Sejarah Baru di Nepal: Karki Jadi Perdana Menteri Perempuan Pertama
Nepal kini telah mencatat sejarah baru dengan pengangkatan Karki sebagai perdana menteri perempuan pertama. Keputusan ini diambil setelah terjadinya gelombang kerusuhan yang menewaskan banyak korban. Presiden Ram Chandra Poudel melalui penasihat persnya mengonfirmasi bahwa Karki akan dilantik pada Jumat malam.
Keputusan ini diambil berdasarkan kesepakatan antara presiden dan para pemimpin demonstrasi setelah melalui proses konsultasi panjang yang melibatkan para ahli hukum. Dalam rangka kompromi politik, parlemen Nepal dibubarkan dan pemilihan umum baru dijadwalkan pada 5 Maret tahun depan.
Karki diharapkan segera membentuk kabinet dalam beberapa hari ke depan. Ia dikenal sebagai sosok berintegritas tinggi dan mendapatkan dukungan kuat dari generasi muda, khususnya kelompok Gen Z, yang ingin ia memimpin pemerintahan sementara. Meski demikian, tantangan besar menanti kabinet Karki. Pemerintah harus segera mengembalikan stabilitas hukum dan ketertiban, membangun kembali gedung parlemen serta fasilitas penting lainnya yang rusak akibat serangan, serta membangun kembali kepercayaan publik.
Tugas lainnya adalah meyakinkan para demonstran muda bahwa demokrasi dan konstitusi Nepal tetap terjaga, sekaligus menenangkan masyarakat yang khawatir tentang arah politik negara. Kunci keberhasilan Karki juga terletak pada upaya membawa pelaku kekerasan ke pengadilan. Penunjukannya sendiri merupakan hasil kompromi yang dimediasi oleh kepala staf angkatan bersenjata Nepal.
Dukungan terhadap Karki sangat luas, terutama di media sosial. Banyak aktivis Gen Z mengekspresikan kegembiraan mereka dan melihat hal ini sebagai langkah penting menuju jalur politik baru yang mereka harapkan. Pada awal pekan, Karki bahkan turun langsung ke lokasi demonstrasi di Kathmandu, tempat 19 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi. Ia juga menjenguk sejumlah korban luka di rumah sakit.
Kehadirannya di tengah massa dianggap sebagai tanda kepemimpinan yang dekat dengan rakyat, berbeda dari elit politik yang selama ini dianggap jauh dari aspirasi masyarakat.
Karki lahir dari keluarga yang memiliki hubungan erat dengan dinasti politik Koirala dari Partai Kongres Nepal, partai demokratis terbesar di negara itu. Ia menikahi Durga Subedi, mantan pemimpin partai, yang disebutnya sangat berperan dalam perjalanan kariernya. Sebagai seorang pengacara, Karki berhasil menapaki karier hingga menjadi Ketua Mahkamah Agung pada 2016, meskipun sempat menghadapi kontroversi termasuk upaya pemakzulan selama masa jabatannya yang berlangsung hampir sebelas bulan.
Situasi di Nepal masih jauh dari tenang. Tentara masih berpatroli di jalan-jalan ibu kota menyusul kerusuhan terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Pemicu utama protes adalah kebijakan pemerintah yang melarang 26 platform media sosial, termasuk WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Meski larangan itu dicabut hanya beberapa hari kemudian, protes sudah berkembang menjadi gelombang besar ketidakpuasan publik terhadap elit politik. Hal ini dipicu pula oleh kampanye “nepo kid” yang menyoroti gaya hidup mewah anak-anak politisi dan dugaan korupsi di kalangan penguasa.