Harapan Menteri Hukum Terhadap Pembayaran Royalti Musik di Ruang Publik
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyampaikan harapan agar para pengusaha hotel, restoran, hingga pusat perbelanjaan dapat membayar royalti atas pemutaran musik di ruang publik. Ia menilai bahwa pemutaran musik di tempat usaha tersebut termasuk bagian dari upaya komersialisasi.
“Belajarlah menghargai hak orang lain, itu yang paling penting,” ujarnya dalam sebuah pernyataan. Ia menekankan bahwa pembayaran royalti musik untuk kegiatan komersial bukanlah tujuan Kementerian Hukum, melainkan murni untuk memberikan penghargaan kepada para pemilik hak cipta musik.
Sejak Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mulai memungut royalti musik pada saat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ditetapkan, jumlah royalti yang terkumpul dan disalurkan kepada pemilik hak hanya sekitar Rp400 juta per tahun. Namun, saat ini, LMKN melaporkan bahwa royalti musik yang berhasil dikumpulkan mencapai sebesar Rp200 miliar per tahun.
Meskipun angka tersebut cukup baik, Supratman menyebutkan masih ada pelaku musik yang mendapatkan royalti sangat kecil, yaitu hanya sebesar Rp60 ribu per tahun. Hal ini menjadi fokus utama pemerintah dalam memperjuangkan hak-hak pencipta.
“Kondisi ini berbeda dengan grup, penyanyi, atau pencipta lagu yang namanya sudah besar dan melejit,” tambahnya. Ia menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya agar semua pemilik hak bisa merasakan manfaat dari royalti yang mereka miliki.
Di sisi lain, Menteri Hukum juga mengingatkan masyarakat yang sering mengunjungi ruang publik komersial agar tidak khawatir. Ia menjelaskan bahwa pungutan royalti atas pemutaran musik hanya dibebankan kepada pengusaha, bukan kepada konsumen.
Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memutar lagu di ruang komersial, Supratman menyarankan agar mereka bisa melakukan negosiasi mengenai tarif royalti. Ia menegaskan bahwa UMKM memiliki kewenangan untuk berdiskusi dengan LMKN mengenai besaran royalti yang sesuai dengan kemampuan mereka.
“Jika belum mampu, lakukan negosiasi dengan LMKN, karena ada aturan undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri yang mengatur hal ini. Diskusikan secara baik-baik, yang terpenting adalah kesadaran kolektif,” tegasnya.
Peran LMKN dalam Pengelolaan Royalti Musik
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memainkan peran penting dalam pengelolaan royalti musik di Indonesia. LMKN bertugas sebagai pengelola dana royalti yang diperoleh dari pemutaran musik di berbagai tempat usaha. Dana yang terkumpul kemudian didistribusikan kepada para pemilik hak cipta musik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam beberapa tahun terakhir, LMKN telah meningkatkan pendapatan royalti yang diterimanya. Dari awalnya hanya sekitar Rp400 juta per tahun, kini LMKN mampu mengumpulkan dana sebesar Rp200 miliar per tahun. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan, tetapi masih ada tantangan dalam distribusi royalti yang adil kepada seluruh pemilik hak.
Langkah Pemerintah dalam Perlindungan Hak Cipta
Pemerintah terus berupaya memastikan perlindungan hak cipta bagi para pencipta musik. Selain memperkuat regulasi, pemerintah juga aktif dalam memperjuangkan hak-hak para musisi kecil yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang layak.
Supratman menekankan pentingnya kesadaran kolektif dari para pelaku usaha dan masyarakat. Ia berharap bahwa semua pihak bisa bekerja sama dalam menjaga hak cipta musik, sehingga setiap pencipta dapat merasakan manfaat dari karyanya.
Dengan langkah-langkah yang dilakukan, diharapkan royalti musik dapat lebih adil dan transparan, serta memberikan dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan di sektor musik.