Memaafkan: Kunci untuk Kesejahteraan Mental dan Fisik yang Lebih Baik
Memaafkan sering kali terasa berat karena berkaitan dengan luka hati dan emosi yang menumpuk. Namun, kemampuan ini memiliki dampak besar bagi kesejahteraan mental dan kesehatan fisik dalam jangka panjang. Banyak penelitian menunjukkan bahwa proses memaafkan, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain, membantu tubuh keluar dari tekanan emosional yang tersembunyi.
Ahli psikologi Everett L. Worthington Jr., PhD, menjelaskan bahwa ada dua bentuk utama dalam memaafkan yaitu keputusan untuk memaafkan dan perubahan emosi setelahnya. Seseorang bisa memilih untuk memaafkan terlebih dahulu lalu merasakan perubahan emosional, atau merasakan perubahan emosi kemudian baru mengambil keputusan untuk melepas sakit hati.
Setiap hubungan membutuhkan ruang untuk memperbaiki diri, dan kemampuan memaafkan membuat komunikasi lebih sehat serta membantu tubuh merespons tekanan dengan lebih positif. Kesehatan mental sangat berkaitan dengan kesehatan fisik sehingga proses penyembuhan emosional ikut memengaruhi tubuh dari berbagai sisi.
Salah satu manfaat besar dari memaafkan adalah penurunan stres yang bersumber dari amarah dan rasa kesal yang menumpuk. Penelitian terhadap lebih dari 300 peserta menunjukkan bahwa orang yang mampu memaafkan merasakan penurunan stres yang signifikan dan berdampak pada berkurangnya gejala mental yang mengganggu.
Tekanan emosional yang dibiarkan menumpuk bisa memicu peningkatan hormon kortisol, dan kondisi ini membuat tubuh lebih mudah lelah serta sulit berkonsentrasi. Kadar kortisol tinggi dalam jangka panjang berhubungan dengan masalah memori dan penurunan fungsi otak, terutama pada area yang mengatur pengolahan informasi. Penelitian besar yang melibatkan lebih dari 2.000 orang menunjukkan bahwa kadar kortisol yang tinggi turut memperburuk kemampuan memori dan mengurangi kelenturan otak dalam memproses informasi baru.
Hal ini menandakan bahwa beban emosional yang tidak dilepas dapat berdampak pada fungsi kognitif sehari-hari. Stres berlebihan juga memengaruhi sistem kekebalan tubuh sehingga membuat tubuh tidak mampu bekerja optimal saat menghadapi penyakit atau kelelahan. Respons tubuh terhadap stres dapat mengganggu kesehatan pencernaan, reproduksi, dan energi fisik secara tidak terduga.
Manfaat memaafkan juga terlihat dari cara sistem saraf bekerja karena proses ini membantu mengaktifkan sistem saraf parasimpatis yang bertugas menenangkan tubuh. Sistem ini membantu menurunkan detak jantung, memperlancar pencernaan, dan memberi sinyal pada tubuh untuk kembali ke keadaan rileks. Ketika seseorang memendam kemarahan terlalu lama, tubuh cenderung berada dalam mode siaga atau fight-or-flight lebih lama dari yang seharusnya. Kondisi ini memicu ketidakseimbangan antara sistem saraf simpatis dan parasimpatis sehingga tubuh lebih cepat lelah dan rentan mengalami gangguan kesehatan jantung.
Sejumlah penelitian menghubungkan kemarahan dan permusuhan dengan peningkatan risiko penyakit jantung serta kondisi yang lebih buruk pada penderita penyakit kardiovaskular. Studi lain juga menemukan bahwa kebiasaan memaafkan berkaitan dengan penurunan risiko kematian dari berbagai penyebab. Selain itu, kemampuan memaafkan membantu mengurangi kebiasaan ruminasi atau memikirkan masalah secara berulang yang bisa memicu gangguan mental.
Ruminasi sering melahirkan kecemasan, kesedihan mendalam, atau kemarahan yang berlarut sehingga meningkatkan risiko gangguan psikologis seperti depresi dan PTSD. Ketika seseorang belajar melepaskan rasa sakit, pikiran menjadi lebih ringan sehingga ruminasi berkurang dan tidak lagi merusak kesehatan emosional. Memaafkan memang tidak menghilangkan seluruh pikiran negatif, namun mampu mengurangi intensitasnya dan membuat tubuh lebih tenang.







