Fenomena penjual agama di akhir zaman ini sudah nampak, bahkan secara terang benderang, banyak lisan sudah menyelisihi hati
InfoMalangRaya.com | DI AKHIR ZAMAN akan didapati suatu fenomena di mana lisan orang-orang akan menyelisih hatinya sendiri. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,
يَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ رِجَالٌ يَخْتِلُوْنَ الدُّنْيَا بِالدِّينِ يَلْبَسُوْنَ لِلنَّاسِ جُلُوْدَ الضَّأْنِ مِنَ اللِّينِ، أَلْسِنَتُهُمْ أَحْلَى مِنَ السُّكَّرِ، وَقُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الذِّئَابِ، يَقُوْلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَبِي يَغْتَرُّوْنَ، أَمْ عَلَيَّ يَجْتَرِئُوْنَ؟ فَبِي حَلَفْتُ لَأَبْعَثَنَّ عَلَى أُولَئِكَ مِنْهُمْ فِتْنَةً تَدَعُ الحَلِيْمَ مِنْهُمْ حَيْرَانًا
“Akan keluar di akhir zaman nanti beberapa orang yang mencari dunia dengan amalan din, mereka mengenakan pakaian di tengah-tengah manusia dengan kulit kambing yang lembut, lisan mereka lebih manis dari pada gula, tetapi hati mereka adalah hati srigala. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Apakah terhadap-Ku mereka berani menipu ataukah mereka berani melawan Aku? Maka dengan Kebesaran-Ku, Aku bersumpah, Aku benar-benar akan mengirim kepada mereka fitnah yang mengakibatkan ulama yang teguh hati pun menjadi bingung.” (HR .At-Tirmidzi, Kitab Az-Zuhd, no. 2515).
Hadits ini, jika ditinjau dari semua jalan periwayatannya maka termasuk hadits dha‘if (lemah), akan tetapi masing-masing darinya menguatkan yang lain. At-Tirmidzi menetapkan bahwa hadits Ibnu Umar itu berderajat hasan.
Al-Mundziri menukilkan penetapan hasan oleh At-Tirmidzi ini dan mengakui kebenarannya. Oleh karena itulah kedudukan hadits-hadits ini adalah hasan li ghairihi atau dha‘if yang dikuatkan.
Bersegeralah dalam beramal sebelum datangnya fitnah akhir zaman
Rasulullah ﷺ menggambarkan bahwa fitnah akhir zaman itu bagai sepotong malam yang gelap. Seperti bila kita berada di tengah hutan pada waktu malam, tanpa lampu penerang, tanpa rembulan dan bintang, bahkan sekedar cahaya kunang-kunang.
Kegelapan yang membuat seseorang bahkan tidak mampu untuk melihat tangannya sendiri, apalagi benda-benda di sekitarnya.
Kondisi hidup yang semacam ini sangat berpotensi untuk menggelincirkan siapapun. Efek fatal fitnah yang gelap gulita ini dapat membuat seseorang yang di pagi hari masih beriman namun di sore hari menjadi kafir.
Atau di sore hari beriman namun pada pagi harinya kafir. Karenanya Rasulullah ﷺ memerintahkan agar seorang hamba tidak menunda kebaikan dan amal shalih yang dapat dikerjakannya:
“Bersegeralah kalian melakukan amal shalih sebelum datangnya berbagai fitnah yang seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada waktu pagi seorang masih beriman, tetapi di sore hari sudah menjadi kafir; dan pada waktu sore hari seseorang masih beriman, kemudian di pagi harinya sudah menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan sekeping dunia.” (HR. Muslim no. 169, Tirmidzi no. 2121, dan Ahmad no. 7687).
Fenomena penjual agama di akhir zaman ini sudah nampak, bahkan secara terang benderang.
Nubuwat tentang keharusan untuk bersegera beramal shalih mengisyaratkan tentang datangnya masa di mana manusia akan dengan sangat mudah menjual agamanya dengan dunia.
Fenomena ulama su’ adalah gambaran yang paling mewakili kondisi di atas. Iming-iming harta, tahta, wanita dan popularitas dunia telah banyak menggelincirkan para ulama su’.
Di antara mereka ada yang berkedok sebagai ilmuan atau cendekiawan muslim, padahal sejatinya adalah para pengasong agama yang profesinya sebagai “tukang permak ayat dan hadits” sesuai tuntutan dan selera tuan besarnya.
Ada juga yang awalnya da’i atau mubaligh yang proses kemunculannya melalui semacam audisi atau ajang pencarian bakat. Mereka tiba-tiba tenar karena skenario opera pemilik industri media.
Niat berdakwah sudah bergeser. Perannya di masyarakat bukan lagi sebagai pembimbing umat, namun sudah selevel dengan para selebritis papan atas; penghibur dan menjadi tontonan yang mengasyikkan, yang setiap kali manggung ada tawar-menawar tarif.
Pada momen tertentu menjadi ladang yang menggiurkan. Da’i-da’i selebritis ini melihat peluang yang besar untuk meraup keuntungan. Sebab, saat semacam itu media televisi memang berlomba untuk menaikkan rating iklannya dengan acara-acara hiburan yang berbau spiritual dan mereka mendadak menjadi tokoh utama.
Namun ada juga yang memang dari awal sudah didesain oleh suatu kelompok atau lembaga tertentu agar tokoh tersebut menjadi mascot produknya. Dengan bekal gelar doktor, profesor atau pakar ahli, para tokoh itu dengan sangat mudah untuk melegalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Mereka menebar fitnah, memusuhi pembela syariah dan tiada henti menyesatkan manusia dari jalan Allah Azza wa Jalla setelah pekerjaan pokoknya.Tentu saja dengan imbalan dan bayaran yang sangat menggiurkan. Bahkan para ulama yang jujur pun akan dibuatnya bingung.
Dr. Al-Mubayyadh mengomentari hadits di atas; “Hadits ini menunjukkan sekelompok manusia yang menampakkan dirinya sebagai ahli ibadah, zuhud, dan lembut tutur katanya serta menyenangkan. Padahal mereka ini pada hakikatnya pencari dunia. Dunia adalah cita-cita terbesar mereka atau menjadi sesembahan mereka yang pertama.”
Keadaan lahiriah mereka berlawanan dengan kondisi bathiniyah mereka. Lisan mereka menyelisih hati mereka sendiri.
Mereka mencari dunia dengan mengerjakan amalan akhirat. Kelompok manusia seperti inilah yang menjadi penyebab fitnah di masyarakat.
Fitnah apalagi yang lebih besar daripada orang-orang yang tampak sebagai ahli ibadah secara lahiriah, atau tampak sebagai pencari akhirat dalam pandangan orang, tetapi mereka sebenarnya adalah penyembah dunia?
Arahan yang benar (menurut mereka) macam apakah yang akan didapatkan masyarakat umum dari orang-orang seperti ini?
Hadits ini juga mengisyaratkan bahwa adanya kelompok manusia berhati “srigala berbulu domba” ini di tengah masyarakat merupakan sebab utama terjatuhnya masyarakat ke dalam fitnah yang menyesatkan.
Saking gelap dan dahsyatnya fitnah itu sehingga menjadikan orang yang paling pantas mengetahui kebenaran pun menjadi bingung dalam mengurusi urusannya.
Jika para ulama dan orang-orang jujur saja dibuat bingung menghadapi fenomena srperti itu, lalu bagaimana dengan kita yang awam?
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah, senantiasa menghindari fitnah akhir zaman, lisan kita tidak menyelisihi hati kita untuk meraih ridha-Nya.Aamiin Ya Rabb. Wallahua’lam bishawab.*/ Bagya Agung Prabowo, dosen hukum di UII