Potensi Ekonomi yang Menggerakkan Industri Sepak Bola Usia Muda
Sepak bola merupakan olahraga yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai hiburan, olahraga ini juga memiliki peran penting dalam menggerakkan sektor ekonomi. Berbagai kompetisi sepak bola usia muda, seperti U-9, U-11, U-13, hingga U-17, digelar secara rutin setiap tahun di berbagai daerah. Kompetisi ini tidak hanya menjadi ajang pencarian bakat, tetapi juga menjadi penggerak utama industri olahraga nasional.
Kompetisi sepak bola usia muda kini telah berkembang menjadi sebuah sistem yang terstruktur dan berkelanjutan. Penyelenggaraannya melibatkan berbagai pihak, mulai dari sekolah-sekolah sepak bola (SSB), akademi, operator swasta, hingga dukungan aktif dari PSSI dan pemerintah melalui program pembinaan usia dini. Dengan jumlah peserta yang mencapai ribuan, kompetisi ini memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Efek Ekonomi Berantai dari Kompetisi Sepak Bola Usia Muda
Di balik persaingan sengit di lapangan, kompetisi sepak bola usia muda menciptakan efek ekonomi berantai. Perputaran uang terjadi dalam berbagai bentuk, seperti sewa lapangan, akomodasi, transportasi tim, konsumsi, penjualan merchandise, hingga belanja perlengkapan tim dan kontribusi UMKM lokal. Setiap event yang diselenggarakan menimbulkan kebutuhan akan berbagai layanan dan produk yang mendukung pelaksanaan kompetisi tersebut.
Deputi Bidang Industri Olahraga Kemenpora R. Isnanta menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh para operator kompetisi usia muda tidaklah sedikit. Namun, karena kompetisi ini bisa berjalan dan terus dilaksanakan, maka ada potensi keuntungan ekonomi yang besar di dalamnya. “Berbicara soal industri, pasti bicara faktor ekonomi. Jika suatu event tidak menguntungkan, tentu tidak akan dilanjutkan. Namun, karena ini bisa berlanjut, berarti ada potensi keuntungan ekonomi di situ,” katanya.
Partisipasi yang Luas dan Kontribusi Finansial
Operator sepak bola usia muda seperti Liga Topskor, Indonesia Grassroot Championship, dan lebih dari 15 operator lainnya yang tergabung dalam APSUMSI (Asosiasi Pembina Sepak Bola Usia Muda Seluruh Indonesia) antara lain FORSGI, BLiSPI, GEAS Indonesia, Komunitas Jujur, FOSSBI, Fosbolindo, GoBolaBali, ASBI, Liga Sentra, SBAI, Dream Come True (DCT), dan lainnya, setiap tahunnya menggelar kompetisi berjenjang dari seri daerah hingga nasional. Rata-rata per operator melibatkan lebih dari 2000 atlet, belum termasuk tim pendukung dan keikutsertaan orang tua.
Biaya pendaftaran untuk satu klub dalam satu event bisa mencapai Rp 500 ribu. Dengan ribuan klub yang ikut serta, maka sudah bisa dilihat ada potensi puluhan miliar uang yang berputar hanya dari biaya pendaftaran saja. Belum lagi, dari biaya lainnya seperti akomodasi, konsumsi, sampai dengan transportasi.
Dampak Ekonomi yang Signifikan
Bayangkan jika satu tim mengeluarkan Rp 25 juta per kompetisi. Dengan sekitar 5.000 tim kelompok umur yang ikut, maka bisa dilihat ada sekitar Rp 125 miliar uang yang berputar karena kompetisi kelompok umur tersebut. Angka ini bisa lebih besar lagi, karena ada ratusan kompetisi kelompok umur yang digelar di Indonesia.
Selain itu, event-event ini juga turut menggerakkan ekonomi di bawah. Banyak kamar hotel yang dipesan, banyak warung atau usaha penyedia makanan yang dibeli produknya, serta ratusan mobil yang disewa untuk membawa tim bertanding. Dengan demikian, kompetisi sepak bola usia muda tidak hanya berdampak pada dunia olahraga, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Contoh Nyata yang Menunjukkan Potensi Besar
Piala Soeratin Jawa Timur 2025 menjadi salah satu contoh nyata. Sekretaris Jenderal PSSI Jatim, Djoko Tetuko, menyebutkan bahwa biaya operasional PSSI Jatim untuk tiga kategori usia mencapai Rp3,5 miliar, termasuk pengadaan lapangan, wasit, keamanan, dan akomodasi. Jika ditambah dengan pengeluaran klub dan konsumsi penonton, nilai total perputaran uang diperkirakan bisa mencapai Rp10 miliar lebih.
Contoh lainnya adalah Indonesia Grassroot Championship Cup 2025 yang digelar di Surakarta. Ajang ini berhasil mendatangkan sekitar 2.500 orang, terdiri dari pemain, pelatih, orang tua, dan ofisial. Diperkirakan perputaran uang dari ajang ini mencapai Rp15 miliar hanya dalam dua hari pelaksanaan.
Kesimpulan
Fenomena kompetisi usia muda membuktikan bahwa sektor ini merupakan bagian strategis dalam industri olahraga. Selain meningkatkan angka partisipasi olahraga masyarakat, event-event ini juga mampu menggerakkan ekonomi lintas sektor, mulai dari olahraga, pariwisata, hingga UMKM. Dengan potensi ekonomi yang besar, kompetisi sepak bola usia muda harus terus didukung agar bisa terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.