Mayoritas Warga Palestina Lebih Percaya Hamas, 90 Persen Mendesak Mahmoud Abbas Mundur

InfoMalangRaya.com—Sebuah jajak pendapat di kalangan warga Palestina pada masa perang –dan di tengah kehancuran Gaza– yang diterbitkan pada hari Rabu menunjukkan peningkatan dukungan terhadap Hamas.
Sebanyak 90% warga bahkan menolak Presiden Otoritas Palestina (PA) yang didukung Barat dan penjajah ‘Israel’, Mahmoud Abbas, dan meminta dirinya mundur teratur.
Jajak pendapat terbaru ini dilakukan Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PSR) di Tepi Barat dan Jalur Gaza antara tanggal 22 November dan 2 Desember 2023.
Temuan-temuan yang dikeluarkan oleh lembaga jajak pendapat Palestina menandakan lebih banyak kesulitan yang akan dihadapi Pemerintahan Jode Biden pasca-perang mengenai Gaza. Selain itu, jajak pendapat akan menimbulkan pertanyaan tujuan penjajah ‘Israel’ mengakhiri kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, kutip koran Yahudi, Ynet.
Menurut media itu, sebelumnya, pemerintah Washington telah berjanji pada Otoritas Palestina –yang berbasis di Tepi Barat– yang saat ini dipimpin oleh Abbas, untuk mengambil alih Gaza agar menjalankan kedua wilayah tersebut (Tepi Barat dan Gaza) sebagai cikal bakal negara boneka.
Otoritas Palesina (PA) mengelola wilayah Tepi Barat yang dijajah ‘Israel’ dan memerintah Gaza hingga pengambilalihan oleh Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) yang memenangkan Pemilu secara mayoritas pada tahun 2007.
Otoritas Palestina yang didukung Barat dan ‘Israel’ belum mengadakan Pemilu sejak tahun 2006, ketika ada kekhawatiran yang merebak Hamas selalu memenangkan mayoritas dukungan rakyat, termasuk di parlemen.
Saat memulai agresinya 7 Oktober, Perdana Menteri ‘Israel’, Benjamin Netanyahu, yang memimpin pemerintahan paling sayap kanan dalam sejarah ‘Israel’, dengan tegas menolak peran PA di Gaza dan berjanji akan mempertahankan kendali penuh wilayah yang telah diblokade selama 17 tahun ini.
Dengan hasil survei yang menunjukkan semakin terkikisnya legitimasi Otoritas Palestina, pada saat tidak ada jalan yang jelas untuk memulai kembali perundingan yang kredibel mengenai negara Palestina, maka kegagalan bagi Gaza pascaperang adalah pendudukan ‘Israel’ tanpa batas, kata Dr. Khalil Al-Shaqaqi, Direktur Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina di Ramallah.
Survei ini memberikan wawasan tentang pandangan Palestina mengenai serangan Hamas dan pejuang pembebasan Palestina pada ‘Israel’ selatan pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Lebih dari 18.400 warga Palestina gugur, sekitar dua pertiganya adalah perempuan dan anak-anak, dalam kampanye pemboman dan agresi tanpa henti penjajah ‘Israel’ yang didukung Amerika Sekitat dan sekutunya, yang kini memasuki bulan ketiga.
Shikaki mengatakan bahwa penduduk Gaza lebih kritis terhadap Hamas dibandingkan penduduk di Tepi Barat, bahwa dukungan terhadap Hamas biasanya meningkat selama periode perang sebelum mereda.
Meskipun terjadi kehancuran, 57% responden di Gaza dan 82% di Tepi Barat percaya bahwa Hamas benar dalam melancarkan serangan pada bulan Oktober, menurut jajak pendapat tersebut.
Mayoritas orang percaya pada klaim Hamas bahwa mereka bertindak untuk mempertahankan tempat suci Islam Masjidil Aqsha di Yerusalem (Baitul Maqdis) dari ekstremis Yahudi dan memenangkan pembebasan tahanan Palestina.
Hanya 10% yang mengatakan Hamas telah melakukan kejahatan perang, dan sebagian besar mengatakan mereka tidak melihat video yang menunjukkan gerakan pejuang tersebut melakukan kekejaman, adanya laporan kekerasan seksual, atau penculikan ratusan warga sipil di ‘Israel’ selatan, menembak mati mereka di rumah sendiri, termasuk terhadap perempuan dan anak-anak, laporan The Associated Press.
Shikaki mengatakan politisi paling populer tetaplah Marwan Barghouti, seorang tokoh terkemuka dalam gerakan Fatah pimpinan Mahmoud Abbas yang menjalani hukuman seumur hidup di penjara ‘Israel’.
Dalam pemilihan presiden dua kali putaran, Ismail Haniyah, pemimpin politik Hamas di pengasingan, akan mengalahkan Abbas sementara dalam pemilihan tiga putaran, Barghouti hanya akan unggul tipis, kata lembaga jajak pendapat tersebut.
Secara keseluruhan, 88% rakyat Palestina menginginkan Abbas mengundurkan diri, naik 10 poin dibandingkan tiga bulan lalu. Di Tepi Barat, 92% menyerukan pengunduran diri tokoh berusia delapan tahun yang telah memimpin pemerintahan yang secara luas dianggap korup, otokratis, dan tidak efektif.
Pada saat yang sama, 44% warga Tepi Barat mengatakan mereka mendukung Hamas, naik dari hanya 12% pada bulan September. Di Gaza, kelompok pejuang Palestina mendapat 42% dukungan, naik sedikit dari 38% pada tiga bulan lalu.
Shikaki mengatakan dukungan terhadap PA semakin menurun, dan hampir 60% kini mengatakan bahwa PA harus dibubarkan. Di Tepi Barat, koordinasi keamanan Abbas yang berkelanjutan dengan militer ‘Israel’ melawan Hamas, saingan politiknya, sangat tidak populer.
“Tingkat anti-Amerikanisme dan anti-Barat sangat besar di kalangan warga Palestina karena sikap mereka terhadap hukum kemanusiaan internasional dan apa yang terjadi di Gaza,” kata Shikaki.
Yang menarik, hasil jajak pendapat ini juga ditemukan bahwa perjuangan bersenjata meningkat 10% dibandingkan tiga bulan lalu, dan lebih dari 60% mengatakan ini (perlawanan bersenjata) adalah cara terbaik untuk mengakhiri penjajahan ‘Israel’; di Tepi Barat (persentasenya mendekati 70%).
Mayoritas penduduk di Tepi Barat percaya bahwa pembentukan kelompok bersenjata di komunitas yang menjadi sasaran serangan pemukim ilegal adalah cara paling efektif untuk memerangi terorisme pemukim terhadap kota-kota dan desa-desa di Tepi Barat.
Jajak pendapat dilakukan terhadap 1.231 orang dewasa, 750 di antaranya diwawancarai secara tatap muka di Tepi Barat dan 481 di Jalur Gaza di 121 lokasi yang dipilih secara acak. Sampel penelitian mewakili penduduk kedua wilayah tersebut.
Sebanyak 250 wawancara dilakukan di tempat penampungan ini, dan 21 wawancara lainnya dilakukan di rumah kerabat dan teman para pengungsi dari utara. Meskipun sampelnya representatif dalam jumlah besar, margin kesalahan jajak pendapat ini adalah +/-4.
“Meningkatnya margin of error ini disebabkan karena kurang presisinya jumlah warga yang tinggal di rumahnya, atau di shelter, di Jalur Gaza bagian utara yang tidak kami sampel,” kata Khalil Shikaki.*
Baca juga: Survei: Mayoritas Warga Palestina lebih ‘Sayang’ Hamas daripada Otoritas Palestina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *