Dinamika Hubungan Trump dan Putin yang Memanas
Hubungan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin kini memasuki fase yang lebih tegang. Media Rusia menggambarkan situasi ini dengan analogi dramatis, yaitu dua lokomotif yang melaju kencang ke arah yang sama tanpa niat untuk berhenti. Dalam laporan terbaru, dinyatakan bahwa tabrakan langsung antara kedua pihak tampaknya tak terhindarkan.
Lokomotif Trump dan lokomotif Putin melaju kencang menuju satu sama lain, dan keduanya tidak akan berhenti atau mundur. Putin digambarkan sebagai lokomotif yang terus maju dengan “Operasi Militer Khusus”, yakni invasi Rusia ke Ukraina. Hingga saat ini, Presiden Rusia itu belum menunjukkan tanda-tanda akan menghentikan konflik atau menyepakati gencatan senjata jangka panjang.
Sementara itu, Trump meningkatkan tekanan terhadap Moskwa dengan menetapkan tenggat waktu untuk mengakhiri perang, mengancam sanksi tambahan, hingga menerapkan tarif tinggi bagi mitra dagang Rusia seperti India dan China. Bahkan, Trump mengeklaim telah memposisikan dua kapal selam nuklir AS lebih dekat ke wilayah Rusia.
Ketegangan ini memunculkan pertanyaan: apakah Gedung Putih benar-benar menuju konfrontasi langsung dengan Kremlin? Atau, masihkah ada ruang diplomasi?
Awal Mula Hubungan yang Hangat
Pada awal masa jabatan keduanya, hubungan antara Trump dan Putin sempat menunjukkan sinyal positif. Pada Februari 2025, AS bahkan sempat berpihak pada Rusia dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, menentang resolusi Eropa yang mengecam agresi Rusia di Ukraina. Saat itu, suasana tampak bersahabat. Kedua pemimpin berbicara lewat sambungan telepon dan menyampaikan keinginan untuk saling berkunjung. Isyarat pertemuan tingkat tinggi pun sempat mengemuka.
Trump juga sempat mengalihkan tekanan dari Moskwa ke Kyiv, dan justru berseteru dengan sekutu tradisional Amerika seperti Kanada dan Denmark. Retorika pejabat AS pun kala itu cukup tajam terhadap NATO dan para pemimpin Eropa.
Perubahan Nada Politik
Dalam beberapa pekan terakhir, Trump mengecam serangan Rusia di kota-kota Ukraina sebagai tindakan “menjijikkan” dan “memalukan”. Ia juga menuding Putin “berbicara omong kosong” soal Ukraina. Trump lantas mengeluarkan ultimatum 50 hari kepada Putin untuk mengakhiri perang, yang kemudian dipersingkat menjadi 10 hari. Tenggat waktu itu akan berakhir akhir pekan ini, namun belum ada tanda bahwa Putin akan menuruti tekanan Washington.
Namun, apakah tekanan itu sungguh dirasakan oleh Putin? Nina Khrushcheva, profesor hubungan internasional di The New School, New York City, mengatakan bahwa Putin tidak menganggap ultimatum Trump serius karena banyaknya tenggat waktu yang diubah-ubah. Menurutnya, Putin akan terus berjuang selama mungkin, kecuali Ukraina menyatakan menyerah. Ia mungkin percaya bahwa dirinya sedang mewujudkan mimpi para tsar Rusia dan para pemimpin Soviet seperti Stalin, yakni menunjukkan kepada Barat bahwa Rusia tidak bisa diperlakukan dengan tidak hormat.
Peluang Diplomasi Masih Ada
Meski narasi publik menyiratkan konfrontasi, peluang tercapainya kesepakatan belum sepenuhnya tertutup. Trump masih memandang dirinya sebagai pembuat kesepakatan ulung dan belum menyerah untuk mencapai titik temu dengan Putin. Utusannya, Steve Witkoff, dijadwalkan kembali mengunjungi Rusia pekan ini untuk bertemu langsung dengan Putin. Meskipun isi pembicaraan tidak diungkap ke publik, sejumlah analis di Moskwa memperkirakan akan ada tawaran kerja sama, bukan hanya ancaman sanksi.
Pernyataan Trump pada akhir pekan lalu pun menunjukkan sinyal serupa. Ia menyebut bahwa Rusia cukup pandai menghindari sanksi, yang ditafsirkan sejumlah pihak sebagai pembuka ruang negosiasi. Ivan Loshkarev, pengajar teori politik di Universitas MGIMO Moskwa, menyebut bahwa Witkoff kemungkinan membawa tawaran ekonomi konkret sebagai imbalan atas tercapainya kesepakatan damai.
Namun, tantangan tetap besar. Hingga kini, Putin belum bergeser dari tuntutannya yang mencakup pengakuan wilayah pendudukan, status netral Ukraina, dan pembatasan kekuatan militer negara tersebut di masa depan. Trump menginginkan kesepakatan segera. Sementara Putin tetap mengejar kemenangan penuh.
Apakah dua lokomotif ini akan bertabrakan? Atau akan menemukan rel baru menuju penyelesaian damai? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.