Kinerja Keuangan Sido Muncul pada Separuh Pertama 2025
Pendapatan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) mengalami penurunan tipis secara tahunan pada separuh pertama 2025. Namun, pendapatan pada kuartal II-2025 menunjukkan tanda pemulihan yang signifikan. Pada periode semester pertama 2025, pendapatan SIDO terkoreksi sebesar 3,6% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 1,82 triliun. Di kuartal kedua, pendapatan meningkat menjadi Rp 1 triliun atau naik 29,4% secara kuartalan.
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan kinerja perseroan adalah ekspor. Penjualan internasional SIDO tumbuh sebesar 17% secara tahunan selama semester I-2025. Hal ini membuat kontribusi dari ekspor mencapai 9,7% terhadap total penjualan perusahaan. Analis MNC Sekuritas, Catherine Florencia, dalam risetnya pada 14 Agustus 2025, menilai bahwa kinerja positif ini didukung oleh kekuatan merek SIDO di wilayah Indochina dan Afrika, serta posisi yang stabil di Filipina dan Nigeria.
Selain itu, SIDO juga memiliki rencana untuk memperluas pasar ekspor. Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menilai bahwa ekspansi pasar ini sangat penting karena dapat mengurangi ketergantungan pada konsumsi domestik yang saat ini masih lesu. “Jika momentum ekspor ini terjaga, kontribusinya bisa lebih signifikan di separuh kedua 2025, terutama dengan potensi permintaan dari Asia Tenggara dan Timur Tengah,” ujar Ekky kepada Infomalangraya.com, Senin (25/8/2025).
Namun, di masa depan, SIDO tetap berpotensi menghadapi tantangan seperti lesunya daya beli masyarakat. Untuk menghadapi hal ini, manajemen perusahaan merevisi target pertumbuhan penjualan dan laba bersih menjadi lebih dari 5% yoy, turun dari target sebelumnya yang mencapai 10%.
Untuk menjaga kinerja, Ekky menekankan bahwa SIDO perlu memastikan distribusi produk tetap kuat serta menjaga efisiensi bahan baku impor yang sensitif terhadap nilai tukar rupiah. “Risiko yang masih membayangi SIDO adalah potensi fluktuasi harga bahan baku,” tambahnya.
Menurut Ekky, saham SIDO masih relatif menarik karena didukung oleh merek yang kuat dan pasar yang jelas. Namun, valuasinya dinilai relatif premium dibandingkan emiten lain di sektor consumer. Sejalan dengan proyeksi pertumbuhan yang lebih konservatif, Ekky menyarankan strategi buy on weakness dengan target harga antara Rp 600–630 per saham.
Sementara itu, Catherine Florencia merekomendasikan hold terhadap saham SIDO dengan target harga Rp 500 per saham. Alasan utamanya adalah adanya risiko pemulihan volume penjualan domestik yang lebih lambat dan kinerja produk baru SIDO yang tidak sesuai ekspektasi. Selain itu, ada juga risiko penjualan ekspor di pasar baru yang lebih lambat dari perkiraan. “Kondisi ini perlu dipantau secara terus-menerus,” pungkasnya.