Info Malang Raya – Sekelompok masyarakat menggelar unjuk rasa di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Kamis (22/8/2024). Kelompok massa yang mayoritas terdiri dari mahasiswa ini menolak keputusan DPR yang menganulir putusan MK terkait Pilkada.
“Lembaga setingkat MK, putusannya bisa dibatalkan oleh DPR, dibegal sama DPR. Luar biasa memang negara ini,” seru salah satu mahasiswa dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya.
Dalam pantauan Tirto di lokasi, aksi demo juga diikuti oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Jumlah massa diperkirakan sekitar 70 orang, yang membawa berbagai poster dengan tulisan seperti “Lawan Komplotan Pembegal Konstitusi!”, “Awas Pencoreng Demokrasi,” dan “Save MK”.
“Selamatkan demokrasi. Turunkan Jokowi, hentikan dinasti!” ungkap pemimpin aksi demo. “Lawan! Hidup mahasiswa! Hidup rakyat!” seru para mahasiswa sembari berteriak.
Kalangan mahasiswa juga menyanyikan lagu khas saat demo. Seluruh peserta unjuk rasa mengikuti dengan suara lantang.
Dalam pantauan Tirto, massa menyanyikan lagu “Lawan Dinasti” secara beramai-ramai dan berulang-ulang. “Lawan, lawan, lawan dinasti, lawan dinasti sekarang juga,” seru para massa sembari mengangkat poster-poster bertuliskan demokrasi dan mengibarkan bendera Indonesia.
Massa yang hadir terdiri dari koalisi guru besar, akademisi, sekelompok mahasiswa, dan berbagai elemen masyarakat. Sebelumnya, mereka berorasi di depan Gedung MK, lalu bergegas masuk ke dalam gedung untuk berfoto bersama sambil terus menyanyikan lantunan yang sama dan menyerukan “Kawal MK”.
“Kawal, kawal, kawallah MK, kawallah MK sekarang juga,” ujar nyanyian para massa dengan lantang.
Sejumlah publik figur turut hadir dalam kegiatan unjuk rasa, antara lain Gunawan Muhammad, Usman Hamid, Ray Rangkuti, dan para aktivis lainnya.
Ketegangan di beberapa daerah di Indonesia meningkat setelah Badan Legislatif (Baleg) DPR RI merevisi Undang-Undang Pilkada. Baleg DPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang syarat pencalonan kandidat pilkada.
Baleg mengembalikan syarat pencalonan partai yang sebelumnya diubah berbasis persentase pemilih menjadi ambang batas 20 persen untuk partai parlemen dan 25 persen suara nasional. Mereka hanya mengakomodasi ruang bagi partai non-parlemen untuk bisa mengusung kandidat lewat jalur perolehan suara.
Selain itu, Baleg DPR juga dianggap menganulir putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan batas umur pencalonan seseorang. Baleg DPR mengacu pada putusan Mahkamah Agung bahwa penentuan batas umur pencalonan berlaku pada saat dilantik, bukan ketika penetapan sebagai calon, sebagaimana penegasan di putusan MK.
Sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat ramai-ramai menolak revisi UU Pilkada yang diusulkan oleh Baleg DPR. Terkini, revisi tersebut sudah disetujui di tingkat I dan akan diparipurnakan sebagai undang-undang pada Kamis, 22 Agustus 2024.