Close Menu

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Mengambil robot vakum robot roomba ini dan pelayaran sementara itu diskon hampir 50 persen

    6 Juli 2025

    Gaya Hidup Childfree Dinilai Mendorong Bahaya Kanker Ovarium

    6 Juli 2025

    IMR – Dorong Kedaulatan Pangan Babinsa Mulyorejo Panen Padi Bersama Petani

    6 Juli 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Trending
    • Mengambil robot vakum robot roomba ini dan pelayaran sementara itu diskon hampir 50 persen
    • Gaya Hidup Childfree Dinilai Mendorong Bahaya Kanker Ovarium
    • IMR – Dorong Kedaulatan Pangan Babinsa Mulyorejo Panen Padi Bersama Petani
    • Wapres Gibran Temui Keluarga Korban KMP Tunu Pratama Jaya di Banyuwangi, Serahkan Santunan dan Tinjau Upaya Pencarian
    • Persib Ogah Serius-Serius di Piala Presiden 2025
    • IMR – Selamat Datang para Mahasiswa Baru di Bedidingnya Kota Malang
    • Nola B3 Ungkap Kenangan Haru Besarkan Putri Sulung, Masih Sering Menangis Terkenang Ini
    • 13 Model Baju Batik untuk Menyulam Tubuh Gemuk agar Terlihat Langsing
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
      • KOTA MALANG
      • KABUPATEN MALANG
      • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • OLAHRAGA
    • RAGAM
      • TEKNOLOGI
      • UNDANG-UNDANG
      • WISATA & KULINER
      • KOMUNITAS
      • IMR ENGLISH
    • OPINI
    • COVER HARIAN IMR
    • LOGIN
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
    • KOTA MALANG
    • KABUPATEN MALANG
    • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
    • OPINI
    • RAGAM
    • KOMUNITAS
    • WISATA & KULINER
    • KAJIAN ISLAM
    • TEKNOLOGI
    • UNDANG-UNDANG
    • INFO PROPERTI & LOWONGAN KERJA
    • TIPS & TRIK
    • COVER HARIAN IMR
    • IMR TV
    • LOGIN
    Home»INTERNASIONAL»Menusantarakan Tanpa Takut Ngarab
    INTERNASIONAL

    Menusantarakan Tanpa Takut Ngarab

    By admin6 Juli 2025
    Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    Gubernur Jabar Deddy Mulyadi ubah nama RS Al Ihsan dalam bahasa arab jadi Welas Asih

    Menghapus nama bernuansa Arab demi “menusantarakan” justru mengaburkan warisan spiritual dan sejarah Islam yang telah mengakar dalam budaya Nusantara

    Oleh: Dr. Halimi Zuhdy

    InfoMalangRaya.com | GUBERNUR Jawa Barat mengubah nama RSUD “Al-Ihsan” menjadi “Welas Asih”, tentunya ada yang sepakat dan juga ada yang menolak. Tapi, yang menolak juga tidak akan bisa berbuat apa-apa, apalagi tidak punya kekuasaan. Demikianlah.

    Menusantarakan yang kearab-araban pasti tidak paham perkembangan bahasa dan sejarah. Kalimat tersebut mengandung nada xenofobia budaya, terutama terhadap unsur-unsur Arab yang selama ini sudah menjadi bagian penting dari sejarah, nilai, dan identitas bangsa Indonesia, khususnya dalam konteks keislaman.

    Istilah seperti “kengarab-ngaraban” seolah-olah menyudutkan unsur bahasa atau istilah Arab sebagai sesuatu yang asing dan tidak pantas dipertahankan di Indonesia.

    Padahal, banyak istilah Arab yang sudah membumi di Nusantara, tidak hanya dalam agama, tetapi juga dalam pendidikan, hukum, dan tata nilai.

    Menjadikan Arab sebagai “lawan” dari Nusantara justru menciptakan polarisasi yang tidak sehat, dan bisa memicu ketegangan identitas di tengah masyarakat yang majemuk.

    Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh bahasa Arab, yang menjadi bahasa wahyu dan ilmu. Kata “Al-Ihsan” misalnya, bukan sekadar istilah Arab, tetapi juga mewakili nilai spiritualitas dalam Islam, ini yang mengubah, tidak paham mata ihsan dengan baik, harus belajar bahasa Arab dulu.

    Berbuat baik seakan-akan melihat Tuhan. Ini bukan sekadar nama asing, tetapi nilai yang luhur dan dalam.

    Dan andai menghapusnya hanya karena kesannya “kengarab-ngaraban” berarti mengabaikan warisan intelektual dan spiritual bangsa sendiri.

    Yang aneh bin ajaib. Nusantara tidak pernah anti terhadap pengaruh luar. Sejak dahulu, Nusantara justru menjadi melting pot budaya seperti India, Arab, Tionghoa, Eropa, dan lainnya.

    Menjadi Nusantara sejati bukan berarti menolak unsur asing, tapi mampu menyerap dan mengadaptasinya dengan bijak. Lah, hari gini kok malah menjadi mundur.

    Coba sisir betapa banyak nama-nama perumahan, makanan, nama toko dan lainnya yang lagi dengan bahasa Asing. Sekalian ubah ke bahasa Nusantara, atau diwajibkan tulisan bahasa Indonesia, tapi nyatanya “tidak akan bisa”.

    Mengklaim “menusantarakan” dengan cara menghapus jejak Arab justru bertentangan dengan semangat keterbukaan Nusantara itu sendiri.

    Perubahan nama dan retorika seperti ini dapat terbaca sebagai upaya memisahkan ruang publik dari nilai-nilai agama, padahal institusi pelayanan masyarakat seperti rumah sakit pun seringkali diberi nama dengan nilai-nilai moral dan spiritual sebagai simbol harapan dan etika pelayanan.

    Membangun kembali identitas budaya lokal seperti Sunda, Jawa dan Nusantara adalah langkah mulia.

    Namun, hendaknya tidak dilakukan dengan menyudutkan identitas lain, apalagi yang telah menjadi bagian erat dari jati diri masyarakat, seperti Islam dan istilah-istilah Arab.

    “Al-Ihsan” kok diganti “Welas Asyih”. Apalagi dengan alasan diambil dari kata ar-rahman ar rahim (ini akan dibahasa khusus). Mengganti nama boleh dilakukan, tapi cara berpikir dan narasi publik yang menyertainya harus inklusif, adil, dan menghargai sejarah.

    ***

    Saya masih ingat ada pertanyaan yang menggelitik saya dari salah satu peserta seminar dari Saudi Arabia di Universitas Islam Internasional Dalwa.

    “Irak, Sudan, Mesir, Maroko, Tunisia, Libya dan beberapa negeri lainnya, dulunya bukan Arab, setelah Islam masuk ke beberapa negeri di Asia dan Afrika, tidak hanya penduduknya yang memeluk Islam tetapi bahasanya berganti menjadi Bahasa Arab, mengapa Indonesia (Nusantara) yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bahasanya tidak berubah menjadi bahasa Arab?” tanya peserta dengan bahasa Arab.

    Saya sedikit merenung, dan mengira-ngira jawaban yang tepat untuk penanya dari Arab ini.

    Saya jawab, bahwa Indonesia itu sangat beragam, baik dari suku, bahasa, keyakinan dan populasi penduduknya yang mencapai 270 juta. Terdiri dari 17.508 pulau yang dianggap sebagai negara dengan pulau terbesar di dunia.

    Islam hadir ke Nusantara berbeda dengan kedatangannya ke berbagai negara di dunia. Islam hadir di Indonesia melalui akulturasi budaya.

    Melalui para pedagang yang sambil berdakwah. Jalur pernikahan dan jalur pendidikan. Dan masih banyak pendapat lainnya tentang hadirnya Islam ke Nusantara, dari berbagai catatan, tidak ada yang melalui jalur peperangan. Islam hadir dengan cinta.

    Berbeda dengan kehadiran Islam di beberapa negara lainnya, seperti di Benua Afrika masuknya tentara Amr bin Ash ke Afrika dengan jalur peperangan (walau jalur perang adalah jalur terakhir dari diplomasi) yaitu pada tahun 640 M.

    Jalur peperangan bukan untuk mengislamkan, tetapi untuk membebaskan beberapa negara dari kekaisaran yang dzalim.

    Islam hadir sebagai pembebas dari kedzaliman di berbagai negara di dunia. Sehingga kehadirannya ditunggu, setelah adanya pembebasan, banyak penduduk yang kemudian masuk Islam dengan tanpa kedamaian.

    Maka, tidaklah benar dengan anggapan Islam hadir dengan pedang. La ikraha fiddin (tidak ada paksaan dalam beragama).

    Penyebaran Islam di berbagai negara tidak hanya merubah keyakinan mereka, tapi juga bahasanya.

    Berbeda dengan Nusantara (Indonesia), walau Islam tersebar sampai ke jantung kepulauan tetapi tidak merubah semua budaya di Nusantara dan juga tidak sampai menggantinya dengan bahasa Arab.

    Walau tidak sedikit kosakata bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab. Ada sekitar 2000-3000 kata yang diserap dari bahasa Arab, sekitar 40 %- 60% persen.

    Pengaruh tulisan Arab begitu masif sebelum datangnya penjajahan Belanda, seperti tulisan Jawi atau Pegon. Demikian juga ungkapan keseharian (tahiyyat). Bahasa dalam peribadatan (addiniyah). Dan juga dalam kesusastraan dan seni.

    Kehadiran Islam tidak menjadikan Nusantara berbahasa Arab, tapi menyerap banyak kata dari bahasa Arab. Ia hadir lewat budaya, tapi tidak menghancurkan budaya.

    Bahasa Arab hadir lewat ngaji Al-Qur’an, kajian keislaman, doa-doa, pengajian, dzikir, dan sekolah-sekolah. Berbeda dengan beberapa negara lainnya (terutama Afrika), yang lewat pemerintahan dengan kekuasaannya, seperti Irak yang ditaklukkan oleh khulafaur rasyidun lewat pertempuran Al-Qadisiyah, Islam masuk ke Mesir karena penduduk Koptik memberikan dukungan pada pasukan Islam untuk membebaskan mereka dari tekanan Kekaisaran Romawi Timur.

    Di Indonesia dengan damai, maka bahasa yang digunakan tetap dengan bahasa Nusantara (tidak merubah bahasa-bahasa yang di daerah, walau banyak mempengaruhi kata yang ada di dalamnya). Allahu’lam bissawab.*

    Penulis dosen sastra Arab UIN Maliki Malang, Jawa Timur

    Jumlah Pembaca: 6

    Menusantarakan Ngarab takut tanpa
    Share. Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link

    Berita Terkait

    Gaya Hidup Childfree Dinilai Mendorong Bahaya Kanker Ovarium

    6 Juli 2025

    Kisah Catherine Perez: Mata-Mata ‘Israel’ Berkedok Muslimah

    6 Juli 2025

    Syeikh Salamah Al-Azhar Jelaskan Beda “Dzalim” dan “Kafir” antara Iran–Israel

    5 Juli 2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    banner 300250
    banner 300250
    banner 250250
    Search
    BERITA POPULER

    Bupati Malang Hadiri Kanjuruhan Street Race Edisi 13

    30 Maret 20240

    Ironi Psywar: Arema FC yang Dulu Dilecehkan, Kini Justru Menendang PSS Sleman

    24 Mei 20250

    10 Aplikasi Musik Tanpa Iklan Terbaik, Diunduh Jutaan Pengguna!

    25 April 202475

    Pantun Pj. Walikota Malang Bikin Suasana Meriah di Acara Malang Raya Shopping Adventure 2024

    1 April 20242
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    • DISCLAIMER
    • INDEX BERITA
    • PEDOMAN MEDIA SIBER
    • REDAKSI
    © 2016 Infomalangraya. Designed by Mohenk.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.