Jombang (IMR) – Kabar duka menyelimuti langit Jombang pada Kamis malam, 10 Juli 2025. Ali Fikri, mantan Bupati Jombang yang dikenal bersahaja dan penuh ketulusan, berpulang ke rahmatullah di Jakarta.
Lelaki kelahiran Sumobito, 22 April 1961 ini tutup usia dalam keheningan, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, kerabat, dan masyarakat yang mengenalnya.
Di tengah malam yang senyap, jenazahnya diberangkatkan dari ibu kota menuju kampung halaman tercinta. Perjalanan terakhir itu menempuh ratusan kilometer menuju rumah duka, sebuah rumah penuh kenangan di tanah kelahirannya. Ia akan dimakamkan pada Jumat siang, selepas salat Jumat, di pemakaman Mbah Sayyid Sulaiman, Betek, Mojoagung—tanah suci yang akan menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.
Meski hanya menjabat sebagai Bupati Jombang dalam rentang yang amat singkat—hanya 103 hari, dari 12 Juni hingga 23 September 2008—Ali Fikri tetap membekas dalam ingatan. Ia bukan hanya pemimpin administratif, melainkan juga seorang yang hadir sebagai saudara, sahabat, dan pelindung bagi banyak orang.
Kesahajaannya selama menjabat, dan kesetiaannya mengabdi dalam senyap selepas tak lagi memegang jabatan, membuatnya dikenang bukan karena kekuasaan, tapi karena kepribadian.
Kabar wafatnya adik kandung aktivis UPC (Urban Poor Consortium) atau Konsorsium kaum miskin perkotaan, Wardah Hafidz ini dibenarkan oleh Yusron Aminulloh, keponakannya.
“Beliau bukan hanya paman, tapi saya anggap orangtua sendiri. Akhir-akhir ini sangat intens mendampingi saya,” ungkap Yusron dengan suara berat saat dikonfirmasi.
Ia mengenang komunikasi terakhirnya dengan Ali Fikri yang masih sempat menelpon, bahkan berencana hadir dalam sebuah acara sepulang dari Jakarta. Tak ada firasat apa-apa, kecuali rencana yang kini tinggal kenangan.
Ali Fikri meninggalkan seorang istri tercinta, Euis Murniati, dan empat buah hati: Raissya Aulia Rahmawati (lahir 1990), Amalia Fitriani (lahir 1992), Ivan Taufiqurrahman (lahir 1994), dan si bungsu Sa’dullah Iskandar Hafidz (lahir 1999).
Dalam keheningan mereka, kesedihan tak bisa disembunyikan—seorang ayah yang sederhana dan penuh cinta telah pergi, menyisakan teladan dan doa-doa panjang.
Kini, Jombang kehilangan salah satu putra terbaiknya. Seorang pemimpin yang bersahaja, seorang paman yang setia, seorang ayah yang lembut. Ia kembali ke pelukan bumi Jombang, tempat ribuan doa akan menyambutnya dengan linangan air mata dan ikhlas yang dalam. [suf]