Mikroplastik: Penyebar Penyakit dan Resistensi Obat yang Tidak Terlihat
Mikroplastik, yang sering dianggap sebagai serpihan plastik kecil di air, ternyata menyimpan risiko yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Para ilmuwan menemukan bahwa mikroplastik tidak hanya menjadi tempat tinggal bagi berbagai mikroba, tetapi juga menjadi media pengangkut bakteri patogen dan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Proses ini terjadi dalam waktu singkat, hingga biofilm—lapisan mikroba yang menempel pada permukaan—terbentuk di sekitar partikel mikroplastik.
Proses ini disebut dengan istilah Plastisphere, yaitu lingkungan mikrobiologi khusus yang dibentuk oleh mikroplastik. Dalam beberapa jam, partikel-partikel ini dapat mengumpulkan bakteri dan membentuk lapisan biofilm yang kompleks. Biofilm ini bisa mengandung mikroba penyebab penyakit serta bakteri yang tahan terhadap antibiotik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran baru tentang dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mikroplastik dapat mempercepat penyebaran gen resistensi obat karena memiliki permukaan stabil yang memungkinkan pertukaran gen secara intensif. Selain itu, mikroplastik juga mampu menyerap antibiotik, logam berat, dan polutan lainnya, yang kemudian berdampak pada aktivitas mikroba. Zat-zat ini dapat meningkatkan sifat kebal obat pada bakteri, sehingga membuat permasalahan semakin kompleks.
Karena sulit terurai, mikroplastik dapat bergerak jauh dari sumbernya, memberikan waktu yang cukup lama bagi biofilm untuk berkembang. Para ilmuwan menggunakan pendekatan baru untuk mempelajari kolonisasi mikroba secara alami. Mereka menciptakan struktur terapung yang terdiri dari lima jenis material, seperti bio beads, nurdles, polistirena, kayu, dan kaca. Struktur-struktur ini ditempatkan di sepanjang gradien pencemaran, mulai dari limbah rumah sakit hingga perairan laut.

Pembersihan sampah di pesisir Marunda, Cilincing, Jakarta, 12 September 2025. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkirakan sekitar 20 juta ton sampah mencemari laut Indonesia setiap tahun, dengan 16 juta ton berasal dari daratan dan 4 juta ton dari aktivitas di laut. Sampah ini mengancam ekosistem laut dan sumber daya perikanan melalui eutrofikasi dan mikroplastik, sehingga KKP menargetkan laut bebas sampah pada tahun 2029. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Setelah dua bulan, para peneliti menganalisis DNA dari setiap biofilm yang terbentuk. Mereka juga memeriksa mikroba bebas di air serta kondisi lingkungan seperti pH dan temperatur. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui lokasi atau material yang paling efektif dalam menumbuhkan kelompok mikroba.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi memiliki pengaruh yang lebih besar dibanding jenis material. Lokasi limbah rumah sakit memiliki jumlah bakteri paling tinggi, namun keragamannya rendah. Di sisi lain, sampel di hilir dan laut memiliki komunitas mikroba yang lebih kaya, meskipun tidak sepadat di sumber limbah.
Patogen, yaitu mikroba penyebab penyakit, muncul di semua material, tetapi polanya berubah sesuai jarak. Beberapa kelompok bakteri menurun di hilir, sedangkan yang lain justru meningkat dalam biofilm—bukan di air bebas. Kelompok mikroba yang meningkat antara lain Flavobacteriia, Fusobacteriia, Mollicutes, dan Sphingobacteriia. Jenis-jenis ini menyebabkan penyakit pada ikan dan memiliki ketahanan terhadap berbagai kelas antibiotik.
Lonjakan Gen Resistensi pada Mikroba
Mikroplastik membawa lebih dari 100 urutan gen resistensi obat, jauh lebih banyak dibanding kayu, kaca, atau mikroba bebas di air. Sampah berukuran mini itu mempercepat pertukaran gen horizontal, proses ketika mikroba saling berbagi gen di dalam lingkungan biofilm yang padat dan rapat. Permukaan plastik juga memerangkap antibiotik sehingga menciptakan ‘hotspot’ kecil yang mendukung bakteri kebal.
Jumlah gen resistensi justru meningkat di hilir. Alih-alih berkurang, resistensi terhadap aminoglikosida, tetrasiklin, oksazolidinon, dan kelas obat lain lebih tinggi ketika mikroba mendekat laut. Para peneliti menduga bahwa limpasan pertanian, residu antibiotik, dan zat kimia berperan dalam pola ini.







