Langkah Pemerintah dalam Meningkatkan Transparansi Royalti Musik
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan pentingnya dilakukannya audit terhadap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Langkah ini diambil mengingat munculnya polemik terkait royalti musik yang wajib dibayarkan oleh pelaku usaha, seperti hotel, kafe, hingga musisi panggung pernikahan, jika menggunakan lagu-lagu dari penyanyi maupun band nasional.
Supratman menyatakan bahwa pihaknya sedang berupaya untuk mengumpulkan LMKN dan LMK agar dapat melakukan audit. Ia menjelaskan bahwa tujuan dari audit bukanlah untuk mencari kesalahan, melainkan memastikan mekanisme pembayaran royalti berjalan transparan serta adil bagi para pencipta dan pemilik karya.
“Tidak salah karena terkait dengan transparansi penggunaan sistem. Berapa yang dipungut, bagaimana penyalurannya, nah, karena itu hanya mekanisme audit yang bisa memberi kita gambaran seperti itu,” ujar mantan Ketua Badan Legislasi DPR tersebut.
Menurutnya, isu pembayaran royalti yang belakangan menimbulkan keresahan adalah hal yang wajar. Oleh karena itu, pemerintah ingin memastikan sistem berjalan dengan benar dan tidak menimbulkan keraguan. Audit akan melibatkan dialog dengan para pemangku kepentingan. Ia meminta LMKN untuk mengundang seluruh pelaku usaha agar kebijakan tidak berjalan sepihak.
“Saya minta LMKN-nya undang semua pelaku usaha,” ujarnya.
Namun ia juga mengingatkan agar kebijakan royalti tidak menimbulkan beban berlebihan, terutama bagi sektor UMKM.
“Yang saya mau tegaskan bahwa satu, tidak boleh membebani UMKM terutama. Itu yang paling penting,” ucapnya.
WAMI Juga Diperhatikan
Selain LMKN dan LMK, Supratman juga menyoroti Wahana Musik Indonesia (WAMI), organisasi nirlaba pengelola royalti musik. Permintaan audit terhadap WAMI muncul setelah musisi Ari Lasso mengungkapkan hanya menerima royalti sekitar Rp700 ribu dari lembaga tersebut.
“Terkait Ari Lasso, saya setuju harus diaudit,” kata Supratman saat menghadiri acara di Kantor Smesco Indonesia, Jakarta Selatan, pada Rabu (13/8/2025).
Ia menegaskan bahwa jika sistem distribusi royalti tidak dilakukan dengan transparan, maka hal itu akan menimbulkan masalah serius dalam penghormatan terhadap hak cipta dan hak ekonomi musisi.
“Kalau tidak transparan cara pengalokasiannya, pendistribusiannya, itu menjadi masalah,” ujarnya.
Supratman menambahkan bahwa saat ini pemerintah sedang menyusun kebijakan penarikan royalti yang lebih jelas. Tujuannya adalah untuk membangun kembali kepercayaan yang sempat goyah.
“Sekarang kita sudah mulai bagus, karena semua orang kan ada, penciptanya ada, musisinya ada, pihak terkait ada, ahli hukum ada, ahli kekayaan intelektual ada, ini dalam rangka membangun trust yang mungkin rontok,” tuturnya.