Langkah Pemerintah dalam Mengaudit Lembaga Pengelola Royalti Musik
Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, sedang mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk menjamin transparansi dan keadilan dalam pengelolaan royalti musik. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa audit terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) serta Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) menjadi prioritas utama. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap berbagai isu yang muncul akhir-akhir ini mengenai pembayaran royalti yang dinilai tidak adil oleh sejumlah pelaku industri musik.
Supratman menjelaskan bahwa audit bertujuan untuk memastikan mekanisme pembayaran royalti berjalan secara transparan dan adil bagi para pencipta karya musik maupun pemilik hak cipta. Ia menekankan bahwa audit bukanlah tindakan mencari kesalahan, tetapi lebih pada upaya memperbaiki sistem agar dapat diakses dan dipahami oleh semua pihak.
“Kita akan minta supaya akan ada audit baik LMK-nya maupun LMKN-nya,” ujar Supratman saat berbicara di Kompleks Parlemen, Jakarta. Ia juga menambahkan bahwa audit tersebut akan memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana royalti dipungut dan didistribusikan kepada pemilik hak cipta.
Selain itu, ia menegaskan bahwa isu pembayaran royalti yang belakangan menimbulkan keresahan harus dijawab dengan langkah-langkah konkrit. Pemerintah ingin memastikan bahwa sistem berjalan dengan benar dan tidak menimbulkan keraguan atau ketidakpuasan dari para pemangku kepentingan.
Dialog dengan Pelaku Usaha
Dalam proses audit, Supratman menekankan pentingnya dialog antara pemerintah dan pelaku usaha. Ia meminta LMKN untuk mengundang seluruh pelaku usaha, termasuk hotel, kafe, hingga musisi panggung pernikahan, agar kebijakan royalti tidak diambil secara sepihak. Hal ini bertujuan untuk membangun kepercayaan dan memastikan bahwa setiap pihak merasa diwakili dalam pengambilan keputusan.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebijakan royalti tidak boleh memberatkan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Menurutnya, UMKM adalah tulang punggung ekonomi nasional dan perlu diberikan perlindungan agar tidak terbebani oleh aturan yang terlalu ketat.
“Yang saya mau tegaskan bahwa satu, tidak boleh membebani UMKM terutama. Itu yang paling penting,” ujarnya.
WAMI Juga Diperiksa
Selain LMKN dan LMK, organisasi nirlaba Wahana Musik Indonesia (WAMI) juga menjadi fokus perhatian. Audit terhadap WAMI dilakukan setelah musisi Ari Lasso mengungkapkan bahwa dirinya hanya menerima royalti sebesar Rp700 ribu dari lembaga tersebut. Hal ini menunjukkan adanya ketidaktransparanan dalam sistem distribusi royalti.
Supratman menyatakan bahwa audit terhadap WAMI sangat penting, terlebih jika sistem distribusi royalti tidak dilakukan secara transparan. Ia menegaskan bahwa hal ini bisa menimbulkan masalah serius dalam penghormatan terhadap hak cipta dan hak ekonomi musisi.
“Kalau tidak transparan cara pengalokasiannya, pendistribusiannya, itu menjadi masalah,” ujarnya.
Penyusunan Kebijakan yang Lebih Jelas
Saat ini, pemerintah sedang menyusun kebijakan penarikan royalti yang lebih jelas dan terstruktur. Supratman menekankan bahwa kebijakan ini dibuat dengan melibatkan berbagai pihak, seperti pencipta, musisi, ahli hukum, dan ahli kekayaan intelektual. Tujuannya adalah untuk membangun kembali kepercayaan yang sempat tergoncang akibat berbagai isu yang muncul.
“Sekarang kita sudah mulai bagus, karena semua orang kan ada, penciptanya ada, musisinya ada, pihak terkait ada, ahli hukum ada, ahli kekayaan intelektual ada, ini dalam rangka membangun trust yang mungkin rontok,” tuturnya.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem royalti yang lebih adil, transparan, dan dapat diterima oleh seluruh pihak terkait.







