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 351 ayat 2 KUHP.
Pemeriksaan terhadap anak itu dilakukan dua kali, 29 Mei dan 23 Juni 2025. Namun, hingga 10 Juli 2025, kedua orang tuanya tidak menerima surat resmi penetapan tersangka. Surat yang diterima hanyalah SPDP tertanggal 23 Juni 2025 dan Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti tertanggal 26 Juni 2025. [uci/suf]