Komitmen Indonesia dalam Mengatasi Polusi Plastik Global
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, telah menunjukkan komitmennya untuk mengakhiri polusi plastik di tingkat global. Dalam pernyataannya, ia menyoroti progres yang lambat dari Perjanjian Plastik Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 yang berlangsung di Jenewa, Swiss, dan berakhir pada 15 Agustus lalu.
Di akun Instagram pribadinya, Hanif menyampaikan strategi langkah-langkah Indonesia dengan target pengelolaan sampah termasuk plastik hingga 100% pada tahun 2029. Komitmen ini akan dicapai melalui beberapa cara seperti penghapusan produk plastik yang bermasalah, penghapusan bahan kimia berbahaya, pemulihan pencemaran yang ada, serta pencegahan kebocoran plastik dengan dukungan internasional yang kuat.
Dalam konteks yang sama, pernyataan Menteri Hanif juga didiskusikan oleh Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara. Ia menilai bahwa komitmen pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional tidak sepenuhnya sejalan dengan posisi nyata negara ini.
Kehati-hatian Indonesia dalam Industri Plastik dan Perikanan
Rahyang menilai bahwa catatan-catatan Indonesia dalam INC 5.2 cenderung lebih hati-hati. “Indonesia fokus pada fleksibilitas sesuai kapasitas nasional, perlindungan sektor industri plastik dan perikanan, serta penekanan pada terminologi masyarakat adat dan komunitas lokal,” ujar Rahyang dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/8).
Khususnya dalam Artikel 7-1.c tentang isu akuakultur dan alat tangkap terbuang, Indonesia merasa perlu berhati-hati dalam memasukkan istilah “akuakultur” dalam kegiatan yang berpotensi menyebabkan polusi plastik. Sebagai negara yang bergantung pada akuakultur, Indonesia khawatir regulasi ini bisa menjadi tantangan bagi produsen skala kecil dalam mengurangi kontaminasi plastik.
Selain itu, Indonesia menilai perlu adanya konsensus regional yang jelas untuk membantu menjalankan mandat global ini. “Langkah-langkah yang diambil untuk menangani akuakultur harus disertai dengan dukungan pendanaan yang kuat dan dukungan teknis untuk memastikan masyarakat rentan dapat mengadopsi praktik berkelanjutan tanpa merusak penghidupan mereka,” demikian pernyataan Indonesia dalam pengajuan untuk artikel 7-1.c.
Pertimbangan Keadaan Nasional dalam Komitmen Global
Meskipun setuju dengan upaya global mengurangi polusi plastik, Indonesia memandang perlu mempertimbangkan kondisi dan kemampuan serta hukum nasional setiap negara untuk mencapai komitmen tersebut. “Fleksibilitas tersebut memastikan semua negara dapat berkontribusi secara efektif sambil mengatasi tantangan dan kapasitas unik mereka,” kutipan dari pengajuan Indonesia.
Konsistensi Pernyataan dalam Perundingan Internasional
Dengan perbedaan sikap tersebut, Rahyang menanggapi pentingnya konsistensi dalam pernyataan komitmen. Menurutnya, ambisi Indonesia juga perlu disalurkan dalam substansi perundingan internasional. “Perbedaan antara sikap diplomasi publik dan posisi teknis di ruang negosiasi ini menunjukkan pentingnya konsistensi,” tutur Rahyang.