Pemerintahan Prabowo Subianto dan Perubahan Pengelolaan BUMN
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan ambisi besar dalam meningkatkan penerimaan negara melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ambisi ini bahkan sudah dinyatakan sebelum Prabowo memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Setelah menjabat, Prabowo langsung bergerak cepat dengan merombak undang-undang (UU) tentang BUMN dua kali dalam satu tahun terakhir.
Revisi UU BUMN yang pertama dilakukan pada 4 Februari 2025, yang menghasilkan pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Lalu, pada 26 September 2025, pemerintah dan DPR RI kembali mengesahkan perubahan UU BUMN yang melahirkan Badan Pengaturan (BP) BUMN, menggantikan Kementerian BUMN. Perubahan besar dalam pengelolaan BUMN diharapkan memberikan manfaat positif bagi perekonomian Indonesia. Danantara, misalnya, memiliki target dividen BUMN mencapai 7-10 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp116-166 triliun per tahun dalam lima tahun ke depan.
Peluncuran Danantara Dua Hari Setelah Dilantik
Kelahiran Danantara dimulai dengan pelantikan Muliaman Darmansyah Hadad sebagai Kepala Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara pada 22 Oktober 2024, hanya dua hari setelah pelantikan Prabowo. Saat melantik kepala lembaga negara, Prabowo memperkenalkan Muliaman sebagai kepala BPI Danantara, bersama dengan Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang sebagai Wakil Kepala BPI Danantara.
Lahirnya badan itu diperkuat dengan disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2025, tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN pada awal Februari 2025. Prabowo kemudian meluncurkan Danantara pada 24 Februari 2025. Saat peluncuran, Rosan Perkasa Roeslani yang menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) diberikan amanah tambahan sebagai Kepala Badan Pelaksana alias Chief Executive Officer (CEO).
Prabowo juga memberi amanah baru kepada Dony Oskaria, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN, menjadi Chief Operating Officer (COO). Kemudian, Pandu Patria Sjahrir sebagai Chief Investment Officer (CIO).
Danantara Memiliki Dua Holding
Dalam Pasal 1 UU BUMN disebutkan bahwa Danantara adalah badan yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. Danantara berdiri dengan dua holding. Pertama, holding investasi yang dibuat untuk melakukan pengelolaan dividen dan atau pemberdayaan Aset BUMN, serta tugas lain yang ditetapkan Danantara.
Kedua, perusahaan induk operasional atau holding operasional yang tugasnya melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional BUMN, serta tugas lain yang ditetapkan Danantara. Kedua holding itu berdiri sebagai perseroan terbatas (PT), dengan nama entitas PT Danantara Investment Management (DIM) dan PT Danantara Asset Management (DAM).
Dony Oskaria menduduki posisi Direktur Utama DAM. Sementara itu, belum ada struktur resmi PT Danantara Investment Management. Danantara Asset Management adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan beralamat di Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 36-38, Jakarta Selatan.
Entitas itu dibentuk untuk mengelola anak perusahaan di bidang jasa minyak dan gas bumi, pertambangan, penyediaan tenaga listrik penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi, informatika, perbankan, penyediaan produk biologi dan farmasi, perkebunan, pariwisata dan pendukung, keuangan dan investasi, industri pangan, pertanian, perikanan, perdagangan, perpupukan, kepelabuhanan, pengangkutan, industri pertahanan, dan jasa survei.
Danantara Asset Management juga dibentuk untuk melakukan optimalisasi pemanfaatan sumber dayanya berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
BP BUMN Berdiri
BP BUMN resmi berdiri dengan disahkannya perubahan keempat UU BUMN, yang kini menjadi UU Nomor 16 Tahun 2025. Dalam Pasal 1 ayat (21) dijabarkan BP BUMN adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengaturan BUMN. Ayat tersebut diubah dari undang-undang sebelumnya, yakni UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Dalam UU Nomor 1 Tahun 2025, Pasal 1 ayat (21) berbunyi: Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN. Undang-undang terbaru menekankan tugas BP BUMN sebagai regulator dari perusahaan pelat merah. Pada Pasal 1 ayat (22) dijabarkan tugas Danantara sebagai badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengelolaan BUMN.
Adapun terkait porsi pembagian saham dalam BUMN, BP BUMN mengantongi 1 persen saham seri A dwiwarna pada BUMN, sama seperti Kementerian BUMN. Danantara mengantongi 99 persen saham seri B pada BUMN. Prabowo menunjuk Dony Oskaria menjadi Kepala BP BUMN, yang didampingi oleh Aminuddin Ma’ruf dan Tedi Bharata sebagai Wakil Kepala BP BUMN. Sementara, Erick Thohir yang sebelumnya menjabat Menteri BUMN diberi amanah sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Lalu, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo diberhentikan dari jabatannya.
Upaya Transformasi Pengelolaan BUMN Belum Menunjukkan Hasil Signifikan
Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan, menyoroti tiga langkah besar Presiden Prabowo dalam mentransformasi pengelolaan BUMN. Untuk pembentukan Danantara sendiri, menurutnya penting untuk meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia. “Investasi ini adalah komponen kedua yang terpenting atau terbesar di dalam PDB kita. Ini sebagai contoh betapa pentingnya investasi itu,” kata Herry kepada IDN Times.
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, maka penting untuk meningkatkan rasio investasi terhadap produk domestik bruto (PDB). Dia mengatakan, Danantara adalah alat yang tepat untuk mewujudkan hal itu. “Sebenarnya kehadiran Danantara adalah untuk itu,” ucap Herry. Sayangnya, menurut Herry, Danantara belum memberikan hasil signifikan dalam hal mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari sisi dividen BUMN pun, saat ini masih didominasi dari 10 BUMN skala besar.
“Yang ada tuh mereka kebanyakan malah minta, yang ngasih dividen paling cuma 10 perusahaan. Padahal dari BUMN yang jumlahnya ratusan. Nah, di sinilah pentingnya Danantara,” ujar Herry. Apalagi, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan Danantara masih menaruh dana besar untuk membeli surat berharga negara (SBN). “Itu tidak akan memberikan multiplier effect terhadap ekonomi. Tapi kalau dana itu kemudian ditaruh misalnya kita bangun kilang nih, di Sumatra Selatan misalnya, kan itu akan berdampak terhadap ekonomi,” tutur Herry.
Sementara itu, terkait pembentukan BP BUMN, menurutnya tidak diperlukan karena ada Danantara. “Kan Danantara itu lembaga badan publik. Kan Badan Pengelola Investasi, BPI Danantara itu adalah badan publik. Seharusnya BP BUMN sudah gak usah ada,” kata Herry.
Minta Pemerintah Tidak Hadirkan Konflik Internal dalam Pengelolaan BUMN
Herry juga menyoroti langkah Prabowo dalam menetapkan nama-nama yang memimpin Danantara dan BP BUMN. Dia menyayangkan saat ini Dony Oskaria ditunjuk sebagai kepala BP BUMN, padahal masih mengemban tugas sebagai COO Danantara. Belum lagi jabatannya di PT DAM sebagai direktur utama. “Menurut saya ini kekonyolan. Regulator sama pengawas. Pak Dony sebagai Kepala BP BUMN, dia membuat regulasi. Kemudian Pak Dony sebagai COO Danantara, dia mengawasi BUMN. Pak Dony sebagai CEO DAM, dia yang menjalankan,” tutur Herry.
Herry mengatakan, jika rangkap jabatan ini dibiarkan, berpotensi memberikan preseden buruk kepada investor. “Di hulunya, kita ada bermasalah. Hulunya itu adalah di regulatornya. Karena regulatornya saja merangkap, nanti juga jangan heran kalau di BUMN melakukan hal serupa. Kedua, masalahnya investor itu enggak akan percaya ke BUMN kita, ke Danantara,” ujar dia.
Rangkap jabatan menurutnya bisa menunjukkan tata kelola yang tidak baik, dan bisa mempengaruhi kepercayaan investor. “Jadi, itu efeknya sangat buruk gitu loh buat BUMN. Ini persoalan kepercayaan, yang paling nyata menurut saya, soal trust,” tutur Herry. Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah segera memperbaiki penempatan nama-nama yang akan memimpin BP BUMN dan Danantara, untuk menghadang dampak negatif di atas. “Contoh sekarang banyak sekali orang enggak nyaman beli BBM di SPBU Pertamina. Mereka lebih nyaman beli di Shell, Vivo, atau BP. Padahal bisa jadi BBM-nya Pertamina juga sama bagus. Tapi persoalan trust saja yang nyaman,” tutur dia.