Penampilan Menggembirakan The Pains of Being Pure at Heart di Joyland Sessions
BAND indie pop asal New York City, The Pains of Being Pure at Heart, tampil dalam 16 lagu selama satu jam pada hari pertama Joyland Sessions di Taman Kota GBK Jakarta, Sabtu, 29 November 2025. Band yang dipimpin oleh Kip Berman (vokal, gitar), Peggy Wang (keyboard, vokal), Christoph Hochheim (gitar), Brian Alvarez (drum), dan Eddy Marshall (bass) membawakan berbagai lagu yang menghadirkan nuansa musik indie-pop khas mereka.
Awal yang Lembut dan Menarik Perhatian
The Pains of Being Pure at Heart memulai penampilannya dengan lembut melalui lagu “Contender”, yang dinyanyikan oleh Berman tanpa diiringi drum. Setelahnya, penonton dibawa masuk ke dunia indie-pop ala band tersebut dengan lagu “Come Saturday” yang memiliki tempo cepat. Lagu-lagu seperti “Young Adult Friction” dan “This Love is Fucking Right!” juga turut memperkaya pengalaman malam itu.
Bunyi gitar yang mentah, vokal Berman yang kadang tidak sempurna, serta sentuhan penyintesis dari jari-jari Wang menunjukkan bahwa musik ini berasal dari semangat otodidak. Lagu-lagu terkenal lainnya seperti “The Tenure Itch”, “Stay Alive”, dan “Everything With You” juga dimainkan secara bergantian oleh The Pains of Being Pure at Heart. Saat Berman mulai menyanyikan “A Teenager in Love”, penonton langsung mengabadikan momen itu dan turut menyanyikan bait demi bait lagu.
Aksi Panggung yang Dinamis
Setelah itu, band tersebut melanjutkan aksinya dengan lagu-lagu bertempo cepat ala egg-punk seperti “Hey Paul” dan “Gentle Sons”. Dari atas panggung, Berman berkata, “Selamat malam Jakarta. Kami senang sekali berada di sini karena indie-pop sedang berlangsung sangat baik di sini. Ada band-band bagus seperti White Shoes and The Couples Company, Tossing Seed, hingga Drizzly.”
Lagu-lagu seperti “Higher Than the Stars”, “Say No to Love”, “Ramona”, “Heart in Your Heartbreak”, hingga “Belong” juga turut diperdengarkan. Di lagu terakhirnya, Berman dan kawan-kawan kembali memainkan lagu bertempo cepat, “The Pains of Being Pure at Heart” sebagaimana nama band itu.
Keterikatan dengan Indonesia
Sore hari di belakang panggung, Tempo bertemu dengan Kip Berman, Peggy Wang, dan Christoph Hochheim. Mereka berbicara tentang perasaan kembali ke Indonesia setelah 13 tahun. “Sangat senang bisa kembali ke sini, terutama kami semalam melakukan soundcheck lalu mencoba lagi makanan-makanan Indonesia,” kata Berman. “Saya suka sekali nasi goreng,” timpal Hochheim.
Berman mengingat saat ia memulai band dan mengunggah musiknya di MySpace, beberapa orang di Indonesia mengapresiasi dengan memberikan komentar dan mengajak untuk tampil. “Rasanya luar biasa ketika musik kami terhubung dengan orang-orang di sini. Ini sangat berarti bagi kami,” katanya.
Persiapan dan Perubahan Daftar Lagu
Sehari sebelumnya, The Pains of Being Pure at Heart melakukan soundcheck dan disaksikan belasan penggemarnya. Saat soundcheck, Berman pun mengenakan jersey Persija Jakarta. “Ya saya merasa bagian dari The Jakmania,” katanya sembari tertawa.
Namun untuk penampilan di Joyland Sessions, kata Berman, mereka sedikit mengubah daftar lagu dari kota-kota sebelumnya saat mereka manggung di Inggris, sebab di Jakarta formatnya festival. “Daftar lagu sebelumnya kami buat untuk pertunjukan kecil sementara ini festival. Sebab itu hari ini kami memainkan keseluruhan lagu di album pertama kami, dan beberapa lagu lainnya,” katanya.
Wang yang memainkan keyboard dan synthesizer mengatakan dirinya senang sekali bisa bermain musik lagi bersama The Pains of Being Pure at Heart. “Band ini bagian dari perjalanan hidup saya sebelumnya, jadi ketika kami bersama-sama lagi memainkan musik, rasanya luar biasa,” katanya.
Wang mengatakan genre indie-pop sangat berkembang saat ini baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Sebab itu dirinya senang memainkan musik indie-pop. “Saya tak tahu persis bentuknya bagaimana saja, tapi ada banyak anak muda yang memulainya dan sangat menyenangkan,” katanya.







