Pasuruan (IMR) – Polemik tanah warisan kembali mencuat di Desa Ngerong, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Dugaan adanya pemalsuan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat tahun 2011 menyeret nama Kepala Desa dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).
Kasus ini berawal dari gugatan yang diajukan Sri Muliyanti bersama 14 orang lain ke Pengadilan Negeri Bangil. Mereka menuding AJB yang dibuat antara ahli waris Latipah dan PPATS tidak sah serta penuh rekayasa.
Menurut Jemik, proses jual beli tanah itu tidak melibatkan pihak di luar garis keluarga. “Yang melakukan jual beli adalah anak Latipah sendiri, jadi tidak ada rekayasa,” jelasnya.
Meski begitu, ia mengaku heran dengan putusan Pengadilan Negeri Bangil. Sebelumnya, gugatan yang diajukan oleh Sri Muliyanti bersama 14 orang lainnya dikabulkan oleh pengadilan.
Jemik menyebut, para penggugat bukan bagian dari ahli waris yang tercantum dalam letter C. “Mereka tidak masuk dalam daftar keluarga, kok bisa menang di pengadilan,” ucapnya dengan nada heran.
Lebih jauh, Jemik menjelaskan status para penggugat yang disebutnya hanya cucu keponakan. Mereka berasal dari garis keturunan berbeda, yakni dari istri pertama kakek keluarga besar tersebut.
“Kalau soal warisan, yang berhak adalah ahli waris kandung, bukan cucu keponakan,” tegas Jemik. Ia menilai posisi hukum penggugat terlalu jauh untuk menuntut harta peninggalan Latipah.
Atas tudingan adanya pemalsuan AJB, Jemik menegaskan pihak desa tidak pernah melakukan hal tersebut. Ia bahkan siap membuka riwayat keluarga untuk membuktikan kebenaran silsilah yang ada.
“Kami akan bawa riwayat keluarga ini ke pihak kepolisian. Dengan begitu, akan jelas siapa yang sebenarnya berhak atas tanah sesuai letter C,” tandasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik di Pasuruan. Warga berharap persoalan dapat segera diselesaikan secara hukum agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan antar keluarga. (ada/kun)