Infomalangraya.com –
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menggelar sidang pertama uji materiil Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan). Perkara Nomor 30/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar yang berprofesi sebagai Analis Penuntutan atau Calon Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, Wakai.
Dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa (4/3) di Gedung MK, Jakarta. Pemohon menyoroti Pasal 19 ayat 2 UU Kejaksaan. Menurut pemohon, pasal tersebut berpotensi membuka ruang sebesar-besarnya kepada presiden sebagai organ politik untuk mengangkat Jaksa Agung demi kepentingan pribadi maupun golongan.
“Bahwa pasal 19 ayat 2 pada UU Kejaksaan, menyatakan bahwa ‘Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden’, berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat penerapan check and balance pada mekanisme pengangkatan dan pemberhentian oleh presiden,” ucap kuasa hukum pemohon Welly Anggara dalam persidangan.
Baca juga : Jimly Asshiddiqie Usulkan Hakim MK Minimal Berusia 60 Tahun
“Peraturan pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung dalam Pasal 19 ayat 2 UU Kejaksaan dapat membuka ruang sebesar-besarnya tanpa batas kepada presiden sebagai organ politik, baik demi kepentingan pribadi maupun golongan tertentu dalam melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas fungsi dan kewenangan penegakkan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan,” tegasnya.
Baca juga : Mantan Ketua MK Jimly Asshididiqie Minta Revisi UU MK Hapus Ketentuan Pemecatan Hakim
Dengan kondisi tersebut, pemohon menjelaskan bahwa Pasal 19 ayat 2 UU Kejaksaan bertentangan dangan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum di mana ciri-ciri kekuasaan hukum adalah adanya pemisahan kekuasan negara.
Selain itu, Pemohon jug menyatakan bahwa Pasal 19 ayat 2 UU Kejaksaan juga bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1 UUD 1945, dimana, dalam dalam pasal tersebut bertuliskan kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
“Berdasarkan uraian tersebut jelas dan tidak terbantahkan bahwa Pasal 19 ayat 2 UU Kejaksaaan berentangan dengan Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 24 ayat 1 UUD 1945,” tegas Welly.
Selain melakukan uji materiil Pasal 19 ayat 2, pemohon juga menguji Pasal 1 angka 3, Pasal 20, dan Pasal 21 pada UU Kejaksaan. Terkait Pasal 20 UU Kejaksaan, Pemohon menilai peraturan tersebut membuka ruang kesempatan dengan sangat mudah bagi seseorang yang tidak pernah mengalami berbagai hal dan tahapan proses sebagai Jaksa untuk menjadi Jaksa Agung.
Adapun pada Pada Pasal 20 UU Kejaksaan tertulis, ‘Untuk menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia, b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, c. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945, d. Berijazah paling rendah sarjana hukum, e. Sehat jasmani dan rohani, dan f. Berintegritas, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela’.
“Bahwa salah satu kebijakan afirmasi yang terdapat dalam Pasal 20 UU Kejaksaan adalah mengenai dimungkinkannya seorang diangkat menjadi Jaksa Agung sekalipun tidak pernah dinyatakan lulus mengikuti Program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ), dan tidak pernah merasakan suka dukanya mengabdikan diri di Kejaksaan Republik Indonesia,” terang Jovi.
Pemohon khawatir, jika Pasal 20 UU Kejaksaan tidak segera diperbaiki, tidak menutup kemungkinan pejabat struktural atau anggota partai politik (Parpol) dapat menjadi Jaksa Agung. Selain itu, norma tersebut juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28D ayat 1, dan Pasal 28H ayat 2 UUD 1945.
“Pasal ini tentu Memberikan peluang atau celah hukum bagi Pejabat Struktural, Pengurus maupun Anggota Parpol untuk diangkat menjadi Jaksa Agung. Yang tentu hal ini sangatlah berbahaya bagi institusi Kejaksaan Republik Indonesia,” terang Jovi.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan uji materiil (judicial review) terhadap ketentuan Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Kejaksaan terhadap UUD 1945. (Z-8)