InfoMalangRaya.com – Asosiasi Lembaga Pemeriksa Halal Indonesia (ALPHI) menggelar Musyawarah Nasional II. Dalam Munas itu, Elvina A. Rahayu kembali dikukuhkan sebagai ketua untuk periode 2025-2028.
Ketua Panitia Munas II ALPHI, Muhammad Faisal mengatakan Elvina terpilih secara aklamasi setelah tidak ada satupun dari anggota ALPHI lainnya yang mendaftar.
“Untuk ketua, karena tidak ada anggota yang mengajukan diri menjadi ketua maka kita pilih ibu Elvina secara aklamasi,” kata Faisal yang juga Ketua LPH InfoMalangRaya di arena di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Kamis (24/07/2025).
Dalam sambutannya, Elvina menyinggung bagaimana menjadi pelayan untuk umat Islam.“LPH itu yang memberikan data dan informasi kepada Komisi Fatwa MUI. Dengan demikian sertifikasi halal itu tergantung dari LPH,” kata Elvina dalam konferensi pers dengan media usai penunjukan dirinya.
ALPHI, sambung Elvina, awalnya beranggotakan 31 Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Namun saat ini anggotanya mencapai 99 LPH. Karenanya, dalam proses Jaminan Produk Halal di Indonesia, LPH memiliki peranan yang sangat penting agar produk bersertifikat halal dipercaya oleh masyarakat.
“Artinya ALPHI memiliki peranan untuk terus meningkatkan akuntabilitas LPH-LPH yang ada. “Ini sesuai misi Indonesia menjadi Pusat Halal Dunia,” ujar Direktur Sertifikasi dan Kerjasama Dalam-Luar Negeri LPH-KHT Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.
Sementara itu, Ketua Komisi Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh memberikan apresiasi atas sinergi yang dilakukan oleh beberapa lembaga pemeriksa halal yang memiliki tugas untuk pemeriksaan halal dengan disiplin keilmuannya.
Musyawarah Nasional ALPHI ini bisa didayagunakan untuk kepentingan membangun gerakan yang sama membangun sinergi, membangun koordinasi, membangun kolaborasi sehingga semakin kokoh dan juga kuat di dalam menjalankan tugas pemeriksaan halal,”ujar Kiai Niam saat doorstop dengan media.
Niam berpesan LPH diharapkan semakin mengakselerasi proses jaminan produk halal, butuh sinergi jangan sampai bertabrakan melakukan kontestasi tanpa aturan sehingga merugikan semua pihak.
Niam juga melihat, dengan musyawarah ini akan muncul rekomendasi-rekomendasi perbaikan. Evaluasi atas perjalanan sebelumnya baik organisasi ALPHI maupun pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal. Catatan perbaikan ke pemerintah catatan perbaikan, ketentuan peraturan perundang-undangannya. Catatan perbaikan kepada Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia itu sangat dinanti dan diharapkan.
“Dengan pertemuan ini akan lahir ide-ide bagus untuk kepentingan percepatan sertifikasi halal dan muncul sinergi gerakan di dalam membangun ekosistem halal yang solid dan juga kompeten,”tutup Kiai Niam.
ALPHI Tekankan Pengawasan dan Penegakan Hukum
Elvina A Rahayu menjelaskan masih banyak restoran yang berada di hotel belum bersertifikat. Menurutnya, hal ini terjadi karena kurangnya penegakan hukum kepada pengusaha yang belum patuh pada Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH)
“Karena saya melihat ada relaksasi (pelonggaran peraturan), tapi relaksasi itu harusnya hanya untuk usaha mikro dan produk impor, sedangkan produk menengah besar seperti makanan itu sebenarnya sudah final (harus sertifikasi halal) kemarin,” kata Elvina.
Meski sertifikasi halal sudah menjadi keharusan bagi usaha menengah besar, ia mengungkapkan, ALPHI masih banyak melihat restoran-restoran yang belum punya sertifikat halal. Ia mengungkapkan, begitu pula restoran atau tempat makan di hotel-hotel yang masih banyak yang belum bersertifikasi halal.
“Di hotel-hotel, hotel itu ada tempat makannya, tempat makannya juga masih banyak juga yang belum bersertifikat halal,” ujar Elvina.
Berdasarkan laporan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang merupakan anggota ALPHI, Elvina mengungkapkan, jumlah yang sudah disertifikasi halal hanya hitungan jari dari sekian banyak restoran hotel di Jakarta.
Ia menegaskan jika ada pengusaha yang tidak mau disertifikasi halal, tak mengapa. Asalkan, berani menyatakan bahwa produk yang mereka jual tidak sesuai untuk konsumen Muslim.
Elvina menilai, penyebab banyaknya restoran atau usaha menengah besar yang belum disertifikasi halal, di antaranya pengawasan dan penegakan hukum. Selain itu, konsumen Muslim juga masih merasa baik-baik saja mengonsumsi makanan yang belum disertifikasi halal.
“Sehingga pelaku usaha merasa dari segi ini ada aturan (UU JPH) tapi tidak ada law enforcement (penegakan hukum), kemudian konsumennya oke-oke saja,”ungkapnya.
Elvina, menekankan idealnya ada sinergi agar UU JPH dipatuhi bersama. Disaat bersamaan pemerintah harus menguatkan penegakan hukum dan terus melakukan edukasi. Ditambah masyarakat dan ormas juga sebaiknya memberikan edukasi pentingnya sertifikasi halal dan mematuhi UU JPH.
“Jadi itu harus dilakukan juga, jadi sinerginya harus ada, jadi jangan sampai ada aturan tapi tidak diawasi, ya akhirnya ya terjadi seperti saat ini,” pungkasnya. Azim Arrasyid