InfoMalangRaya.com– Mahkamah Agung Prancis menganulir surat penangkapan Bashar Assad dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang saudara di Suriah.
Cour de Cassation menyatakan bahwa surat perintah penangkapan tersebut berdasarkan hukum internasional invalid, karena sebagai kepala negara Assad memiliki imunitas dari penuntutan di pengadilan negara asing selama masih menjabat.
Para hakim mengatakan tidak ada pengecualian bagi Assad dalam hukum internasional. Meskipun demikian, keputusan majelis hakim itu tidak menutup kemungkinan untuk dikeluarkannya lagi surat perintah penangkapan baru setelah Assad tidak lagi menjabat sebagai kepala negara. Sebagaimana diketahui, sejak Desember 2024 Assad dan keluarganya hidup dalam pengasingan di Rusia setelah pasukan oposisi rezim yang didukung Turki mengambil alih kekuasaan di Suriah.
Mariana Pena, penasihat hukum senior di Open Society Justice Initiative (OSJI), mengatakan pengadilan “gagal memanfaatkan peluang” untuk membuat pengecualian dalam melepaskan imunitas kepala negara yang dituduh melakukan kejahatan paling keji. Namun, dia menegaskan bahwa upaya untuk menyeret Assad ke pengadilan akan terus dilakukan, lapor The Guardian Jumat (25/7/2025).
Sebuah pengadilan di Prancis pada November 2023 mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional sebagai reaksi atas dua serangan senjata kimia di Suriah yang dilakukan oleh pasukan pro-Assad. Dalam serangan pertama pada Agustus 2013, gas sarin yang dinyatakan terlarang secara internasional dipakai untuk mengebom penduduk sehingga lebih dari 1.000 orang tewas termasuk ratusan anak-anak di distrik Ghouta, di bagian timur Damaskus. Pada serangan kedua April 2018, sebanyak 450 orang terluka dalam serangan di kota kecil Adra dan Douma.
Serangan sarin 2013 hampir menyeret Amerika Serikat ke dalam perang di Suriah. Barack Obama, presiden AS kala itu, memperingatkan Assad bahwa penggunaan senjata kimia akan menjadi “garis merah”, tetapi Washington kemudian menahan diri dari melakukan tindakan militer setelah rezim Assad setuju untuk melucuti persenjataan kimianya.
Didorong oleh kedua serangan tersebut sejumlah pihak mengupayakan surat perintah penangkapan Assad, yang diajukan oleh kelompok-kelompok sipil termasuk kelompok penyintas dari serangan itu, Syrian Center for Media and Freedom of Expression serta OSJI.
Pembatalan surat perintah penangkapan itu diajukan awalnya oleh kantor anti-terorisme Prancis dengan alasan Assad kala itu masih memiliki hak imunitas dari penuntutan. Tahun lalu, pengadilan banding di Paris mengukuhkan surat perintah penangkapan menyusul adanya permintaan pembatalan. Setelah itu, kantor anti-terorisme dan pihak kejaksaan mengajukan pembatalan lagi yang kemudian akhirnya dikabulkan oleh pengadilan tertinggi Prancis.
Dalam persidangan, OSJI berargumen bahwa hak imunitas seharusnya dikesampingkan ketika pemimpin sutau negara melakukan kejahatan sangat keji terhadap rakyatnya sendiri.
Sementara surat perintah penangkapan Assad dibatalkan, surat perintah penangkapan Maher al-Assad – adik dari Bashar Assad yang dituduh ikut melakukan kejahatan tersebut – masih berlaku.*