InfoMalangRaya.com—Mantan Putra Mahkota Iran, Reza Pahlavi melakukan kunjungan ke ‘Israel’ dengan mengklaim membawa “pesan persahabatan”. Reza Pahlavi mendukung gerakan demokrasi di Iran, tapi juga mendapat kritik dari oposisi Iran.
Mantan putra mahkota Iran, Reza Pahlavi yang hidup di pengasingan di AS melakukan kunjungan ke ‘Israel’ bersama istrinya. Ia menyatakan, membawa pesan persahabatan dari rakyat Iran.
Reza Pahlavi tiba pada hari Ahad. Kedatangannya di Tel Aviv disambut menteri dinas rahasia Gila Gamliel, yang menyebut kunjungan itu sebagai kunjungan bersejarah.
Pahlavi adalah “tokoh masyarakat paling senior dari Iran yang pernah melakukan kunjungan publik” ke ‘Israel’. Ia ikut serta dalam acara peringatan bagi korban pembantaian warga Yahudi oleh NAZI di zaman Perang Dunia II pada Selasa 18 April, kemudian berfoto dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan istrinya.
“Bagus dan tepat bahwa Reza Pahlavi mendukung perdamaian antara Iran dan ‘Israel’,” kata Ali Afshari, pakar Iran yang hidup di pengasingan di AS, kepada DW.
Menurut Afshari, putra Syah Iran itu punya pendukung di dalam dan luar Iran. “Tapi dia tidak merepresantasikan rakyat Iran, dan tidak punya mandat. Dia juga tidak bisa berbicara bagi oposisi,” demikian ditekankan Afshari.
“Tapi jelas pula, bahwa oposisi di luar dan di dalam negeri Iran ingin mengakhiri permusuhan dengan ‘Israel’, dan ingin berhenti mempertanyakan hak eksistensi ‘Israel’.”
Sekutu hingga datangnya Revolusi Iran
Iran dan ‘Israel’ sudah bermusuhan sejak beberapa dasawarsa lalu. Teheran tidak mengakui hak eksistensi ‘Israel’ dan mengancam “rezim zionis” ‘Israel’ dengan pemusnahan.
Sebaliknya, ‘Israel’ menganggap Iran musuh bebuyutan. Tapi permusuhan itu baru muncul setelah revolusi Islam di Iran tahun 1979.
Sebelumnya, keduanya punya hubungan erat. Iran juga dulu termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan ‘Israel’ tahun 1948 serta hak eksistensinya.
Sebaliknya, dalam konflik Timur Tengah, ‘Israel’ menganggap Iran sekutu dalam melawan negara-negara Arab. Dulu di Iran terdapat komunitas Yahudi terbesar ke dua di luar ‘Israel’.
Setelah revolusi Islam di Iran, sebagian besar warga Yahudi meninggalkan negara itu, tapi saat ini, di Iran masih tinggal lebih dari 20.000 orang Yahudi.
Permusuhan antara Iran dan ‘Israel’ berawal di tahun 1980-an. Beberapa tahun setelah sukses melancarkan Revolusi 1979, yang menggulingkan Syah Iran, penguasa baru di Teheran mulai melancarkan retorika yang bersifat bermusuhan terhadap ‘Israel’.
Tujuannya untuk mendapat sokongan negara-negara Arab, dan dengan demikian memperbesar pengaruh di kawasan Timur Tengah. Pemimpin religius Iran saat ini, Ayatollah Ali Chamenei, meneruskan politik itu.
Dia dan pimpinan Iran lainnya, berulang kali mempertanyakan kebenaran realita sejarah tentang pembantaian sistematis warga Yahudi oleh NAZI di masa Perang Dunia II, dan bahkan berusaha menyangkal sejarah itu.*
Leave a Comment
Leave a Comment