InfoMalangRaya.com– Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemungkinan berharap Donald Trump kembali menjabat presiden Amerika Serikat, mengingat Israel sangat diuntungkan saat pengusaha properti itu berada di Gedung Putih.
“Salah satu tonggak sejarah Netanyahu adalah pemilu AS. Dia berdoa agar Trump menang, yang menurutnya akan memberinya banyak kebebasan bergerak, yang akan memungkinkannya melakukan apa yang dia cita-citakan,” kata Gidon Rahat, profesor ilmu politik di Hebrew University di Yerusalem, kepada AFP.
Aviv Bushinsky, komentator politik yang oernah menjabat kepala staf Netanyahu, memberikan pendapat senada. “Pengalamannya (Netanyahu) dengan Partai Republik sangat bagus… tidak seperti dengan Partai Demokrat yang jauh lebih keras terhadapnya.”
Kurun 17 tahun menjabat sebagai perdana menteri, Netanyahu hanya berhadapan dengan satu presiden AS dari Republik, Donald Trump.
Selama menjabat presiden AS, Trump telah melakukan beberapa langkah yang menaikkan pamor Netanyahu di Israel, serta mengubah beberapa kebijakan AS yang sudah lama berlaku terhadap Israel, konfliknya dengan Palestina dan kawasan sekitarnya.
Trump memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem, yang diklaim Israel sebagai ibu kotanya, mengakui kedaulatan Israel atas wilayah Dataran Tinggi Golan yang diduduki Yahudi, dan mengawasi normalisasi hubungan tiga negara Arab dengan Israel.
Trump juga menarik diri dari kesepakatan nuklir penting internasional dengan musuh bebuyutan Israel, Iran, dan menerapkan kembali sanksi ekonomi yang keras terhadap Teheran.
Presiden Joe Biden, sementara itu, sajak lama memiliki hubungan yang dingin dengan Netanyahu meskipun bersikeras menyatakan pemerintahannya memberikan “dukungan kuat” terhadap Israel.
Tidak seperti Trump, Biden memperingatkan Netanyahu supaya tidak menyerang fasilitas produksi minyak dan nuklir Iran.
“Kami memiliki hubungan yang sangat baik,” kata Trump dengan bangga saat berkampanye di Georgia pekan ini. “Kami akan menjalin kerja sama erat,” kata Trump, seraya menambahkan bahwa dia sering berkomunikasi lewat telepon dengan PM Israel itu.
Hal-hal positif antara Trump dan Netanyahu itu akan menepis segala kekhawatiran, kata Bushinsky.
“Saya kira Netanyahu bersedia menerima risiko sifat ketidakpastian Trump,” katanya.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan pada bulan September oleh Mitvim, Israel Institute for Regional Foreign Policies, menunjukkan 68 persen warga Israel melihat Trump sebagai kandidat yang paling baik untuk melayani kepentingan Israel.
Hanya 14 persen yang memilih Wakil Presiden Kamala Harris, meskipun dia berulang kali menyatakan dukungannya terhadap Israel dan haknya untuk membela diri.
“Di Israel, lebih dari negara demokrasi liberal lainnya selain Amerika Serikat, Trump lebih populer daripada Harris,” kata Nadav Tamir, mantan diplomat Israel untuk Amerika Serikat dan anggota dewan direksi Mitvim.*