InfoMalangRaya.com – Sekolah Pemikiran Islam (SPI) kini hadir di Kota Bogor dengan program barunya, Majelis Pemikiran di Kota Hujan (MARJAN). Pertemuan pertamanya digelar Sabtu (13/09) silam di Sekretariat SPI Pusat, dipimpin langsung oleh Kepala SPI Pusat, Dr. Akmal Sjafril.
Kehadiran SPI di Bogor, menurut Akmal, sebenarnya bukan benar-benar baru. “Sebenarnya SPI Pusat sudah memiliki sekretariat di Bogor sejak 2023. Hanya saja selama ini belum dioptimalkan untuk tempat kegiatan,” ujar tokoh yang telah lama dikenal kiprahnya melalui Komunitas #IndonesiaTanpaJIL (ITJ) ini.
Menurut Akmal, sebenarnya sudah banyak yang bertanya-tanya kapan SPI akan hadir di Bogor. Hal itu ditanyakan terutama karena dirinya sendiri merupakan warga Kota Hujan.
“Meski saya sejak dulu tinggal di Bogor, tapi SPI lebih dulu buka cabang di Jakarta, Bandung, Tangerang dan Yogyakarta. Cukup banyak juga warga Bogor, terutama mahasiswa, yang mengikuti program kursus singkat SPI melalui cabangnya di Jakarta,” ungkap Akmal lagi.
Alasan kehadiran SPI yang begitu ‘terlambat’ di Bogor, menurut Akmal, sebatas masalah teknis. “Pertama, memang kami memprioritaskan kota-kota besar terlebih dahulu agar dapat melayani lebih banyak permintaan. Dengan sendirinya kota Jakarta menjadi pilihan utama. Kedua, karena kesibukan yang luar biasa, sehingga belum sempat melakukan ekspansi ke kota-kota lain,” ujar ayah dari dua anak ini.
SPI baru saja merayakan Milad ke-11 pada bulan Juli lalu. Selama sebelas tahun perjalanannya, selain menggelar kursus singkat di beberapa kota setiap tahunnya, SPI juga memiliki program-program daring seperti Kelas Online Pemikiran (KOMIK) Intensif dan Tuesday’s Special. SPI juga telah menerbitkan sejumlah makalah, termasuk hasil penelitian dari sejumlah alumninya.
Dalam kegiatan perdana MARJAN di Bogor, Akmal menyampaikan pembahasan seputar fenomena kehilangan adab (the loss of adab). “Profesor Naquib al-Attas, cendekiawan Muslim Malaysia, adalah yang paling besar kontribusinya dalam mengarahkan perhatian para cendekiawan Muslim dunia terhadap persoalan kehilangan adab ini,” ujar Akmal.
Adab, menurut Akmal, adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya yang tepat. Kehilangan adab dapat mengakibatkan persoalan serius, antara lain menimbulkan kebingungan di tengah-tengah umat dalam hal otoritas ilmu.
“Normalnya, seseorang dijadikan guru karena setidaknya kita tahu ia berguru kepada siapa. Dengan demikian, seseorang hanya dijadikan rujukan jika latar belakang keilmuannya diketahui. Sekarang, orang bisa mengisi kajian dan bikin konten di media sosial, kemudian jumlah follower atau subscriber-nya bertambah, sehingga peserta kajiannya juga terus bertambah. Para follower itu mengikuti orang yang mereka suka, dan kadang kriterianya bukan ilmu, melainkan selera pribadi,” ujar Akmal.
Karena sejak awal kriterianya adalah selera pribadi, maka pemikiran menyimpang semakin tersebar luas. “Sekarang misalnya ramai orang mengaku Muslim namun mengatakan bahwa Tuhan yang mereka kenal bukanlah yang memasukkan manusia ke Neraka. Mereka semakin yakin dengan pendapat ini sebab memang ada influencer yang menyatakan pendapat yang sama. Jika seseorang diangkat sebagai guru oleh orang-orang awam yang sebenarnya tidak mengerti kriteria yang benar untuk menjadi guru, maka terjadilah kerusakan ilmu,” tandas doktor sejarah ini.
Forum MARJAN sedianya akan diselenggarakan sekali sebulan, namun jadwal berikutnya belum ditentukan. Dalam waktu dekat, SPI Yogyakarta direncanakan membuka pendaftaran untuk angkatan keempatnya, dan SPI Pusat juga tengah menggodok rencana untuk sebuah kegiatan baru lainnya di bulan Oktober.*SPI Media Center