Ketika Polisi Meksiko Diburu Kartel Narkoba [Kisah Nyata]

InfoMalangRaya.com– Anda tidak salah membaca judul, dan cerita ini layak dijadikan naskah film. Polisi di Meksiko saat ini sedang diburu geng-geng narkoba Meksiko, yang murka karena paket pengiriman besar mereka dicuri oleh kawanan polisi korup.
Dua anggota kepolisian tersangka pencurian sudah dibunuh, kata pihak kejaksaan. Namun, menurut seorang mantan kepala kepolisian Tijuana sedikitnya tiga polisi sudah dibunuh, mengindikasikan kartel narkoba pemilik paket yang dicuri melancarkan aksi balas dendam tanpa pandang bulu.
Tijuana merupakan kota dengan angka pembunuhan tertinggi di Meksiko. Di sana kasus pembunuhan jumlahnya sekitar dua kali lipat dari kasus di kota peringkat kedua Ciudad Juarez. Tijuana berbatasan dengan daerah Baja di wilayah negara bagian California, Amerika Serikat, dan berpenduduk lebih dari 2,1 juta jiwa. Selama beberapa tahun terakhir terjadi sekitar 2.000 pembunuhan setiap tahunnya. Sebagai perbandingan, kota Houston di Texas yang memiliki populasi kurang-lebih sama, mengalami 435 pembunuhan pada tahun 2022. Texas identik dengan sejarah dan cerita “dar-der-dor” para koboi (cowboy) bersenjata di masa lampau.
Menurut kejaksaan, pada pertengahan November, setengah lusin petugas kepolisian lokal dan negara bagian di Tijuana diduga menelurkan ide untuk mencuri paket kiriman narkoba dalam jumlah besar dari sebuah gudang di mana para penyelundup menyimpan barang haram itu, lapor Associated Press Ahad (10/12/2023). 
Awal Desember muncul sebuah rekaman video menunjukkan mobil pickup yang dipakai polisi korup itu keluar dari sebuah bangunan dengan tumpukan besar paket kokain bertutupkan terpal plastik berada di atas bak truk itu.
Jaksa negara bagian Tijuana Maria Elena Andrade pekan lalu mengkonfirmasi bahwa tiga detektif negara bagian sedang diselidiki terkait kasus ini, bersama dengan tiga anggota kepolisian wilayah kota Tijuana.
Alberto Capella, mantan kepala kepolisian Tijuana periode 2007-2008 dan 2011-2013, mengatakan kepada The Associated Press bahwa paket narkoba yang dicuri itu milik kartel Sinaloa, lebih khusus lagi milik sayap kelompok itu yang dipimpin oleh bandar narkoba bernama Ismael “El Mayo” Zambada, yang kemungkinan merupakan geng paling kuat di Tijuana.
Rupanya, tidak pakai lama kartel itu segera mengetahui siapa pencuri barang berharga milik mereka.
Pada 18 November, hanya beberapa jam setelah pencurian terjadi, sekelompok orang bersenjata mendatangi kantor kejaksaan federal di Tijuana dan menembakkan sedikitnya 30 peluru, membuat bopeng dinding fasad bangunan. Dalam waktu satu jam setelah itu, salah satu petugas polisi kota – yang diduga terlibat dalam pencurian –  ditembak mati di sebuah jalan di Tijuana.
Pada 24 November, sekelompok orang bersenjata menarget kantor kejaksaan negara bagian dengan tembakan beruntun. Nasib baik tidak ada yang terluka.
Pada 27 November, seorang detektif negara bagian yang diperiksa terkait kasus pencurian itu ditembak mati di dalam mobilnya saat sedang mengisi bahan bakar di sebuah SPBU di Tijuana. Tampaknya anggota reserse itu mengetahui akan ada serangan yang menuju dirinya, dia sempat menyalakan mobil dan maju beberapa meter sebelum menabrak sebuah pilar dan mati di tempat. Para pelaku langsung kabur dengan mengendarai sepeda motor.
Seorang pria pegawai di kantor kejaksaan negara bagian – yang berbicara kepad AP tanpa ingin namanya diungkap karena tidak berwenang berbicara kepada publik perihal kasus itu – mengkonfirmasi pekan kemarin bahwa dua anggota kepolisian sedang diperiksa terkait skandal itu, dan mereka telah ditembak mati di siang bolong di jalan kota Tijuana. Serangan itu tampak seperti aksi balas dendam yang biasa dilakukan oleh geng-geng kriminal.
Pegawai tersebut mengatakan polisi ke-2 menolak program perlindungan saksi sebagai imbalan untuk memberikan kesaksian dalam kasus itu.
Capella, bekas kepala kepolisian, mengatakan sedikitnya tiga anggota polisi lain telah dibunuh sejak peristiwa pencurian itu. Artinya, kemungkinan kartel narkoba geram dan melancarkan aksi pembalasan secara acak – yang penting polisi.
Aksi kekerasan dan korupsi bukan barang langka di Tijuana, sehari-hari terjadi.
Ketika dirinya menempati jabatan kepala kepolisian, cerita Capella, dia harus memecat sekitar seperempat anggota yang berada di bawah komandonya. Dia juga lolos dari percobaan pembunuhan. 
Namun, aksi polisi yang mencuri seluruh kiriman narkoba milik kartel adalah sebuah tindakan yang sangat buruk, kata Capella. Seburuk-buruknya Tijuana hal itu belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ini sangat mengkhawatirkan,” kata Capella. “Tijuana belum pernah melihat sesuatu sebesar ini dan itu berarti mencerminkan banyak hal.”
Maraknya tindak kekerasan yang terjadi belakangan ini di Tijuana dapat ditelusuri ke belakang ke tahun 2017. Kala itu kasus pembunuhan berlipat ganda, naik dari 919 pada 2016 menjadi 1.782 di tahun 2017. Para pengamat mengatakan pertikaian antara kartel Jalisco New Generation dan kartel Sinaloa, serta kelompok-kelompok lain – seperti sisa-sisa geng lama Arellano Felix – adalah pihak yang patut disalahkan.
Begitu maraknya kekerasan di Tijuana, siapa saja bisa menjadi korban pembunuhan, apakah itu penyanyi atau jurnalis. Pada Januari 2022, dua orang pekerja media ditembak mati dalam dua serangan terpisah dalam waktu satu pekan.
Pada 20 November, Dewan Kota Tijuana memutuskan untuk melarang pertunjukan lagu-lagu balada narkoba yang dikenal sebagai “narco corridos,” yang mengelu-elukan para penyelundup narkoba.
“Jika mereka datang untuk menyanyikan lagu-lagu jenis lain, mereka dipersilakan,” kata Wali Kota Montserrat Caballero, sambil mengancam mereka yang membawakan lagu balada tersebut dengan denda hingga $57.000.
Larangan itu menyusul pembatalan konser bulan Oktober penyanyi narco corrido ternama Peso Pluma. Organisasinya membatalkan pertunjukan itu “demi keselamatan semua orang”, setelah spanduk yang dibuat dengan tulisan tangan muncul di kota itu, lengkap dengan paraf dari kartel Jalisco, yang kemungkinan dibuat marah oleh lagu-lagu yang memuji kartel saingannya.
“Jangan pernah berpikir untuk manggung pada 14 Oktober, karena itu akan menjadi penampilan terakhir Anda,” tulis spanduk tersebut. “Kamu tampil dan kami akan menghancurkanmu.”
Pada bulan Juni Caballero, sang ibu wali kota, mengumumkan akan tinggal di sebuah pangkalan tentara demi keselamatan nyawanya, setelah menerima beberapa ancaman yang dia tidak jelaskan lebih jauh, tetapi semua orang menduga itu berasal dari kartel-kartel narkoba.
Caballero menjadi terkenal pada 2022 ketika dia membuat permintaan terbuka kepada para kartel agar berhenti menarget warga sipil, setelah geng-geng kriminal membajak dan membakar sedikitnya 15 kendaraan di berbagai penjuru kota.
Dalam pengumumannya itu dia berkata, “Hari ini kami berkata kepada kelompok-kelompok kriminal terorganisir yang melakukan tindak kejahatan ini bahwa Tijuana akan tetap terbuka dan menjaga semua warganya.”
Selanjutnya wanita itu meminta kepada “kriminal terorganisir” – istilah yang dipakai di Meksiko untuk menyebut kartel narkoba, agar “menyelesaikan masalah utang dengan orang-orang yang tidak membayar utangnya, bukan dengan keluarga dan warga biasa pekerja keras.”
Namun, di Tijuana bukan hanya pejabat pemerintah atau polisi yang ketakutan; kota itu adalah tempat berbagai orang mulai dari pebisnis dan turis hingga migran singgah, untuk melintasi perbatasan masuk ke wilayah Amerika Serikat. Aksi kekerasan yang merebak di kota itu merupakan masalah yang mengancam semua orang dari semua kalangan.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *