InfoMalangRaya –
Neraca Dagang Juni 2023 Surplus, Berpotensi Rebound
Bank Indonesia menilai kinerja dagang masih positif bagi upaya menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
Perekonomian global yang melambat sebagai dampak dari masih berlarutnya konflik Rusia-Ukraina dan kondisi ekonomi AS yang masih berkutat pada upaya mendorong ekonomi domestiknya memberikan imbas bagi ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
Aktivitas perdagangan global yang lesu akibat melemahnya permintaan global berimbas terhadap kinerja dagang Indonesia periode Juni 2023, sebagaimana dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) dalam konferensi persnya, Senin (17/7/2023). Memang, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2023 kembali mencatat surplus USD3,45 miliar.
Surplus neraca perdagangan itu merupakan capaian selama 38 bulan secara berturut-turut sejak April 2020. Menurut Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto, surplus neraca dagang Juni 2023 didapatkan dari selisih nilai ekspor dan impor. “Surplus USD3,45 miliar,” ujarnya.
Lembaga itu melaporkan, nilai ekspor Indonesia pada Juni 2023 mencapai USD20,61 miliar atau turun 5,08 persen dibanding ekspor Mei 2023. Sementara itu, bila dibanding dengan periode Juni 2022 nilai ekspor turun sebesar 21,18 persen.
Demikian juga dengan kinerja ekspor nonmigas pada Juni 2023 yang mencapai USD19,34 miliar, turun 5,17 persen dibanding Mei 2023, dan turun 21,33 persen jika dibanding ekspor nonmigas Juni 2022. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Juni 2023 mencapai USD128,66 miliar atau turun 8,86 persen dibanding periode yang sama tahun 2022.
Sementara itu, kinerja ekspor nonmigas di periode yang sama mencapai USD120,82 miliar atau turun 9,32 persen. Penurunan terbesar ekspor nonmigas Juni 2023 terhadap Mei 2023 terjadi pada komoditas bahan bakar mineral atau BBM dan sejenisnya sebesar USD441,3 juta (11,54 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewani/nabati sebesar USD834,9 juta (43,68 persen).
Jadi Cambuk
Kinerja seperti yang disebutkan di atas harus jadi cambuk bagi Indonesia untuk memperbaiki neraca dagangnya. Kondisi ekonomi global yang masih lesu harus jadi peluang bagi negara ini untuk mengisi kekosongannya.
Meski kinerja neraca dagang masih belum membuat bangsa ini tersenyum, kinerja ekspor nonmigas di periode Juni 2023, terutama ke tiga negara utama dunia, memberikan optimisme bahwa kinerja dagang Indonesia masih berpeluang untuk kembali pulih, bahkan meningkat. Menurut laporan BPS, kinerja ekspor nonmigas terbesar Indonesia tercatat masih Tiongkok yaitu USD4,58 miliar, disusul Amerika Serikat USD1,96 miliar dan India USD1,67 miliar. Kontribusi ketiga negara itu mencapai 42,42 persen.
Di sisi lain, kerja sama multilateral yang terus didorong oleh pemerintah telah memberikan hasil yang positif. Kinerja ekspor ke ASEAN misalnya, mencatat nilai USD3,78 miliar dan ke Uni Eropa (27 negara) USD1,32 miliar.
Bagaimana bila dilihat dari kinerja dagang per sektor? Laporan BPS menyebutkan, kinerja ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Juni 2023 turun 10,19 persen dibanding periode yang sama tahun 2022, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 3,41 persen dan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 6,72 persen.
Menanggapi laporan BPS soal kinerja neraca perdagangan periode Juni 2023, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menilai, kinerja dagang itu masih positif bagi upaya untuk terus menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
Ke depan, tambahnya, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional. Berkaca dari kinerja dagang periode Juni, laporan itu bisa menjadi pelecut bagi semua pemangku kepentingan di sektor itu untuk terus melakukan perbaikan dan mencari peluang-peluang dagang yang masih berpotensi untuk ditingkatkan.
Potensi pasar ekspor nontradisional perlu terus didorong. Pasar Asia Tengah, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Selatan perlu digarap dengan serius untuk mendongkrak kinerja dagang Indonesia.
Dengan begitu, ketergantungan terhadap ekspor komoditas yang harganya rentan berfluktuasi bisa diminimalisir. Selain langkah-langkah di atas, pemerintah dan pelaku ekonomi juga perlu melakukan langkah strategis lainnya dengan penguatan daya saing ekspor beberapa komoditas, seperti industri manufaktur dan industri logam dasar.
Bila semua langkah itu dilakukan, bangsa ini akan siap dan bisa memanfaatkan momentum ketika ekonomi global pulih kembali (rebound), sehingga ekonomi nasional melesat serta produk nasional memiliki daya saing di pasar global.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari