Menteri PPPA Dorong Perguruan Tinggi Ciptakan Lingkungan Akademik yang Inklusif
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menekankan pentingnya menciptakan lingkungan akademik yang inklusif, setara, dan bebas dari kekerasan. Ia menyatakan bahwa dari survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi tahun 2020, sebanyak 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di lingkungan kampus. Namun, hanya 63 persen dari jumlah tersebut yang melaporkan kejadian tersebut.
“Temuan ini harus menjadi alarm bersama bahwa ruang intelektual pun belum sepenuhnya terbebas dari kekerasan dan ketimpangan. Kita tidak boleh menutup mata, karena diam berarti membiarkan kekerasan terus hidup di sekitar kita,” ujar Arifah dalam keterangannya, dikutip Senin (27/10/2025).
Aturan Permendikbud Ristek 55/2024
Arifah meminta seluruh civitas akademika untuk saling menjaga dan berani melaporkan setiap bentuk kekerasan. Saat ini, sudah ada penanggulangan kekerasan di kampus yang menggunakan regulasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Setiap kampus memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Jika ada yang melihat, mengetahui, atau mengalami kekerasan, Satgas PPKS akan membantu korban mendapatkan perlindungan,” jelas Arifah.
Banyak Korban Masih Enggan Melapor

Meski sudah ada Satgas PPKS, Arifah mengatakan masih banyak korban yang enggan berbicara atau ragu untuk melapor ketika mengalami kekerasan.
“Kita harus mendorong masyarakat untuk berani melaporkan kekerasan, karena dengan cara itu kita dapat menyelamatkan para korban sekaligus menegakkan keadilan bagi pelaku,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan hal ini saat mengunjungi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dan sejak 2021, UTM telah membentuk Satgas PPKS dan kini berkembang menjadi Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT).
Waspadai Kekerasan di Ranah Daring

Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR, Ansari, menekankan pentingnya upaya perlindungan kekerasan khususnya di ranah daring. Ansari menilai berbagai bentuk kekerasan digital seperti pelecehan, penyebaran konten pribadi, grooming, hingga pencurian data semakin sering terjadi dan menimbulkan trauma serius bagi korban, terutama perempuan dan anak.
“Dari sisi regulasi, kami juga mengawal penyempurnaan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU ITE, agar tidak disalahgunakan dan tetap efektif melindungi korban kekerasan di ruang digital,” kata Ansari.







