Info Malang Raya – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap praktik korupsi dalam pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur. Dalam kasus yang menyeret sejumlah anggota DPRD Jatim periode 2019–2024, KPK menemukan adanya dugaan potongan hingga 20 persen dari total nilai proyek yang bersumber dari dana hibah APBD Jatim tahun anggaran 2019–2022.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa dana hibah tersebut dialokasikan melalui skema kelompok masyarakat (Pokmas) dan bukan dalam bentuk uang tunai langsung, melainkan berbentuk proyek-proyek bernilai kecil—rata-rata di bawah Rp200 juta—untuk menghindari kewajiban lelang. Dari proyek-proyek inilah, potongan “jatah” sebesar 20 persen dilakukan.
“Setiap anggota dewan bisa mendapatkan alokasi anggaran hingga Rp2 miliar, yang kemudian dibagi menjadi 10 proyek kecil. Dari setiap proyek itu, sekitar 20 persen dipotong. Ini yang kami dalami,” jelas Asep dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).
Proyek-proyek tersebut tersebar di berbagai sektor dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), termasuk di bidang pendidikan, perumahan, hingga ke organisasi olahraga seperti KONI Jawa Timur. Salah satu proyek yang ditelusuri berasal dari alokasi dana hibah yang dikendalikan oleh Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024, Kusnadi. Dana tersebut diarahkan ke KONI dan diduga turut terkena potongan yang sama.
Selama periode penggeledahan dari 14 hingga 16 April 2025, tim penyidik menyisir enam rumah pribadi, termasuk kediaman anggota DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, serta kantor KONI Jatim. Dari sejumlah lokasi tersebut, KPK menyita dokumen penting dan barang bukti elektronik.
KPK juga sebelumnya telah memeriksa Abdul Halim Iskandar, mantan Menteri Desa dan kakak dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Pemeriksaan ini berkaitan dengan pengetahuannya soal aliran dana hibah ke kelompok masyarakat di Jawa Timur.
Kasus ini merupakan pengembangan dari OTT terhadap Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Jatim kala itu, yang ditangkap pada Desember 2022. Dalam pengembangannya, KPK resmi menetapkan 21 tersangka, terdiri dari pimpinan DPRD, anggota legislatif, kepala desa, staf sekretariat dewan, serta sejumlah pihak swasta.
Meski nama-nama para tersangka telah beredar luas, KPK belum mengumumkan secara resmi daftar lengkapnya karena proses penyidikan masih berlangsung. Penahanan juga belum dilakukan karena penyidik masih mengumpulkan alat bukti tambahan.
KPK menegaskan bahwa praktik korupsi melalui proyek hibah ini telah berlangsung sistematis dan melibatkan banyak pihak. Lembaga antirasuah ini berkomitmen untuk menuntaskan perkara hingga ke akar-akarnya, demi mencegah penyalahgunaan dana publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.