Tren Sound Horeg di Jawa Timur dan Dampaknya pada Kesehatan Telinga
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan sound system berdaya tinggi atau yang dikenal dengan sound horeg telah menjadi tren di berbagai daerah Jawa Timur. Bagi sebagian masyarakat, hal ini dianggap sebagai ekspresi budaya dan hiburan rakyat. Namun, keberadaannya juga menimbulkan berbagai kontroversi.
Beberapa pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan beberapa pondok pesantren di Jawa Timur, bahkan memfatwakan bahwa praktik ini tidak diperbolehkan. Di sisi lain, fenomena ini juga dikaji sebagai bagian dari kekayaan intelektual komunal masyarakat oleh para ahli.
Namun, selain masalah normatif, ada aspek penting yang perlu diperhatikan, yaitu dampak suara keras terhadap kesehatan telinga. Paparan suara bising secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen, terutama pada orang lanjut usia.
Agar kesehatan tetap terjaga, berikut beberapa tips sederhana untuk melindungi telinga dari kerusakan jangka panjang:
Kurangi Paparan Suara Bising Sebisa Mungkin
Suara keras yang terus-menerus, seperti di konser, lalu lintas padat, atau acara dengan sound system besar, dapat merusak sel-sel halus di dalam telinga. Hal ini bisa terjadi perlahan dan tanpa disadari. Mengurangi durasi berada di lingkungan yang bising adalah cara paling efektif untuk mencegah gangguan pendengaran.
Contohnya, jika sedang berada di hajatan yang menggunakan sound horeg, cobalah sesekali menjauh ke tempat lebih tenang atau menurunkan volume jika memungkinkan.
Gunakan Pelindung Telinga Jika Diperlukan
Ketika berada di lingkungan dengan suara keras yang tidak dapat dihindari, seperti di konser atau karnaval, gunakan pelindung telinga seperti earplug atau earmuff. Penyumbat telinga busa dapat meredam suara hingga 30 desibel, cukup untuk mengurangi risiko kerusakan jangka panjang. Beberapa jenis earplug dirancang khusus untuk menjaga kualitas suara tetap jernih, sehingga cocok bagi musisi atau penggemar audio.
Rutin Periksakan Pendengaran
Seperti halnya pemeriksaan mata atau gigi, pendengaran juga perlu dicek secara berkala. WHO menyarankan orang usia 50 tahun ke atas untuk melakukan tes pendengaran setidaknya setiap lima tahun sekali. Jika terdapat keluhan seperti sulit mendengar percakapan atau sering mendengar dengungan, sebaiknya segera konsultasikan dengan ahli.
Hindari Kebiasaan Merokok
Merokok ternyata juga dapat merusak pendengaran. Penelitian NIH menemukan bahwa perokok aktif berisiko 61% lebih tinggi mengalami gangguan pendengaran dibandingkan mereka yang tidak merokok. Mantan perokok yang sudah berhenti lebih dari lima tahun memiliki risiko yang hampir sama rendahnya dengan non-perokok.
Kenali Kondisi Pendengaran yang Umum pada Lansia
Selain kehilangan pendengaran karena usia, kondisi seperti tinnitus (telinga berdenging) juga sering muncul, terutama antara usia 60–69 tahun. Tinnitus biasanya terkait dengan gangguan pendengaran sensorineural. Ada pula vertigo akibat benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) yang menyebabkan pusing mendadak akibat kristal kecil di telinga bagian dalam yang bergeser. Kondisi ini harus ditangani oleh tenaga medis dengan prosedur ringan, tetapi tidak disarankan untuk mencoba sendiri tanpa panduan dokter.
Waspadai Efek Samping Obat yang Sedang Dikonsumsi
Beberapa jenis obat, termasuk antibiotik dan obat kemoterapi, diketahui memiliki efek samping pada pendengaran. Oleh karena itu, jika Anda mengonsumsi obat dalam jangka panjang, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter apakah obat tersebut aman untuk kesehatan telinga.
Sound horeg memang memiliki nilai sosial dan hiburan tersendiri, terutama dalam menghidupkan suasana acara rakyat. Namun, menjaga kenyamanan dan kesehatan bersama juga penting. Suara keras yang berlebihan tidak hanya dapat mengganggu istirahat warga sekitar, tapi juga berisiko merusak pendengaran, terutama jika terpapar dalam waktu lama. Dengan kesadaran dan edukasi, masyarakat tetap dapat menikmati hiburan tanpa mengorbankan kesehatan.