Sejarah KLa Project: Dari Garasi Tebet Hingga Legenda Musik Indonesia
KLa Project adalah salah satu grup musik yang paling dikenang dalam sejarah musik Indonesia. Ketika suara khas Katon Bagaskara menyanyikan lirik “Pulang ke kotamu…”, jutaan pendengar seolah terbawa dalam perasaan nostalgia akan kota yang dirindukan, lagu yang abadi, dan pengalaman yang tak terlupakan.
Dibentuk pada 23 Oktober 1988, KLa Project tidak hanya menjadi pelopor “pop kreatif” di Tanah Air, tetapi juga menjadi simbol era keemasan musik Indonesia. Awalnya lahir dari sebuah garasi di kawasan Tebet, Jakarta, grup ini dibentuk oleh empat musisi berbakat: Katon Bagaskara, Romulo “Lilo” Radjadin, Adi Adrian, dan Ari Burhani. Nama “KLa” sendiri merupakan singkatan dari nama mereka, dengan huruf kecil “a” sebagai ciri khas yang membedakan mereka dari grup lain.
Di tengah dominasi musik pop konvensional dan dangdut pada akhir tahun 80-an hingga awal 90-an, KLa Project hadir sebagai perbedaan. Mereka membawa warna baru melalui perpaduan synth pop, nuansa eksperimental, dan lirik-lirik puitis yang menyentuh hati. Lagu-lagu seperti Rentang Asmara, Tentang Kita, hingga Yogyakarta menjadi soundtrack kehidupan generasi 90-an dan masih digemari hingga hari ini.
Album debut mereka, KLa (1989), langsung mencuri perhatian. Namun, puncak popularitas datang lewat album kedua mereka, Kedua (1991), yang memuat lagu legendaris Yogyakarta. Lagu ini bukan sekadar pujian pada kota budaya, tetapi juga simbol kenangan, cinta yang tertinggal, dan kerinduan yang tak tersampaikan.
Perjalanan KLa Project tidak selalu mulus. Pada tahun 1993, Ari Burhani memilih untuk keluar dari grup. Disusul oleh Lilo pada tahun 2001. KLa Project pun sempat berganti wajah menjadi NuKLa. Namun, publik belum siap melupakan nama besar KLa. Tahun 2006, formasi awal akhirnya bersatu kembali, menandai babak baru dengan album KLa Returns dan Exellentia.
Selain aktif di atas panggung, KLa Project juga dikenal sebagai pionir dalam memperjuangkan hak cipta dan royalti musik di Indonesia. Langkah mereka menginspirasi banyak musisi untuk memperjuangkan hak atas karya sendiri, sesuatu yang masih menjadi perjuangan besar di industri musik Tanah Air.
Pada tahun 2024, KLa kembali membuktikan eksistensinya lewat konser megah bertajuk AETERNITAS – 36 Tahun KLa Project yang digelar di Istora Senayan. Ribuan penonton larut dalam lagu-lagu yang masih relevan, membuktikan bahwa musik mereka tidak hanya bertahan, tapi terus hidup.
KLa Project kini telah menjadi legenda. Lebih dari sekadar band, mereka adalah penjaga emosi, perasa rindu, dan penyair cinta yang membungkus kisah dalam nada dan kata. Lagu-lagu mereka masih sering terdengar di berbagai platform, lirik-liriknya menghiasi status media sosial anak muda zaman sekarang.
Dari garasi sederhana di Tebet, KLa Project telah melintasi dekade, menembus batas usia, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah musik Indonesia. Mereka tidak hanya memberikan alunan musik, tetapi juga meninggalkan jejak yang tak terhapus dalam jiwa para penggemarnya.