InfoMalangRaya –
Menata Permukiman, Mendukung Produktivitas Masyarakat
Pemerintah menata infrastruktur dasar permukiman dan fasilitas pendukung produktivitas masyarakat. Sebanyak 6.872 hektare permukiman kumuh di Indonesia ditingkatkan kualitasnya.
Bangunan tidak teratur, padat penduduk alias berdesakan, kualitas rendah, serta sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Begitulah beberapa indikator yang menunjukkan permukiman tersebut masuk kategori kumuh.
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), memasukkan penanganan kualitas permukiman sebagai prioritas. Targetnya, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%.
Guna mewujudkan target tersebut, melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR menyodorkan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Sasaran utamanya adalah melakukan penataan infrastruktur dasar permukiman dan fasilitas-fasilitas yang mendukung produktivitas masyarakat.
Merujuk situs resmi Kementerian PUPR, Program KOTAKU merupakan wujud kolaborasi antara Kementerian PUPR, pemerintah daerah, dan stakeholders terkait dalam mendorong dan memberdayakan masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Masyarakat terlibat penuh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengawasannya. Skema pemberdayaan ini umumnya diterapkan pada infrastruktur berskala kecil atau pekerjaan sederhana yang tidak membutuhkan teknologi.
“Penataan kawasan kumuh seperti ini bukan hanya dilakukan pada permukiman di bantaran sungai, namun juga di tempat lain seperti permukiman di dekat tempat pembuangan sampah ataupun kampung padat penduduk di perkotaan,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Program KOTAKU, demikian tambah Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman di Direktorat Jenderal Cipta Karya J Wahyu Kusumosusanto, memperbaiki akses infrastruktur dan pelayanan perkotaan di permukiman kumuh melalui rekonstruksi dan penguatan fasilitas publik untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Bukan hanya meliputi kegiatan berbasis masyarakat, sambung dia, tetapi juga infrastruktur yang skala kawasan.
“Dukungan infrastruktur dan layanan investasinya terbagi menjadi skala kawasan dan skala lingkungan. Meliputi dukungan pembangunan jaringan jalan, jaringan pengelolaan air limbah, jaringan drainase, jaringan pengelolaan sampah, jaringan perpipaan air minum dan jaringan penanganan kebakaran,” terang Wahyu.
Pemda Jadi Nakhoda
Berdasarkan target RPJMN 2015-2019, capaian pengurangan kawasan kumuh seluas 32.221 ha (84%) dari target seluas 38.431 ha. Sisanya, seluas 6.209 ha (16%) belum tertangani karena beberapa hal. Di antaranya, kawasan kumuh berada di lokasi ilegal, memerlukan pola penanganan yang lebih kompleks, dan memerlukan safeguard sosial sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.
“Selain kita berkontribusi pada RPJMN 2015-2019, berdasarkan target RPJMN 2020-2024, pengurangan kawasan kumuh hingga akhir tahun 2022 telah mencapai 6.872 ha (69%) dari target seluas 10.000 ha. Sehingga, untuk mencapai target tersebut masih terdapat gap seluas 3.128 ha (31%) hingga akhir tahun 2024,” jelas Wahyu.
Investasi kegiatan sebanyak 91 kegiatan skala kawasan dan 61.921 kegiatan skala lingkungan tersebut telah dilakukan serah terima ke pemerintah daerah dan masyarakat yang tersebar di seluruh lokasi di 11.332 kelurahan/desa di 330 kabupaten/kota di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Beberapa kegiatan juga telah dikembangkan menjadi destinasi pariwisata yang berdampak langsung terhadap peningkatan perekonomian masyarakat setempat.
“Dalam keberlanjutan penanganan kawasan kumuh ini, peran pemerintah daerah sebagai nakhoda, serta kolaborator dengan para stakeholder menjadi sangat penting. Kemudian, terintegrasi dengan sistem rencana pembangunan kota dan dilaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Sehingga harapannya, dapat terwujud permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan,” tutup Wahyu.
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari