Insiden Penamparan Guru yang Berujung pada Denda dan Ancaman
Ahmad Zuhdi, seorang guru di Madrasah Diniyah Roudhotul Mutaakimin di Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mengalami peristiwa yang tidak terduga. Insiden ini berawal dari sebuah tamparan yang diberikannya kepada salah satu siswanya, D, pada April 2025. Peristiwa tersebut akhirnya menimbulkan reaksi keras dari orang tua siswa.
Sebelum kejadian itu, Zuhdi telah membayar uang denda sebesar Rp 12,5 juta kepada orang tua D. Kedua belah pihak sepakat untuk berdamai. Namun, beberapa waktu setelahnya, muncul oknum yang mengaku sebagai anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memperkeruh situasi.
Oknum LSM tersebut menghubungi Zuhdi dan menjanjikan akan menyelesaikan masalah agar tidak sampai diproses hukum. Dalam kondisi ketakutan, Zuhdi memberikan imbalan berupa uang Rp 300 ribu dan empat bungkus rokok. Namun, setelah itu, tidak ada kabar lagi dari oknum tersebut.
Zuhdi mengungkapkan bahwa ia khawatir akan masuk penjara. Menurut informasi yang ia terima, biaya yang harus dibayarkan jika kasus ini dilanjutkan bisa mencapai Rp 20 juta. Hal ini membuatnya merasa sangat cemas dan khawatir.
Namun, kini semua permasalahan antara Zuhdi dan orang tua murid telah diselesaikan secara kekeluargaan. Zuhdi menjelaskan bahwa penamparan yang ia lakukan adalah bentuk teguran setelah merasa dilempar sandal oleh siswa lain dari kelas yang berbeda. Ia menegaskan bahwa tujuan dari tamparan tersebut bukanlah untuk menyakiti, melainkan memberi pelajaran.
Uang denda yang sebelumnya diserahkan kepada SM, orang tua D, juga ditawarkan untuk dikembalikan. Namun, Zuhdi memilih untuk tidak menerima kembali uang tersebut. “Saya sudah mengikhlaskannya,” katanya.
Sutopo, yang mengaku sebagai paman dari siswa D, bertindak sebagai juru bicara pihak D. Ia menyampaikan permohonan maaf dari keluarga D kepada Zuhdi. “Bu SM meminta maaf kepada Bapak Zuhdi, kalau ada langkah salah atau perkataan yang tidak tepat, semoga ke depannya bisa menjadi pembelajaran yang baik,” kata Sutopo.
Ia juga menyampaikan niat untuk mengembalikan uang yang telah diterima. Pertemuan tersebut ditutup dengan salaman antara siswa D dan SM kepada Zuhdi sebagai bentuk permintaan maaf dan rekonsiliasi.
Perhatian dari Tokoh Nasional
Kasus ini menarik perhatian Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf. Ia menilai insiden ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. “Saya kira pelajaran dari sini adalah bahwa kita sebagai orang tua yang menitipkan anak-anaknya kepada guru, harus memiliki apresiasi yang lebih,” ujarnya.
Gus Yahya menambahkan bahwa fenomena kurangnya apresiasi terhadap guru, terutama di kalangan siswa dan orang tua, cukup meluas di masyarakat Indonesia. Ia juga mengajak para guru untuk terus meningkatkan kecakapan dalam mengajar dan mendidik anak guna mencegah terulangnya insiden serupa.
Ini menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama bagi orang tua yang harus memaknai pendidikan anak di sekolah tidak hanya soal pelajaran di buku saja. Adab dan etika harus dikuatkan lewat tempaan dari guru.