Pengalaman Membuat Film “Believe” yang Menggabungkan Drama dan Perang
Sebagai sutradara film “Believe,” Rahabi Mandra atau lebih dikenal dengan panggilan Abi, berbagi wawasan penting tentang bagaimana film ini dibentuk. Film ini diangkat dari kisah nyata Serka Dedi, ayah dari Panglima TNI Agus Subiyanto, dalam perang Seroja 1975 di Timor Timur. Meskipun memiliki tema film perang, film ini justru lebih menonjolkan sisi drama dan kisah kehidupan antar anak dan bapak.
“Film ini memang bertema perang, tapi kok tiba-tiba keluar jadi film drama yang banyak mengangkat kisah hidup dari anak dan bapak itu gitu ya. Jadi kita punya set pieces banyak lah, ada 5 sampai 6 yang memang bisa dikategorikan sebagai film perang, namun setelah dilakukan focus group discussion (FGD), pihak-pihak yang menonton malah lebih merasa bahwa dramanya ini yang paling kuat,” ujar Abi dalam wawancara.
Strategi Promosi yang Berubah
Abi juga menjelaskan strategi yang diambil terkait ekspektasi penonton. Jika menonton film bertema perang, orang biasanya terpikir pada film seperti Black Hawk Down atau film perang lainnya. Namun, ia takut jika trailer hanya menampilkan adegan perang, maka penonton akan memiliki ekspektasi yang meleset.
“Ini membuat pihak produksi menggeser nuansa poster dan materi promosi sehingga lebih menonjolkan sisi drama dan hubungan keluarga, terutama antara Agus dan Ayahnya, dengan tambahan unsur anak perempuan yang diperankan Dinda Thomas.”
Sensitivitas Sejarah dan Kombinasi Fakta dengan Fiksi
Abi menyoroti betapa rawannya isu sejarah yang diangkat, termasuk tema Indonesia dan Timor Timur, yang dapat menimbulkan sensitivitas karena kondisi saat ini tengah baik-baik saja. Ia menegaskan bahwa film ini bukanlah film politik, dan tidak ingin di-politisir.
“Sebenernya ini adalah hiburan loh. Kita nggak mau, ini bukan film politik. Jangan sampai nanti di politisir atau apa gitu. Tentu ini ada drama dan fiksinya. Fiksinya bisa dibilang di peran antagonis. Kita nggak mau menyinggung pihak manapun. Jadi ada unsur fiksi meski memang ini film yang terinspirasi dari kisah nyata,” jelasnya.
Menariknya, unsur romansa juga benar-benar terjadi dalam cerita dan diperankan dengan nyata. “Romance malah beneran. Yang jadi istrinya sekarang, dari pak Agus ya pemeran wanita yang kita tampilkan di film,” tegasnya.
Kolaborasi dengan TNI dan Tantangan CGI
Abi juga menyampaikan bahwa timnya mengerjakan banyak adegan aksi dengan bantuan CGI dan simulasi lapangan. “Kita garap sendiri CGInya. Jadi semacam kubikin 4 fase. Fase pertama itu gambar-gambar detail ledakan peluru kena pohon, kena detail-detail itu asli, itu syuting beneran. Nah ada fase kedua itu asli dan campur CGI, fase ketiga keempat itu full CGI, karena buat background gunung, suasana juga harus mirip lokasi Timor Timur 1975 kan.”
Ia juga menjelaskan bahwa semua adegan ledakan, tembakan, dan bom digabungkan antara latihan militer dan CGI. “Yang pasti film ini ada ledakan beneran, tembakan beneran, bom, semuanya kita blend antara latihan militer dan CGI. Tapi kaya senjatanya saja itu asli pas dibawa ya, karena bentuk senjata yang dipakai ayahnya pak Agus (Serka Dedi) itu keluaran tahun-tahun lama sekira 1975 itu.”
Konsultasi dengan TNI
Abi menyebutkan bahwa konsultan mereka adalah TNI. “Kita konsultasi ya, orang ketembak itu geraknya kaya gimana, kena bom mentalnya gimana, pegang senjata gimana, gerakannya saat nembak gimana, itu kita perhatiin detail.”
Pesan untuk Penonton
Pesan mendalam dari Abi untuk para penonton adalah bahwa film ini bukan cuma soal peperangan. “Ini soal keberanian, keluarga, dan pengorbanan. Harapannya, penonton bisa melihat film ini dengan hati yang terbuka, dan tidak hanya mencari aksi tembak-menembak atau ledakan saja.”