Kehidupan dan Karier Kenny G, Legenda Musik Instrumental
Kenny G, nama panggung dari Kenneth Bruce Gorelick, adalah salah satu musisi instrumental yang paling sukses dalam sejarah modern. Dikenal dengan gaya musik adult contemporary dan smooth jazz, ia telah menciptakan banyak karya yang menjadi ikon dalam dunia musik. Album keempatnya, Duotones (1986), menjadi titik balik kariernya dan membawa namanya ke tingkat internasional.
Dengan penjualan lebih dari 75 juta album di seluruh dunia, Kenny G tidak hanya menjadi legenda, tetapi juga simbol dari kesuksesan dalam musik instrumental. Lahir di Seattle, Washington, dari keluarga Yahudi, ia mulai bermain saksofon sejak usia 10 tahun setelah terinspirasi oleh pertunjukan di The Ed Sullivan Show. Ia belajar secara otodidak sambil dibimbing oleh musisi lokal seperti Gerald Pfister dan Johnny Jessen, yang membantunya mengasah kemampuan bermain saksofon dan klarinet hingga kuliah di University of Washington.
Perkembangan Musik di Era Digital
Kenny G mengakui bahwa ia bersyukur memulai karier di era sebelum musik digital dan streaming mendominasi industri. Menurutnya, saat ini streaming tidak memberikan penghasilan yang signifikan bagi kebanyakan artis, kecuali mereka yang berada di puncak daftar miliaran stream. Ia menambahkan bahwa pendapatan dari streaming tidak bisa dibandingkan dengan penjualan CD pada era 80-an hingga awal 2000-an.
Oleh karena itu, para musisi harus mencari berbagai cara agar tetap relevan dan bisa menghasilkan, seperti melalui konser langsung, kolaborasi merek, dan kesepakatan bisnis lainnya. Konser menjadi sumber utama pendapatan, termasuk pertunjukan di Esplanade Concert Hall, Singapura, serta tur ke Malaysia seperti di Sabah dan Genting Highlands.
Populer di Asia dan Keunikan Musiknya
Meski berasal dari Amerika, Kenny G tetap populer di Asia, khususnya Tiongkok. Lagu Going Home dari tahun 1990 sering digunakan oleh perusahaan sebagai penanda waktu tutup operasional. Ia percaya bahwa melodi yang kuat dan emosional menjadi alasan utama mengapa musiknya diterima dengan baik di Asia.
“Musik Asia sangat berfokus pada melodi, dan saya rasa musik saya juga begitu. Orang bisa terhubung karena tidak hanya berisi nada-nada jazz acak,” ujarnya. Saat tampil di Tiongkok, Kenny G sering memainkan lagu legendaris The Moon Represents My Heart milik Teresa Teng, karena ia mengapresiasi keindahan lagu tersebut dan tahu audiens setempat akan terhubung dengannya.
Menghadapi Tantangan AI dan Tren Baru
Di tengah kekhawatiran banyak musisi tentang kecerdasan buatan (AI) yang mulai merambah dunia musik, Kenny G mengaku tidak terlalu khawatir. Menurutnya, AI tidak akan pernah bisa meniru sepenuhnya emosi dan ekspresi manusia saat bermain alat musik seperti saksofon. Meski demikian, ia tidak menolak penggunaan teknologi untuk membantu meningkatkan kualitas musik yang ia hasilkan.
Terkait tren musisi masa kini yang menciptakan musik agar viral di platform seperti TikTok atau Instagram, Kenny G justru menilai pendekatan itu cerdas dan relevan. Ia sendiri aktif membuat konten pendek berdurasi 20-30 detik untuk menjangkau audiens baru dan tetap terlihat kekinian di mata publik maupun merek-merek dagang.
Masa Depan dan Hak atas Katalog Musik
Ketika ditanya tentang kemungkinan menjual katalog musik lamanya, Kenny G mengatakan terbuka terhadap penawaran yang masuk akal. Ia menegaskan bahwa dirinya masih memiliki seluruh hak atas musiknya sendiri, dan tidak akan menjualnya kecuali ada tawaran besar.
“Kalau ada yang menawarkan US$100 juta, tentu saya akan mempertimbangkannya,” ujarnya sambil tertawa. Dari era kejayaan CD hingga tantangan dunia digital dan AI, Kenny G menunjukkan bahwa melodi yang jujur dan keaslian musikalitas masih mampu menyentuh hati lintas generasi dan budaya.
Di usianya yang ke-69, sang legenda tetap berkarya, berinovasi, dan memainkan saksofonnya untuk dunia.