Inisiatif Pemerintah dalam Pengelolaan Sampah di Malang Raya
Kementerian Lingkungan Hidup sedang melakukan proses verifikasi awal terhadap tiga wilayah di Malang Raya, yaitu Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kelayakan dan urgensi pembangunan proyek Waste to Energy (WtE), yang merupakan metode pengolahan sampah menjadi energi.
Proyek ini akan menjadi opsi terakhir dalam penanganan sampah, dan tidak akan dilaksanakan jika metode lain masih efektif. Hal ini disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Dr Hanif Faisol Nurofiq. Ia menjelaskan bahwa pertemuan dengan perwakilan pemerintah daerah bertujuan untuk mengkaji apakah Malang Raya memenuhi syarat untuk menerapkan teknologi WtE.
“Hari ini kami sudah mengundang Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu untuk saya lakukan verifikasi awal dalam rangka persiapan waste to energy,” ujarnya saat berbicara di Universitas Brawijaya pada Senin (18/8/2025).
Hanif menggambarkan penerapan teknologi WtE sebagai sebuah “operasi sesar” dalam dunia medis. Menurutnya, langkah ini hanya akan diambil ketika metode pengelolaan sampah yang lebih alami dan mendasar, seperti program 3R (Reduce, Reuse, Recycle), pemilahan dari sumber, serta optimalisasi tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) tidak lagi mampu mengatasi volume sampah yang meningkat.
“WtE ini adalah langkah terakhir, ibaratnya operasi sesar. Kalau operasi biasa yang alamiah tidak bisa, baru kita lakukan operasi sesar,” jelasnya.
Risiko yang Perlu Diperhatikan
Selain itu, Hanif juga menyoroti dua risiko utama yang membuat pemerintah sangat berhati-hati dalam memutuskan proyek WtE. Kedua risiko tersebut adalah pendanaan dan keberlanjutan. Proyek ini dikenal sebagai solusi pengelolaan sampah yang memerlukan modal besar dan investasi yang sangat tinggi.
“Artinya banyak risiko, mulai dari pendanaannya yang akan memiliki pendanaan yang cukup besar,” tambah Hanif.
Oleh karena itu, KLH menyarankan agar WtE hanya dijadikan solusi pemungkas dalam kondisi darurat sampah. Misalnya, ketika volume sampah sudah tidak terkendali dan berpotensi menimbulkan krisis lingkungan dan sosial yang signifikan.
“Sehingga saran saya, itu menjadi langkah terakhir pada saat sampah meledak seperti di Bantar Gebang, Jakarta. Jadi itu ya langkah-langkah yang dilakukan,” pungkasnya.
Langkah Alternatif yang Lebih Efektif
Dalam upaya mengurangi jumlah sampah, pemerintah terus mendorong penerapan program 3R. Program ini mencakup pengurangan (Reduce), daur ulang (Reuse), dan daur ulang (Recycle). Selain itu, pemilahan sampah dari sumber juga menjadi fokus utama agar dapat mempercepat proses pengolahan dan meminimalkan limbah yang masuk ke TPA.
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah secara mandiri juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat, diharapkan bisa mengurangi beban pengelolaan sampah di tingkat pemerintah.
Selain itu, optimalisasi TPST juga menjadi salah satu langkah yang perlu ditingkatkan. Dengan memaksimalkan kapasitas dan efisiensi TPST, diharapkan dapat mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke TPA atau diproses melalui metode yang lebih mahal.
Kesimpulan
Meskipun proyek WtE menjadi alternatif yang potensial, pemerintah tetap berkomitmen untuk memprioritaskan metode pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis. Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan serta masyarakat.